Realtime Live Streaming

Smart Programs

Mencari Info Wisata dengan NusantaraView

QBHeadlines.com – Di antara sekian banyak mesin pencari yang tersebar di internet, ada satu yang cukup unik. Jika Anda membutuhkan informasi mengenai pariwisata di Indonesia, Anda bisa memanfaatkan mesin pencari yang satu ini, yakni NusantaraView Web 2.5.

Cobalah berkunjung ke sini (http://poss.its.ac.id/risetnv/) dan lakukan pencarian dengan kata kunci "Kebun Binatang Ragunan". Dengan cerdas, NusantaraView akan menampilkan berbagai hasil pencarian berupa link video, foto, maupun blog mengenai Kebun Binatang Ragunan.

Website Pariwisata


NusantaraView dibuat menggunakan bahasa pemrograman Joomla. Aplikasi ini menggabungkan data mengenai pariwisata di Indonesia dari beragam sumber. Selain menampilkan lokasi-lokasi wisata alam, NusantaraView juga bisa menampilkan informasi mengenai berbagai hotel dan restoran.

Database MusantaraView berisi peta yang diambil dari Google Map, foto-foto yang ada di Flickr, serta video-video yang tersimpan dalam website semacam Youtube. Hasil pencarian ini pun akan menampilkan alamat lengkap dari lokasi yang dicari.

Pengembangan aplikasi ini berawal dari keprihatinan akan kondisi pariwisata Indonesia yang kurang populer, baik di dalam maupun luar negeri. "Mereka (wisatawan mancanegara) hanya mengenal Bali. Padahal Indonesia kaya akan pariwisata. Belum lagi budaya kita sering diaku-aku milik bangsa lain," papar Nur Aini Rakhmawati, salah satu anggota tim pengembang NusantaraView.

Dengan semakin canggihnya teknologi website dan internet, Nur Aini pun terinspirasi untuk mengembangkan sebuah web yang berbasis konsep web 2.0 dan 3.0. Pembuatan NusantaraView, menurutnya, memanfaatkan teknologi mash-up untuk mengintegrasikan berbagai informasi dari beragam sumber ke dalam sebuah layanan web.

Karena aksesnya melalui web, NusantaraView diharapkan dapat membantu dan memberikan kemudahan bagi siapa saja yang berniat untuk melakukan perjalanan ke daerah–daerah pariwisata di Tanah Air. Hal itu, pada akhirnya tentu juga akan bermanfaat untuk menyumbangkan devisa bagi negara.

Dari pengalamannya melakukan perjalanan keluar negeri, Nur Aini merasa sangat terbantu dengan kehadiran internet. "Segala macam informasi dari satu tempat ke tempat lain bisa saya dapat lewat internet, sehingga saya bisa pergi tanpa khawatir," tuturnya.

Saat menjadi mahasiswa di Taiwan, Nur Aini menggagas dan mengembangkan ide mengenai NusantaraView. Sepulangnya ke Indonesia, Nur Aini bersama tim lalu mengembangkan NusantaraView. Projek ini merupakan bagian riset di Laboratorium E-Business, Jurusan Sistem Informasi, Fakultas Teknologi Informasi, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS). Pengembangan aplikasi ini disponsori oleh Pendayagunaan Open Source Software (POSS) ITS.

Berbasis Open Source


Selain memanfaatkan teknologi mash-up, aplikasi ini juga memanfaatkan berbagai teknologi web terbaru, termasuk website jejaring sosial. "Dalam pengembangannya, kami mengembangkan secara open source," ujar Nur Aini. Oleh karena itu, katanya, "Kode NusantaraView terbuka bagi siapa saja yang ingin menjadi tester, bug tracker, atau mau membantu kami sebagai developer." Dengan begitu, dia dan timnya berharap bisa mendapatkan banyak feedback sehingga aplikasi tersebut bisa menjadi lebih baik. Karena bersifat open source, aplikasi ini juga dapat dijalankan di berbagai platform.

Saat ini, NusantaraView masih terus dikembangkan agar bisa menjadi lebih baik. "Kami berharap akan banyak pengembang dari seluruh Indonesia yang mau membantu. Silahkan bergabung di nusantaraview@googlegroups.com," kata Nur Aini.

Aplikasi ini mengumpulkan beragam data dari internet, seperti foto, informasi cuaca, jadwal kegiatan, video, blog, berita, serta informasi seputar hotel, transportasi, serta restoran.

Target

Menurut Nur Aini, yang menjadi target pengguna aplikasi ini utamanya adalah para calon wisatawan. "Baik domestik maupun mancanegara yang hendak mengunjungi Indonesia," kata dia. Bukan hanya mereka, pemerintah daerah yang ingin mempromosikan pariwisata di daerahnya juga bisa memanfaatkan NusantaraView. "Begitu pula dengan pemerintah pusat yang ingin memperkenalkan Indonesia," Aini menambahkan. Selain itu, NusantaraView juga memungkinkan bagi siapa saja—masyarakat Indonesia—yang ingin berbagi pengalaman wisatanya.

Ke depannya, Nur Aini dan timnya berharap dapat mengembangkan NusantaraView secara nasional, dengan bantuan banyak pihak. "Tidak saja mereka yang suka membuat program atau coding, tetapi mereka yang mau membantu dalam hal dokumentasi dan desain pun akan kami terima dengan senang hati," ujarnya. Karena NusantaraView bersifat open source, tentu saja aplikasi ini tidak akan dipatenkan. Dengan begitu, siapa saja bisa terus mengembangkannya. (Oleh: Restituta Ajeng Arjanti)
 V-Track, Memantau Kendaraan Secara Realtime

Perusahaan yang perlu selalu memonitor kendaraan atau armadanya dapat menggunakan aplikasi yang satu ini. Namanya V-Track, singkatan dari online vehicles tracking system. Sesuai namanya, aplikasi ini dapat memantau posisi kendaraan secara realtime. Aksesnya bisa dilakukan secara online via internet, kapan saja dan dari mana saja.

Menurut Andi Sunyoto, pencipta V-Track yang juga merupakan dosen di STMIK AMIKOM Yogyakarta, aplikasi monitoring posisi kendaraan ini bisa dimanfaatkan oleh perusahaan-perusahaan yang mengandalkan kendaraan dalam operasional bisnisnya. Contohnya perusahaan pengiriman barang, distribusi bahan bakar, layanan rental kendaraan, perusahaan taksi, atau penyedia layanan keamanan kendaraan.

Saat ini, kebanyakan perusahaan tersebut masih menggunakan cara tradisional untuk melacak lokasi kendaraan atau armada mereka. Misalnya menggunakan radio komunikasi atau handy talky. Bahkan ada pula yang sama sekali tidak melakukan monitoring.

“Software ini dapat membantu untuk mengurangi penyalahgunaan kendaraan dan meningkatkan pelayanan perusahaan terhadap pelanggan,” kata dosen STMIK AMIKOM Yogyakarta ini. V-Track, menurut Andi, juga dapat digunakan oleh pengguna individu. Dia mengembangkan V-Track dengan bantuan dari Innovation Center di kampus tempat dia mengajar.

Keunggulan

Apa saja kelebihan V-Track? Menurut Andi, aplikasi buatanya ini tidak hanya dapat melakukan monitoring posisi kendaraan secara realtime, namun juga dapat diterapkan di mana saja tanpa perlu membangun infrastruktur yang mahal.

Aplikasi ini dapat melihat pergerakan visualisasi kendaraan secara online dan menampilkan data-data kendaraan yang didaftarkan ke dalam sistem. Melalui V-Track, pengguna bisa mengetahui posisi terakhir kendaraannya hingga detail koordinatnya.

Pengguna juga bisa memilih kendaraan yang ingin dilihat pergerakannya, memilih tampilan peta, dan memperbesar atau memperkecil tampilannya. Selain itu, V-Trak juga mampu menyimpan data posisi kendaraan yang dikirimkan secara wireless. Aplikasi ini, Andi menambahkan, dapat pula disambungkan dengan perangkat GPS (Global Positioning System).

Cara Kerja

Sistem V-Track memanfaatkan teknologi jaringan wireless. Aplikasi buatannya dapat ditanamkan pada ponsel-ponsel yang telah dilengkapi fitur-fitur Java dan GPRS atau 3G. Menurut Andi, Java memungkinkan pengguna menambahkan aplikasi tambahan di ponselnya. Sementara akses GPRS dan 3G bisa dimanfaatkan untuk mengakses internet dan melakukan pengiriman data. Selain Java dan GPRS atau 3G, sistem monitoring ini dikembangkan dengan memanfaatkan teknologi Google Map, PHP, MySQL Database, serta AJAX.

Perangkat yang telah dilengkapi V-Track dapat dipasangkan di bagian tertentu pada kendaraan. Perangkat ini dapat berupa ponsel atau PDA yang mendukung Java dan koneksi GPRS/3G.

Perangkat yang ada dalam kendaraan ini akan mengirimkan data mengenai posisinya ke server menggunakan teknologi GPRS/3G secara simultan. Setelah data terkirim ke server, pengguna dapat melihat posisi kendaraannya secara online melalui browser internet. Di sini, aplikasi tersebut menggunakan Google Map untuk menampilkan peta lokasinya. Saat ini, V-Track masih dalam tahap uji coba dan baru digunakan di kalangan STMIK AMIKOM Yogyakarta. (Oleh: Restituta Ajeng Arjanti)

GreenSwitch: Saklar Cerdas Ramah Lingkungan

Banyak orang tidak terbiasa mematikan perangkat elektroniknya, seperti televisi, komputer, dan sistem audio. Mereka lebih banyak membiarkan perangkat-perangkat tersebut dalam posisi standby, tetap tercolok dengan listrik. Mereka tidak sadar bahwa kebiasaan itu tidak ramah lingkungan, karena dalam kondisi standby pun perangkat elektronik tetap menyerap daya listrik.

Hal tersebut menginspirasi Stefanus Andika Sutedjo untuk mengembangkan perangkat yang mampu meniadakan daya standby. Namanya GreenSwitch. "Kita mesti bijak dalam pemakaian energi listrik, karena keterbatasan daya listrik PLN," ujar pria kelahiran Palembang, 31 Agustus 1973 itu.

Menurut Andika, meskipun dalam posisi standby perangkat elektronik mengonsumsi daya listrik yang relatif kecil, namun masa standby umumnya jauh lebih panjang ketimbang masa aktif perangkat-perangkat itu. "Contohnya, jika televisi dinyalakan rata-rata 4 jam per hari, dengan demikian masa standby-nya 20 jam per hari." Karena konsumsi daya listrik menggunakan perhitungan berdasarkan waktu, yakni kilowatt hour (kWh), maka daya standby itu akan berlipat.

Penghemat Energi

GreenSwitch dilengkapi dengan teknologi micro controler yang mampu mengukur energi listrik dengan akurat. Di dalamnya, terdapat pula software yang dapat menganalisa penggunaan energi listrik. Alat ini pun mampu mengontrol penggunaan daya standby pada perangkat elektronik secara otomatis.

Beginilah cara kerja GreenSwitch. Alat ini akan mengukur daya yang digunakan oleh perangkat elektronik. Jika mendeteksi penurunan daya secara drastis—yang terjadi saat pengguna mengaktifkan perangkat elektroniknya dalam kondisi standby—maka GreenSwitch akan memutuskan hubungan listrik antara sumber listrik dengan perangkat tersebut.

"Dengan begitu, didapat konsumsi daya standby menjadi nol," kata Andika. Dia sendiri menyebut inovasinya itu sebagai saklar cerdas penghemat energi listrik. Kata "green" dalam nama alat tersebut pun bukan dipilih tanpa alasan. Kata "green" dia gunakan karena dengan meniadakan daya standby, GreenSwitch mampu mengurangi emisi karbon. Karena kelebihannya, produk ramah lingkungan itu memenangi Indonesia ICT Award (INAICTA) 2009, untuk kategori Tools and Infrastructure.

Target

Andika mengaku telah melakukan riset mengenai perangkat serupa. "Saya sudah search ke HaKI Eropa dan AS, ide dan konsep GreenSwitch belum pernah ada," ujar lulusan Fakultas Teknik Elektro, Universitas Satya Wacana, Salatiga, Jawa Tengah itu. Karena itulah, dia mematenkan inovasinya. "GreenSwitch sudah saya patenkan ke HaKI dengan nomor Pendaftaran S00200900172. Tanggal pendaftarannya, 18 Agustus 2009."

Saat ini, GreenSwitch memang belum dipasarkan. Namun, Andika berharap alat buatannya itu dapat digunakan oleh semua orang, yakni para pelanggan PLN yang memiliki perangkat elektronik. Dia yakin, GreenSwitch akan bermanfaat tidak hanya bagi para pemilik perangkat elektronik, namun juga bagi pemerintah. "Dalam hal ini PT PLN," kata salah satu direktur di PT Smart Meter Indonesia itu. "Karena diperkirakan, (penggunaan GreenSwitch) akan mampu mengurangi investasi untuk pembangunan pembangkit listrik sebesar 314MW."

GreenSwitch bukan alat pertama yang diciptakan oleh Andika. Sebelumnya, dia juga telah menciptakan perangkat Automatic Meter Management (AMM). Alat itu mampu mengukur jumlah kWh serta mengirim data stand meter dan semua status kWh ke atau dari kantor PLN melalui sebuah alat. "Meteran listrik digital itu telah dipasarkan ke seluruh PLN di Indonesia," katanya. AMM pun pernah menjadi nominator dalam ajang Asia Pasific ICT Award (APICTA) 2008. (Restituta Ajeng Arjanti)

Berkomputer Tidak Perlu Pakai Mouse

Aplikasi yang satu ini terbilang unik. Namanya Eye-B Pod, singkatan dari Eye Based Pointing Device. Menurut salah satu pengembangnya, Stanley Audrey, dengan aplikasi ini pengguna komputer bisa menggerakkan pointer menggunakan gerakan mata dan kepala. Eye-B Pod secara khusus dikembangkan bagi orang-orang yang memiliki keterbatasan fisik atau cacat pada tangan.

Ide membuat Eye-B Pod muncul saat Stanley dan dua rekannya, Victor dan Josephine, mengambil mata kuliah mengenai pengolahan citra. Projek Eye-B Pod sendiri diambil dari pengembangan skripsi yang mereka kerjakan. Aplikasi ini mereka buat menggunakan bahasa pemrograman Visual C++.

Awalnya, ketiga alumnus Teknik Informatika, Universitas Bina Nusantara angkatan 2005, ini mencoba memanfaatkan jari tangan yang ditangkap oleh sensor webcam untuk menggerakkan pointer pada layar monitor. "Tetapi, setelah ditelaah lebih lanjut, ada sedikit kekurangan jika kami menggunakan jari tangan, terutama dari segi kegunaannya," kata Stanley. Karena itulah, akhirnya mereka memutuskan untuk memanfaatkan mata sebagai penggerak pointer pada monitor.

"Kami menggunakan mata agar penelitian kami memiliki nilai kegunaan yang tinggi," lanjut Stanley. Dia berharap agar Eye-B Pod bisa membantu orang-orang yang memiliki gangguan fisik pada bagian lengan. Syarat menggunakannya hanya satu: pengguna harus melengkapi komputernya dengan sebuah webcam (web camera).

Pengganti Mouse

Dengan Eye-B Pod, pengguna komputer dapat mengerakkan pointer pada komputernya  dengan menggerakkan mata. Mereka tidak perlu lagi menggunakan mouse. "Dengan Eye-B Pod, kita juga dapat mengoptimalkan pekerjaan. Kita bisa mengoperasikan komputer dengan mata, sementara tangan kita dapat digunakan untuk melakukan kegiatan lain," ujar Stanley.

Eye-B Pod dapat disetting agar berjalan secara otomatis ketika komputer dinyalakan. Stanley menjelaskan cara kerjanya. "Software ini membutuhkan webcam sebagai alat input-nya. Gambar-gambar yang didapat dari hasil capture webcam akan diproses," kata dia.

Awalnya, aplikasi akan mendeteksi wajah dan mata si pengguna komputer. Setelah itu, menggunakan algoritma yang telah ditentukan, Eye-B Pod akan mendapatkan titik yang paling unik di area mata pengguna.

"Algoritma ini berjalan secara otomatis. Titik ini akan dijadikan sebagai dasar dari penjejakan objek (objek tracking)," Stanley menjelaskan. Menurut dia, setiap perubahan posisi dari titik tersebut, antara satu frame dengan frame yang lainnya, akan dianalogikan sebagai gerakan pointer pada komputer.

Jika menggerakkan pointer cukup dengan menggerakkan mata dan kepala, bagaimana cara meng-klik opsi-opsi yang terpampang di layar monitor komputer? "Untuk proses klik dapat dilakukan dengan menggunakan kedipan mata kanan maupun kiri," jawab Stanley. Aplikasi ini, menurutnya, dapat diinstall di beragam sistem operasi. Target

Target khusus pengguna Eye-B Pod, secara khusus, adalah orang-orang yang memiliki gangguan fisik pada bagian tangan. "Baik tuna daksa atau cacat lengan, penderita stroke, dan penderita parkinson," kata Stanley. Namun, mereka yang tak memiliki kekurangan apapun juga dapat menggunakannya. "Karena produk ini juga dapat meningkatkan optimalitas. Kita bisa mengoperasikan komputer dengan mata, sementara tangan kita dapat digunakan untuk melakukan kegiatan lain."

Saat ini, aplikasi yang keluar sebagai salah satu pemenang (merit) dalam INAICTA 2009 ini masih dalam tahap pengembangan. "Namun, kami telah meluncurkan pilot project-nya ke yayasan PPCI (Persatuan Penyandang Cacat Indonesia)," ucap Stanley. Dia dan dua rekannya masih punya rencana untuk mengoptimalkan fungsi Eye-B Pod dengan menambahkan fitur voice recognition pada aplikasi tersebut. Dengan begitu, pengguna bisa mengoperasikan komputernya tanpa menggunakan tangan sama sekali.



 

INAICTA 2009: Anak Bangsa Mampu Berkarya

Indonesia ICT Award 2009 akhirnya mencapai puncaknya pada 28-29 Juli lalu. Dalam penjurian tahap terakhir, terpilih 70 karya dari 14 kategori—yang terbagi untuk umum, profesional, dan pelajar—sebagai nominatornya. Rabu (29/7) malam, di Jakarta Convention Center, para peserta yang keluar sebagai jawara diumumkan.

Sejak diluncurkan pada 20 Februari 2009, tercatat 700 lebih peserta yang mendaftarkan diri di ajang kompetisi teknologi ini. Masing-masing menampilkan hasil karya kreatif dan inovatif. Para peserta INAICTA tahun ini harus melewati beberapa tahap penjurian yang cukup ketat, termasuk mempresentasikan dan mendemokan karya mereka di hadapan para juri, yang terdiri dari para praktisi, akademisi, animator, serta wakil dari industri TIK di Tanah Air.

TIK dan Kreativitas

Mengangkat tema "Digital Creative for Nation Building", INAICTA yang keempat ini bertujuan untuk meningkatkan kreativitas para profesional di bidang TIK (teknologi informasi dan telekomunikasi). Ajang ini pun sengaja digelar untuk mempersiapkan para pelaku TIK lokal untuk mampu berkompetisi di kancah global.

Beberapa pemenang yang terpilih akan diikutsertakan dalam ajang Asia Pacific ICT Award (APICTA) 2009. Menurut Menteri Komunikasi dan Infomatika Mohammad Nuh, INAICTA 2009 bisa dianggap sebagai "pemanasan" bagi para peserta sebelum mereka mengikuti kompetisi yang lebih besar tersebut.

Menkominfo juga menilai bahwa INAICTA tidak bisa dilepaskan dari industri kreatif, yang akan berguna untuk membangun ekonomi kreatif. “Ada 3T yang dapat dikembangkan untuk mendukung cara pikir kreatif,” kata Nuh saat memberikan sambutan di JCC, Selasa (28/7). Ketiga “T” itu, kata dia, adalah talent, technology, dan tolerance.

Talent atau bakat yang dimiliki sejak lahir diperlukan oleh seseorang sebagai modal berkreasi. Technology dapat membantu memperluas batas kemampuan seseorang sehingga dapat mengubah sesuatu yang tidak mungkin menjadi mungkin. Sementara tolerance diperlukan agar seseorang berani untuk melakukan perubahan. Dunia pendidikan dan kompetisi teknologi seperti INAICTA ini, menurut dia, dibutuhkan untuk menemukan talenta-talenta baru di bidang teknologi.

Sejatinya, menurut Nuh, industri TIK terdiri dari tiga layer. Layer pertama berisi orang-orang bijak, senior, dan berpengalaman. Layer kedua diisi oleh para kreator dan desainer, yang rata-rata berusia 30-40 tahun. Sementara layer ketiga berisi para implementator yang berusia 20 tahunan.

Kesempatan Jadi Entrepreneur

Ada yang baru dalam INAICTA 2009. Dimulai pada gelaran keempat ini, semua nominator diberikan kesempatan untuk mengembangkan hasil karyanya. Didukung oleh Depkominfo, mereka akan dihubungkan kepada pihak pembeli dan investor.

"Jadi, INAICTA tidak hanya sekadar ajang kompetisi ICT saja, tetapi juga sebagai ajang pertemuan antara nominator dengan investor," kata Menkominfo dalam konferensi pers yang digelar, Jumat pekan lalu.

Ada dua program baru yang melengkapi INAICTA kali ini, yakni Program Business Matchmaking dan Entrepreneurship. Melalui program Business Matching, para nominator diupayakan untuk mendapatkan bantuan dana dari investor atau pembeli yang tertarik dengan hasil karya mereka. Sementara program Entrepreneurship diadakan untuk melatih para nominator untuk menjadi wirausaha. Dengan begitu, mereka tak hanya pandai menjadi kreator, tetapi juga memiliki kemampuan di sisi bisnis.

“Karya-karya yang masuk nominasi mempunyai kualitas yang tinggi. Tahun ini kami melengkapi dengan Business Matching Program yang akan mengawal mereka menjadi entrepreneur. Sudah saatnya kita menghargai karya Digital Creative anak bangsa,” papar Hari Sungkari, Ketua Panitia INAICTA 2009, dalam konferensi yang digelar menjelang acara puncak, Jumat (24/7). Hari menyampaikan, program ini terbuka bagi pihak swasta maupun perusahaan BUMN. Salah satu pihak yang akan ikut serta dalam program Entrepreneurship adalah Bank Mandiri.

Gambar: teknopreneur.com

Daftar Pemenang INAICTA 2009

Kategori e-Goverment
Winner: Sistem Online Monitoring Bantuan & Subsidi Pemerintah (Achamd Rodiyur)
Merit: Next Generation Voting System (Agung Harsoyo)
Special Mention: eMoneV-Monitoring dan Evaluasi APBD/APBN (Al Farisi)

Kategori e-Business for Enterprise
Winner: ARMES (Ade Karsa)
Merit: Invesment Management System (Boyke Bader)

Kategori e-Business SME
Winner: Ayofoto.com-Online Stock Photo Provider (Dibya Pradana)

Kategori e-Learning
Winner: Biotech Multimedia Interactive (A. Riza Wahono)
Merit: Morning! (Indra Purnama)
Special Mention: MLM for The Blind (Erik)

Kategori Digital Animation
Winner: Hebring 2 (Andi)
Merit: Good Bye World (Aryanto Yuniawan)

Kategori Digital Interactive Media
Winner: Dwarf Village (Wandah W)
Merit: Blank! (Teguh Budi W)

Kategori Computer Generated Imaginary
Winner: Menuju Indonesia Baru 2D (Henryca Citra)
Merit: Bajaj Fantasy (Dina Chandra)

Kategori Tools and Infrastructure
Winner: Green Switch (St. Andika Sutejo)
Merit: POINTREK (Aceng Luqman Taufiq)
Special Mention: Light Army (Stevanus DH)

Kategori Research and Development

Winner: Zaitun Time Series (Rizal Zaini Ahmad Fathony)
Merit: Eye B Pod (Stanley Audrey)

Kategori Open Source System
Winner: SENAYAN Library Automation (Hendro Wicaksono)
Merit: Crayon Pedia, the Next Generation Learning Enviroment (Agung Harsoyo)
Special Mention: Nusantara View Web 2.5 (Nuraini)

Kategori Student Project - SD
Winner: Watch The Sign (Narendra Pradhana Nugroho)
Merit: Rental Game Maniac (Andre Rizky)

Kategori Student Project - SMP
Winner: Pengunci Komputer (Jonathan C)

Kategori Student Project - SMA/SMK
Winner: Kardinal (Fauzan Helmi Sudaryanto)
Merit: Click Home (Agus Arif Rahman)

Kategori Student Project – Perguruan Tinggi
Winner: Interactive Table (Hendro Wibowo)
Merit: Pembuatan Generator dan Solver Permainan Sudoku (Reden Tanago)

Kategori Maze Solving Robot – Tingkat SD
Juara 1: Elementary Mrobot5 (A. Habib M)
Juara 2: Elementary Mrobot1 (Suwaibatul Annisa)
Juara 3: Elementary Mrobot2 (Aulia Zinendinita R)

Kategori Maze Solving Robot – Tingkat SMP
Juara 1: Mrobot Junior Robot 1 (Muhamammd Arifin)
Juara 2: Undefeated Lightning Bolt (William Irawan dan Suma S)
Juara 3: Night Stalker (Ray Paulus, Pranandhika, dan Darryl Irianto)

Kategori Maze Solving Robot – Tingkat SMA/SMK

Juara 1: Chibibot (Eric christiandi, Suma S, dan Steven M)
Juara 2: Vini Vidi Vici (Samuel CT, Ricky Disastra, Rangga N)
Juara 3: R-Striker (Hadiyan Nur Rochman dan Ahmad Rifki Alhadi)

Kategori Creative Robot
Winner: Fog Intelligent Robot Estinguisher (Nico Fendy, Chandra Louis, dan Selia Evanny Pranata)
Merit: Robot Durian Warso (Winda Pradina, Iedita Widya Arsyta, dan Dewi Utami Rahmawati)


Komputer

Oleh: Restituta Ajeng Arjanti

Istilah “big is beautiful” rasanya tak berlaku di dunia teknologi masa kini. Itu bisa dilihat dari lahirnya beragam versi mungil dari perangkat komputer dan telekomunikasi. Meski begitu, jangan pandang remeh perangkat-perangkat bertubuh mungil itu. Berbanding terbalik dengan ukuran tubuhnya, mereka tak kalah pintar dari mesin-mesin pendahulunya yang berbodi bongsor.


Desktop Berukuran Irit

Gaya minimalis rupanya ikut melanda dunia teknologi. Kita tidak bicara soal fitur, tapi lebih pada bentuk perangkat-perangkatnya. Contohnya sudah banyak, bisa dilihat di mana-mana. Desktop PC tampil semakin ramping, juga notebook semakin mungil dan ringan. Bahkan beberapa tahun belakangan ini, beberapa vendor melahirkan beberapa kategori perangkat komputer yang baru, dengan istilah yang baru pula. Ada Ultra Mobile PC alias UMPC, subnotebook, hingga yang yang paling baru yang diperkenalkan oleh Intel sebagai netbook dan nettop.

Sekarang, mari kita bicara tentang komputer desktop alias PC. Yang sedang “in” adalah komputer-komputer bertubuh ramping, ringkas, dan irit tempat. Kalau mau dibayangkan, bentuknya kurang lebih seperti iMac besutan Apple yang paling gres, New iMac. Tubuhnya tipis dengan CPU menyatu pada monitor layar datarnya.

Terinspirasi Apple

Perlu kita akui, komputer-komputer berlogo apel rancangan Steve Jobs memang merupakan salah satu kiblat teknologi. Kalau Anda perhatikan, komputer Apple kerap tampil di layar film besutan studio Hollywood, dan belakangan juga menghias beberapa film dan sinetron Tanah Air. Dari situ, bisa dilihat bahwa komputer-komputer cantik dan ringkas memang punya magnet, selain bisa menjawab masalah keterbatasan ruang penggunanya. Tak hanya “pretty”, mereka juga “smart”.

Sekarang, jumlah produk pesaing New iMac sudah banyak. Menyambut tahun baru 2008 ini contohnya, NEC meluncurkan seri Powermate P5000 berwarna putih yang disebut-sebut terinspirasi oleh New iMac. Selain warnanya yang serupa iMac, CPU dari P5000 juga menempel dengan layar monitornya. Yang menarik, dalam keadaan tertutup, desktop semi-portabel ini bisa dengan mudah dijinjing, apalagi ia dilengkapi dengan pegangan di bagian atas belakang monitornya.

Ikut meramaikan pasar komputer berukuran irit, di awal tahun ini HP memperkenalkan seri desktop Compaq dc7800 Ultra-slim. CPU-nya mungil, mirip Mac Mini. Meski tidak menyatu dengan monitor LCD tipisnya, pengguna dapat mengaitkan CPU tersebut di bagian belakang monitornya. Hasilnya tentu saja tampilan yang lebih ringkas dan irit tempat.

Selain NEC dan HP, masih ada beberapa vendor lain yang juga melempar komputer tipisnya ke pasaran. Sebut saja Asus yang memperkenalkan seri Asus Nova P22 Mini PC-nya, Dell yang merilis Dell XPS One Desktop, atau Acer yang punya Acer Aspire L3000 Series. Semua produk tersebut punya ciri yang sama: berukuran irit.

Spesifikasi Tinggi


Meski bentuknya irit, tak berarti harga dan teknologi yang dibawa oleh komputer-komputer tersebut juga irit. Buktinya, banyak dari mereka dijual di atas 1.000 dolar AS. Maklum, spesifikasinya lumayan tinggi—prosesor baru keluaran Intel atau AMD, kapasitas hard disk di atas 100 gigabyte (GB), memori kaliber GB, juga kartu grafis yang terhitung high-end.

Buat orang-orang yang punya masalah keterbatasan tempat, tapi bukan kantong, komputer-komputer cantik dan mungil ini bisa jadi jawaban yang tepat. Tapi sekali lagi, mahal itu relatif, bukan?

Aksi MOSES Mendeteksi Malaria

Final Imagine Cup 2009 yang diselenggarakan oleh Microsoft di Kairo, Mesir, 3-7 Juli lalu berbuah manis bagi negeri ini. Satu dari empat tim yang mewakili Indonesia dalam kompetisi global tersebut keluar menjadi juara. Tim Big Bang sukses meraih gelar juara pertama dalam kategori Mobile Device Award berkat aplikasi canggih buatan mereka, MOSES. Mengikuti mereka di posisi kedua dan ketiga adalah tim dari Brasil dan Kroasia.

Big Bang beranggotakan empat mahasiswa Teknik Informatika angkatan 2006, Institut Teknologi Bandung. Mereka adalah David Samuel, Dody Dharma, Dominikus Damas Putranto, dan Samuel Simon. Salah satu jagoan Imagine Cup 2008, Ella Madanella, ikut menemani mereka sebagai mentor. Tahun lalu, Ella tergabung dalam tim Antarmuka ITB yang menciptakan Butterfly, sebuah sistem dokumentasi masalah lingkungan.

"Karena saya sudah punya pengalaman di final sebelumnya, dan kebetulan karena saya punya waktu dan memang kenal dengan mereka (anggota tim Big Bang), jadi saya membantu mereka," tutur Ella saat dihubungi melalui telepon, Kamis (16/7) lalu.

MOSES

Imagine Cup 2009 adalah yang ketujuh yang diadakan oleh Microsoft Corp. Tema yang diusung tahun ini adalah "Imagine a world where technology helps solve the toughest problems facing us today". Tantangan yang disodorkan bagi para peserta disesuaikan dengan Millenium Development Goals yang dibuat oleh PBB. Salah satunya berhubungan dengan kesehatan.

Nama MOSES adalah singkatan dari Malaria Observation System and Endemic Surveillance. Aplikasi ini diciptakan oleh tim Big Bang untuk mendeteksi penyakit malaria. Aplikasi yang ditanam dalam PDA ini diciptakan untuk membantu masyarakat di pedesaan untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang cepat dan tepat.

Penasaran dengan cara kerja MOSES? Petugas kesehatan bekerja menggunakan PDA yang telah ditanami MOSES. Oleh tim Big Bang, aplikasi ini dilengkapi dengan sebuah karakter virtual (avatar) yang disebut Marceline. Menggunakan teknologi voice recognition, Marceline akan membantu petugas menanyakan beberapa hal yang berkaitan dengan penyakit malaria kepada pasien.

PDA yang digunakan oleh petugas kesehatan juga dilengkapi dengan PDAscope. Ide mengenai PDAscope, diakui David, diperoleh dari mikroskop. "Karena di daerah rural, bidan-bidan banyak yang tidak bisa pakai mikroskop, dan memang alatnya jarang tersedia, jadi kami punya ide menggabungkan mikroskop dengan kamera ponsel,” papar David melalui telepon, Kamis. PDAscope ini, menurut dia, mampu memperbesar gambar hingga 1000 kali.

Sampel darah pasien diambil, lalu dipotret menggunakan PDAscope. Gambar dari sel darah tersebut, beserta data-data yang diperoleh dari pasien, kemudian dikirim melalui PDA ke server di pusat kesehatan. Aplikasi pada server penerima akan menampung data-data itu dan menganalisanya. David dan tiga rekannya sudah berhasil membuat prototipe PDAscope dan telah mengujinya. "Prototipenya sudah dibuat dan bisa jalan," kata dia.

Melalui gambar sel darah, aplikasi dapat mengecek kadar plasmodium (parasit penyebab malaria) yang ada dalam darah pasien. Sistem akan menganalisa jumlah sel darah, warna, serta bentuk morfologisnya. "Sel darah merah yang sehat berwarna merah dan bentuknya cekung di bagian tengah. Sementara sel darah yang sudah terinfeksi plasmodium punya bentuk yang berbeda dan warnanya terlihat lebih pekat," David menjelaskan.

Proses penghitungan dan analisa butiran darah pasien dilakukan menggunakan algoritma neural network yang berbasis artificial intelligence (AI). "Image processing AI ini berdasarkan pada bagaimana manusia mengenali bentuk dan warna (sel darah). Ada bobot perhitungannya dan prosentase kemiripannya,"  kata David. Menggunakan algoritma ini, proses pemeriksaan sampel darah bisa dilakukan secara cepat, berbeda dengan pemeriksaan manual.

Setelah sistem mendapatkan hasil analisanya—apakah pasien benar menderita malaria atau tidak—sistem secara otomatis akan mengirimkan informasi kepada petugas kesehatan yang ada di lapangan. Dengan begitu, penanganan terhadap pasien bisa segera dilakukan.

Bisa Dimodifikasi

Tim Big Bang mengembangkan MOSES dalam waktu yang cukup singkat. "Pengembangannya sekitar enam bulan. Sejak awal November kami bertemu, berkumpul dan mencari ide, lalu melakukan riset dan mengembangkan aplikasinya," tutur David.

Awalnya, mereka tidak langsung fokus untuk mengembangkan aplikasi yang berhubungan dengan penyakit malaria. "Kami awalnya mengambil tema kesehatan, karena dari delapan Millenium Goals ada yang berhubungan dengan kesehatan,” aku David.

Setelah melakukan riset dan bertanya kepada dinas kesehatan dan beberapa dokter, akhirnya mereka memilih untuk fokus pada malaria. "Karena menurut Dirjen P2PL (Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan) Depkes, penyakit ini dianggap sebagai penyakit endemis yang banyak terdapat di daerah," David menjelaskan.

Tim Big Bang berharap aplikasi buatan mereka bisa membantu banyak orang, terutama masyarakat di daerah terpencil. Saat ini, mereka tengah menunggu respons dari pihak-pihak yang bersangkutan, antara lain Depkes, untuk membantu menindaklanjuti hasil temuan mereka.

David sendiri tidak menutup kemungkinan MOSES dapat dimodifikasi untuk menganalisa jenis penyakit lain. Contohnya penyakit TBC yang bisa dideteksi melalui dahak pasien. "MOSES juga bisa dikembangkan untuk membantu dokter fertilitas dalam mendeteksi sel sperma yang aktif," ujar David. Yang pasti, untuk mengubah AI dari MOSES untuk menganalisa penyakit lain, dia dan teman-temannya harus melakukan riset terlebih dulu.

Melacak Jejak Korban Trafficking

Empat mahasiwa Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, mengembangkan sebuah sistem untuk melacak jejak korban human trafficking (perdagangan manusia). Sistem tersebut, diberi nama Trafstopper, terpilih untuk mewakili Indonesia dalam kompetisi internasional Software Design Microsoft Imagine Cup 2009, di Kairo, Mesir, pada 2 Juli mendatang.

"Trafstopper, kependekan dari Trafficking Stopper, merupakan sebuah sistem yang terdiri dari beberapa software yang saling berkolaborasi dan bertukar informasi untuk mengurangi human trafficking," Ferro Ferizka Aryananda, salah satu mahasiswa yang ikut mengembangkan Trafstopper, menjelaskan.

Masalah Global


Human trafficking sudah lama menjadi masalah global, dihadapi oleh sejumlah negara, termasuk Indonesia. Modusnya semakin beragam, mulai dari penipuan hingga penculikan. Hal itulah yang menggerakkan Ferro beserta tiga rekannya, Giovanni Yoko, Ninan Kara, dan Kinanti Sekarsari untuk mengembangkan Trafstopper.

Mahasiswa Teknik Informatika angkatan 2006 ini menilai, masih ada gap informasi yang membuat pihak-pihak yang terkait mengurusi masalah human trafficking tidak saling mengetahui informasi mengenai korban traficking-dari mana memulai pencarian korban, dan bagaimana cara mengembalikan mereka pada keluarganya. Hal itulah yang menurut Ferro membuat masalah ini sulit diatasi.

"NGO (non-government organization) atau polisi yang menerima laporan dari keluarga korban trafficking tidak tahu harus memulai pencarian dari mana. Masyakarat juga tidak bisa banyak membantu karena tidak adanya sharing informasi mengenai trafficking yang bisa mereka jangkau," papar Ferro.

"Saya pikir, teknologi informasi adalah media yang tepat untuk menjembatani kebutuhan tersebut," ujar pemuda kelahiran 11 Juni 1989 ini. Keinginan Ferro dan timnya untuk ikut memecahkan masalah global akhirnya diwujudkan dengan mengembangkan Trafstopper, yang kemudian mereka ikut sertakan dalam ajang Imagine Cup.

Target


Pengembangan Trafstopper, diakui Ferro, berlangsung selama 1,5 bulan. "Dalam waktu sesingkat itu, kami menyelesaikan bagian fundamental sistem kami agar siap demo di final dunia nanti (di Kairo)," kata Ferro. Agar teknologi mereka dapat dijangkau oleh banyak orang, mereka memilih medium komunikasi macam SMS dan situs jejaring Facebook untuk mengakses sistem Trafstopper.

Siapa saja, termasuk Anda, bisa ikut serta membantu pihak kepolisian dan NGO dalam mengatasi human trafficking. Anda hanya butuh ponsel untuk mengirim SMS, atau kamera untuk mengambil foto.

Target pengguna Trafstopper, menurut Ferro, dibagi menjadi 3, yaitu pihak NGO, polisi, dan publik. Bagi publik, Ferro dan teman-temannya mengembangkan aplikasi berbasis situs jejaring sosial Facebook. "Dengan begitu, setiap member Facebook di seluruh dunia bisa berpartisipasi. So actually, everybody is involved," kata dia.

Cara Kerja


Bagaimana cara kerja Trafstopper? "NGO atau LSM yang concern pada masalah human trafficking bisa memposting detail dan foto korban berdasar laporan dari pihak keluarga, kerabat, atau rekan korban melalui aplikasi Facebook yang kami buat," Ferro menyampaikan. Setelah itu, setiap orang yang tergabung dalam aplikasi tersebut akan mendapatkan notifikasi detail mengenai korban, lengkap beserta fotonya.

Informasi mengenai orang yang dicurigai sebagai korban trafficking bisa diperoleh dengan tiga cara: melalui kamera CCTV, SMS masyarakat, dan foto.

"Kami menulis kode yang akan menganalisis hasil capture kamera baik kamera IP atau CCTV. Kita tahu bahwa saat ini di banyak tempat telah terpasang kamera pemantau yang berfungsi memantau keadaan lingkungan. Kode kami menggunakan algoritma pengenalan wajah. Wajah yang berhasil dikenali akan dibandingkan dengan database foto korban yang diposting oleh NGO (lewat aplikasi Facebook)," papar Ferro. "Jika ditemukan kecocokan wajah, maka sistem kami akan memberitahu polisi yang terdekat dari lokasi korban."

Bagaimana cara kerja Trafstopper via SMS? Menurut Ferro, masyarakat-yang merasa melihat orang yang berwajah mirip dengan korban trafficking yang informasinya telah diposting oleh pihak NGO-bisa mengirim SMS ke server Trafstopper. "Kami akan mencari polisi terdekat dari lokasi orang tersebut untuk tindak lanjutnya," kata dia.

Terakhir, melalui foto. Menurut Ferro, proses identifikasi korban trafficking melalui foto adalah yang paling mudah. "Kita tahu bahwa di negara kita banyak sekali anak jalanan atau PSK yang berkeliaran di jalan. Salah satu di antara mereka bisa jadi merupakan korban trafficking yang sebenarnya perlu bantuan," ujar Ferro.

"Bila Anda curiga, Anda bisa mengambil fotonya, bisa dengan digicam atau kamera ponsel, lalu kirimkan ke sistem kami. Sistem kami akan menganalisa foto itu dan mencocokkan wajah yang ada di foto dengan database korban kami," katanya. Jika ditemukan kecocokan, maka polisi dan pihak NGO akan memposting informasi mengenai korban tersebut si Facebook untuk dinotifikasi.

"Di sisi polisi sendiri, kami melengkapi mereka dengan aplikasi yang dilengkapi peta dan representasi data yang berkaitan dengan human trafficking, sehingga mereka bisa bekerja lebih efektif," kata Ferro.

Lapangan Hijau untuk Penggila Sepak Bola

Kesenangannya pada sepak bola mendatangkan keberuntungan bagi Rafeequl Rahman Awan. Betapa tidak, hobi itu memberinya inspirasi untuk mengembangkan sebuah aplikasi, yang akhirnya keluar jadi pemenang “Best Show” dalam ajang Yahoo Mobile Developer Award (YMDA) 2009, pertengahan Mei lalu. Aplikasi buatan Rafeeq―begitu dia disapa―berupa mobile web yang diperuntukkan bagi para penggila sepak bola. Namanya “Lapangan Hijau”.

Sejak awal, Rafeeq memang mengembangkan aplikasi tersebut untuk diikutsertakan dalam YMDA 2009. Kompetisi tersebut diselenggarakan oleh Yahoo! Inc., bekerja sama dengan beberapa perusahaan sebagai sponsornya. Antara lain BNI, Viva News, dan XL.

Mobile Web Sepak Bola


Sebenarnya, pilihan membuat aplikasi olah raga tidak sepenuhnya ada di tangan Rafeeq. “Pada waktu kickoff (pembukaan) kompetisi ini, semua peserta dan sponsor dikumpulkan. Para sponsor memberikan brief mengenai profil dan 'keinginan' mereka, seperti apa aplikasi yang mereka inginkan,” papar Rafeeq.

“Nah, di kickoff itu juga diadakan pengundian. Jadi tiap peserta akan mendapat satu sponsor. Peserta tersebut harus membuat aplikasi khusus untuk sponsor yang bersangkutan,” lulusan Fakultas Sains dan Teknologi, UIN Syarif Hidayatullah itu menjelaskan.

Rafeeq merasa beruntung karena mendapatkan Viva News―yang menginginkan sebuah portal mobile khusus olah raga (Indonesia Soccer League)―sebagai sponsornya. Untuk membuat aplikasi, menurut Rafeeq, tiap peserta kompetisi diharuskan untuk menggunakan platform dari Yahoo!, yakni Yahoo! BluePrint.

“Kompetisi itu berlangsung selama 3 minggu, waktunya cukup sempit. Tapi, karena memakai Yahoo! BluePrint, kami yang men-develop jadi banyak terbantu karena cukup mudah dan cepat,” kata Rafeeq yang kini bekerja sebagai developer situs microblogging Koprol.com.

Sebelum mengembangkan Lapangan Hijau, Rafeeq perlu mengumpulkan informasi sesuai kebutuhan penggunanya, yakni pihak sponsor. Dia sendiri membuat Lapangan Hijau dalam waktu sekitar tiga minggu.

“Kurang lebih tiga minggu saja, sesuai dengan ketentuan dari Yahoo!. Kita menggunakan Yahoo! BluePrint untuk front-end-nya, kemudian saya menggunakan Ruby on Rails (salah satu framework aplikasi open source) untuk back-end-nya,” papar Rafeeq.

Fitur Lapangan Hijau

Apa fitur yang ditawarkan Lapangan Hijau? Aplikasi ini menyediakan informasi terkini mengenai kompetisi nasional sepak bola Indonesia. Melalui ponsel, penggunanya bisa mendapatkan informasi mengenai skor, jadwal pertandingan, serta berita-berita terkini dari konten-konten berita yang ada di situs web Viva News selaku sponsor. Lapangan Hijau juga dilengkapi fitur-fitur lain, seperti reminder jadwal pertandingan sepak bola berbasis SMS dan streaming video liga nasional via perangkat genggam.

Kira-kira, ponsel seperti apa yang mendukung Lapangan Hijau? “Banyak sekali. Semua ponsel yang mempunyai web browser dan didukung oleh Yahoo! BluePrint dapat mengaksesnya,” jawab Rafeeq. “Tentunya, kita membutuhkan akses internet untuk mengakses mobile web-nya,” dia menambahkan.

Setelah Lapangan Hijau, Rafeeq masih berniat untuk mengembangkan berbagai aplikasi mobile lainnya. “Yang jelas, aplikasi apapun yang nanti saya kembangkan harus 'fun' dan bisa dimanfaatkan oleh banyak orang,” ujarnya.
 
Memenangkan YMDA 2009, Rafeequl berhak membawa pulang USD20.000. Dengan hadiah itu, Rafeeq berniat untuk memberangkatkan ibunya naik haji. “Paling pertama, hadiahnya mau saya gunakan untuk memberangkatkan ibu saya pergi haji. Sebagian besar sisanya saya tabung, dan sebagian kecil mungkin buat mendukung hobi saya 'ngoprek' aplikasi baru,” katanya.

Rafeeq memang sudah akrab dengan urusan mengembangkan aplikasi. Sebelum memenangkan YMDA 2009, Rafeeq pernah terpilih menjadi salah satu pemenang di ajang Indonesia Information and Communication Technology Award (INAICTA) 2008. Aplikasi yang diperkenalkannya dalam ajang tersebut bernama EasyHotspot,  yakni sistem penghitungan biaya akses hotspot berbasis teknologi open source.

Potensi Pasar Mobile


Rafeeq menilai, potensi pasar aplikasi mobile di Tanah Air sangat besar. “Kalau melihat kasat mata saja sudah terlihat. Paling gampang kalau kita menonton televisi, berapa banyak iklan SMS premium yang ditampilkan?” ujarnya.

“Dengan aplikasi yang sangat simpel, berupa SMS interaktif saja―malah kadang tidak―sudah banyak sekali yang berminat. Bagaimana kalau berupa applikasi standalone yang bisa menyediakan informasi yang lebih komprehensif dan interaktif bagi para penggunanya?” Rafeeq melanjutkan. Pasti makin banyak peminatnya.

Pemuda berusia 23 tahun ini mengakui, aplikasi lapangan Hijau buatannya kemarin masih bersifat “development-test”. “Jadi lebih dititikberatkan pada ide kreatif dan menunjukan apa yang bisa dicapai dari teknologi Yahoo! BluePrint,” katanya.

Akses Komputer Bermodal Wajah

Teknologi pengenalan wajah, beken dengan istilah facial recognition technology, mulai banyak ditampilkan pada komputer jinjing canggih masa kini. Teknologi ini difungsikan sebagai akses untuk masuk ke dalam sistem komputer, menggantikan sistem password yang sudah umum digunakan.

Dengan teknologi ini, komputer akan mengidentifikasi wajah si pengguna komputer melalui sebuah gambar digital. Sistem akan mencocokkan tekstur wajah si pengguna―bentuk wajah, mata, dan lekuk hidungnya―dengan data yang tersimpan dalam komputer.

Saat ini, mulai banyak pengembang yang membuat aplikasi berteknologi canggih ini. Di dalam negeri, salah satunya adalah Kecapi Software yang mengembangkan FaceLogin. Aplikasi tersebut mulai diperkenalkan pada akhir Februari 2009, dalam ajang Mega Bazaar Computer di Jakarta Convention Center.

Berikut adalah hasil wawancara QBHeadlines.com (QB) dengan Tim Research & Development Kecapi Software (KS) yang diwakili oleh Amir Muhammad, Budi Irawan, dan Wikan Pribadi.

[QB] Kenapa terinspirasi untuk membuat aplikasi FaceLogin?

[KS] Maraknya penggunaan notebook di Indonesia membuat kami tertantang untuk membangun aplikasi kecil dengan teknologi pengenalan wajah yang bisa dipakai semua orang. Dewasa ini, beberapa notebook merek ternama sudah dilengkapi dengan teknologi ini. Jadi, mengapa kami tidak mengembangkannya untuk dapat digunakan di notebook biasa yang sudah dilengkapi web kamera tanpa harus membayar mahal.

[QB] Apa aplikasi ini terbatas hanya untuk notebook?

[KS] Aplikasi ini tidak terbatas berjalan pada notebook saja, bisa juga diinstal di PC.

[QB] Bagaimana cara kerjanya?

[KS] Pada teknologi pengenalan wajah, sensor yang digunakan adalah kamera. Di sini kami hanya butuh web-camera yang biasanya terpasang di notebook masa kini. Supaya FaceLogin dapat bekerja dengan baik, pengguna komputer harus mendaftarkan wajahnya lebih dulu di FaceLoginAdmin.

Setelah proses registrasi selesai, tahap selanjutnya adalah melakukan pengaturan tingkat sensitivitas pengenalan wajah pengguna, hingga dia sendiri merasa nyaman saat dikenali, tetapi orang lain tetap sulit untuk login. Kami menggunakan database sederhana untuk menyimpan semua data yang dibutuhkan, termasuk gambar-gambar wajah pengguna. Database itu tersimpan rapi dalam harddisk komputer.

Setelah proses registrasi selesai, langkah selanjutnya adalah mengaktifkan FaceLogin. Ketika komputer dinyalakan, secara otomatis FaceLogin akan aktif sebelum pengguna bisa melakukan aktivitas dengan komputer.

[QB] Penggunaannya bagaimana? Sulit atau tidak?

[KS] Penggunaan FaceLogin sangat mudah, cukup dengan memilih user yang sudah didaftarkan. Kemudian, hadapkan wajah Anda ke kamera hingga aplikasi FaceLogin menutup dengan sendirinya. (Aplikasi secara otomatis akan memindai wajah pengguna, apakah sesuai dengan yang tersimpan dalam komputer atau tidak.)

[QB] Teknologi apa yang kalian pakai untuk mengembangkan FaceLogin?

[KS] Kami menggunakan bahasa pemrograman C++, library wxWidget, dan opencv.

[QB] Aplikasi ini bisa digunakan pada komputer dengan spesifikasi seperti apa?

[KS] FaceLogin untuk saat ini baru bisa berjalan dengan baik pada sistem operasi Windows XP. Tapi kami akan mengembangkan agar dapat berjalan di Windows Vista. Kami merekomendasikan untuk menggunakan FaecLogin pada komputer dengan Prosesor Intel Pentium 4, Memory 512MB, dan freespace harddisk sebesar 20MB.

[QB] Apa kalian tidak tertarik untuk mengembangkan FaceLogin untuk sistem open source?

[KS] Linux maksudnya? Kami tertarik, tapi mungkin untuk pengembangan selanjutnya. Karena Linux belum punya banyak support untuk webcam. Selain itu, library kami juga belum kompatibel dengan Linux dan biaya riset (untuk mengembangkan FaceLogin untuk Linux) itu tidak kecil.

Pada prinsipnya, saat ini kami punya teknologi deteksi wajah. Nah, teknologi tersebut kami turunkan menjadi aplikasi-aplikasi seperti FaceLogin untuk Windows login, FacePresence untuk sistem absensi, dan FaceGate untuk akses door. Semuanya saat ini baru kami kembangkan dalam lingkungan Windows.

[QB] Sejauh mana tingkat akurasi sistem login ini untuk menangkap gambar wajah? Apakah bisa di-setting sendiri?

[KS] Tingkat akurasi sistem ini bisa di-setting sendiri oleh pengguna. Pengguna bisa memilih dari tingkat akurasi rendah hingga akurasi tinggi.

Tingkat akurasi rendah membuat pengguna bisa lebih mudah masuk, tapi dapat membuka peluang untuk orang yang tidak berhak untuk masuk juga. Sedangkan tingkat akurasi tinggi membuat pengguna lebih strict dalam proses deteksi―wajah tidak boleh miring ke kiri atau kanan, harus benar-benar tepat―tapi orang lain yang tidak berhak tidak bisa masuk.

[QB] Jika sistem login ini bermasalah, apa ada backup-nya?

[KS] Iya, dengan menggunakan isian password jika pengguna sulit untuk terdeteksi.

[QB] Apa tantangan yang kalian hadapi saat mengembangkan aplikasi ini?

[KS] Tantangannya terletak pada teknologi pengenalan wajah itu sendiri. Bagaimana supaya teknologi ini dapat bekerja dengan baik, dengan kondisi wajah dan pencahayaan yang beragam.

[QB] Cahaya berpengaruh pada daya tangkap FaceLogin, ya? Bagaimana jika komputer dipakai di ruang yang gelap?

[KS] Iya, faktor pencahayaan sangat berpengaruh terhadap tingkat akurasi FaceLogin. Jika pengguna berada dalam tempat gelap, FaceLogin sulit untuk mendeteksi. Karena itu, maka kami sediakan isian password sebagai backup.

[QB] Siapa target pengguna FaceLogin? User biasa atau korporasi?

[KS] Kami lebih menargetkan ke user biasa agar manfaatnya bisa langsung dirasakan masyarakat. Tapi tidak menutup kemungkinan untuk digunakan oleh user korporasi.

[QB] Hingga kini, sudah ada berapa jumlah pengguna FaceLogin?

[KS] Lebih dari 500 user.

[QB] Apa FaceLogin bersifat komersial? Bagaimana cara mendapatkannya?

[KS] Software ini bersifat komersial. FaceLogin bisa diunduh dari website http://www.wajahku.com pada menu “Download Area” atau di http://www.absensiwajah.com/FaceLogin.zip. Harganya Rp75.000 dengan garansi satu tahun.

[QB] Apa kelebihan FaceLogin dibandingkan sistem login biasa yang menggunakan username dan password?

[KS] Kelebihannya, FaceLogin menggunakan teknologi pengenalan wajah, teknologi biometrik tercanggih saat ini. Dengan teknologi ini, wajah pengguna menjadi kunci untuk dapat masuk ke sistem. Jadi, lebih aman dan lebih canggih.

Facebook Terbuka bagi Pengembang Software Lokal

Ragam aplikasi tersedia di Facebook, situs jejaring sosial yang sedang ngetren di kalangan pengguna internet saat ini. Aplikasi-aplikasi kecil itu―biasa juga disebut widgets―jadi nilai plus Facebook, baik di mata para penggunanya maupun di kalangan para pengembang software.

Para pengguna punya banyak “mainan” di Facebook, hal yang bikin mereka tidak kapok untuk berkunjung ke situs tersebut. Sementara para pengembang punya banyak kesempatan untuk menawarkan aplikasinya di situs tersebut.

Platform Terbuka

Sejak 24 Mei 2007, Facebook membuka platformnya untuk publik. Sejak itu pula, situs jejaring yang dibangun oleh Mark Zuckerberg ini mengundang para pengembang untuk membuat aplikasi-aplikasi kecil bagi para penggunanya.

Hingga akhir Februari 2009, sudah tercatat 1,5 juta anggota Facebook di Indonesia. Dengan angka tersebut, Indonesia menjadi negara dengan jumlah anggota Facebook terbesar di kawasan Asia. Selain jumlah anggotanya yang semakin besar, komunitas pengembang aplikasi Facebook (Facebook Developers) pun terus berkembang. Untuk mendukung pertumbuhan komunitas-komunitas tersebut, dibentuklah program Facebook Developer Garage.

Sejak pembentukannya, program Facebook Developer Garage sudah melibatkan sekitar 16.000 developer dari seluruh dunia, di lebih dari 45 tempat yang berbeda. Sebut saja Los Angeles, London, Washington DC, Berlin, Athens, Singapore, Beijing, Madrid, Paris, dan Philadelphia sebagai beberapa contohnya.

FBDGI


Sejak 2009 ini, program Facebook Developer Garage juga hadir di Indonesia. Facebook Developer Garage Indonesia, disingkat FBDGI, merupakan komunitas yang terdiri dari para programmer, desainer, Flasher, atau siapa saja yang tertarik untuk ikut mengembangkan Facebook dan platformnya.

Event pertama FBGDI digelar atas kerja sama Facebook Developers Indonesia dengan perusahaan marketing online Think.Web dan komunitas penggiat industri kreatif FreSh! (Freedom of Sharing) di LiFestyle Xntre, Senayan, Jakarta, Sabtu, 28 Maret lalu.

Dalam presentasinya, Endi Hamid, salah satu developer dari Think.Web, menyampaikan, kini sudah ada lebih dari 52 ribu aplikasi yang tersedia dalam Facebook Platform. Setiap harinya, ada sekitar 140 aplikasi baru yang ditambahkan ke dalam Facebook. Jumlah yang fantastis.

Tertarik untuk menambah kaya Facebook dengan aplikasi-aplikasi baru? Asal memiliki akun di Facebook, siapa saja, termasuk kita, juga bisa berkontribusi dan mengembangkan aplikasi untuk Facebook. Untuk membuat aplikasinya, Anda bisa masuk ke halaman http://www.facebook.com/developers.

Menurut Kukuh TW, pendiri Kronologger, yang juga ikut menjadi pembicara dalam acara tersebut, pada dasarnya ada tiga macam aplikasi yang bisa kita kembangkan untuk Facebook. Yang pertama, kita bisa membuat aplikasi baru dengan memanfaatkan (memodifikasi) aplikasi yang sudah ada. Kedua, kita bisa membuat aplikasi baru menggunakan halaman khusus yang tersedia di Facebook dan iframe. Melalui iframe ini, Anda bisa mengaitkan konten aplikasi dari situs web lain ke Facebook. Yang terakhir adalah yang paling sulit―kita bisa membuat aplikasi yang murni kita kembangkan sendiri memanfaatkan API (application program interface) dari Facebook.

Untuk membuat aplikasi, developer setidaknya perlu punya pengetahuan tentang bahasa pemograman, seperti HTML, XHTML, CSS, Java Script, Ajax, Adobe Flash, Microsoft Silverlight, PHP, ASP, dan C++. Aplikasi yang dibuat jangan sembarangan. Selain idenya harus segar dan orisinal, aplikasi juga harus interaktif, bisa jadi sarana komunikasi antarpengguna.


Mengembangkan Komunitas Energi Mandiri Indonesia

Isu mengenai lingkungan hidup menarik perhatian Desideria Cempaka, salah satu  dari tiga mahasiswa yang akan mewakili Indonesia dalam ajang Forum Eco-Minds 2009 Asia Pasifik di New Zealand, akhir Mei mendatang. Dalam essay buatannya, mahasiswa Universitas Atmajaya Yogyakarta ini mengangkat topik mengenai komunitas energi mandiri.

Forum Eco-Minds diadakan oleh PT Bayer dan United Nations Environment Programme (UNEP). Tahun ini, forum tersebut mengangkat tema "Think Sustainable Energy". Selain Desi, dua mahasiswa lain yang akan mewakili Indonesia ke New Zealand adalah Danang Ambar Prabowo (Institut Pertanian Bogor) dan Pradydha Kumayan Jati (Institut Teknologi Bandung).

Tertarik Isu Lingkungan


"Isu lingkungan menarik, soalnya saya suka gemas lihat orang membabat habis hutan dan membunuh hewan dengan gampangnya. Kegemasan itu sampai pada berbagai macam keputusan saya, misalnya terlibat dalam kegiatan lingkungan sampai akhirnya jadi vegetarian," Desi menuturkan.

Dia sendiri sudah mempersiapkan diri selama dua tahun untuk mengikuti Forum Eco-Minds. "Saya sudah dengar tentang kompetisi ini dua tahun lalu. Tapi karena saya nggak ada pengalaman soal lingkungan, ya saya pending dulu. Akhirnya saya bersyukur, tahun ini ada poster Bayer Eco-Minds lagi di kampus, yang bikin saya tertarik untuk ikut serta," katanya.

Essay yang dibuat oleh Desi diberi judul Independent Energy Community to Counter Biofuel Dillema. "Alasan saya memilih topik itu karena saya pernah punya pengalaman soal community development di Gorontalo," papar dara kelahiran Yogyakarta, 17 Februari 1987 itu.

Ada satu filosofi mengenai sustainable energy development yang disukai Desi. "Sustainable development baru berhasil saat pemrakarsanya sudah tidak dibutuhkan lagi oleh komunitasnya, dan komunitas itu bisa berdiri dengan kaki mereka sendiri," kata Desi.

Untuk menyusun essaynya, mahasiswa yang hobi menyanyi, menggambar, dan menari ini melakukan penelitian berdasarkan pengalamannya. "Penelitian ini berdasarkan pengalaman sehari-hari, dari ilmu yang saya peroleh di Gorontalo, dan dari pekerjaan saya sekarang di sebuah NGO (non goverment organization) di Jogja yang bergerak di bidang pendidikan," kata Desi. "Essay ini juga gabungan dari (pengalaman) mengerjakan tugas strategi humas di kampus," dia menambahkan.

Sisi Sosial


Dalam essaynya, Desi lebih fokus membahas tema sustainable energy dari sisi sosial. Menurutnya, pemerintah, NGO, atau suatu perusahaan dapat mengembangkan sebuah proyek komunitas energi mandiri.

Aturan bagi masyarakat yang ingin menjadi anggota komunitas tersebut, misalnya, tidak boleh melakukan penebangan hutan, atau tidak memanfaatkan bahan pangan atau lahan pangan untuk menghasilkan bioenergi.

Bagi tiap anggota komunitas, pihak penyelenggara proyek komunitas energi mandiri akan memberi workshop mengenai cara menghasilkan biofuel atau bioenergi, serta memberi sosialiasi mengenai keuntungan-keuntungan menjadi komunitas yang mandiri secara energi.

"Kalau mereka benar-benar mau dan merasa mampu, pihak komunitas dapat diberikan fasilitas laboratorium, buku-buku (referensi), atau bahkan fasilitas internet. Biar mereka bisa mengakses informasi sendiri soal bioenergi," kata Desi. Selain itu, dia pun menyampaikan ide untuk memberikan penghargaan bagi komunitas yang terbaik, yakni yang sudah memenuhi kriteria tidak merusak hutan, menghasilkan produk bioenergi yang baik, dan anggotanya bisa sejahtera serta menerima hasil bagi keuntungan yang adil. "Komunitas yang berhasil akan menjadi contoh untuk pembentukan komunitas berikutnya."

Kira-kira, apa saja yang akan diperlukan untuk mengadakan proyek semacam itu? "Supervisor, yaitu orang yang bisa menjadi penghubung, serta kerja sama (antara penyelenghara proyek) dengan pemerhati lingkungan untuk sistem evaluasinya. Misalnya NGO atau institusi pendidikan," Desi menjelaskan. Menurutnya, bentuk komunitas energi mandiri pun bisa beragam dan bebas. "Bisa komunitas tanaman hias, komunitas nelayan, komunitas petani, desa, dan lain-lain. Yang penting mereka komunitas, mereka solid dan kompak ingin mandiri secara energi."

Optimistis


Desi menilai, komunitas energi mandiri idealnya merupakan komunitas yang memang ingin bebas dari ketergantungan energi, serta mau berkomitmen untuk melaksanakan program tersebut. Untuk mengembangkannya diperlukan peran serta dari pemerintah, NGO, atau perusahaan. "Semua bisa (mengembangkan) asal punya dana untuk membantu," katanya.

Dia optimistis Indonesia mampu memiliki komunitas energi mandiri. Menurutnya, program pemerintah untuk menghasilkan 5 persen bioenergi di tahun 2025 bisa terwujud, namun bukan dengan membuka hutan dan menanam tanaman macam CPO, atau menghabiskan hutan. "Saya yakin jawabannya adalah dengan meng-empower masyarakat Indonesia," tegasnya.

"Indonesia populasinya 200 juta orang lebih, dengan ratusan ribu komunitas. Artinya, target 5 persen itu bisa dicapai tanpa harus menebang pohon atau menggaet perusahaan besar yang hanya mencari profit." Asal masyarakat diberdayakan dalam komunitas, ujar Desi, mereka dapat memberikan pengaruh ke banyak orang untuk menghasilkan energi bagi mereka sendiri. Komunitas energi mandiri pasti bisa terwujud di Tanah Air.


Gambar: saveourplanet.today.com

Aksara Sunda dalam Format Digital

Oleh: Restituta Ajeng Arjanti

Setelah aksara Bali, Bugis, dan Bali, giliran aksara Sunda atau Ngalagena yang diluncurkan ke dalam format Unicode, yakni standar yang memungkinkan huruf atau aksara ditampilkan dalam program komputer. Dengan standarisasi itu, aksara Sunda bisa dipelajari dan diakses oleh lebih banyak orang.

“Pengkodean ke dalam Unicode bertujuan untuk pelestarian, pengenalan, dan pengakuan terhadap aksara Sunda. Hal ini karena dalam perjalanannya, aksara Sunda sempat 'tenggelam', tidak digunakan dalam kehidupan sehari-hari, tertutup oleh aksara-aksara lainnya seperti Arab, Latin, dan Jawa,” kata Dian Tresna Nugraha, salah satu anggota tim pengembang aksara Sunda dalam Unicode.

Pengembangan


Format Unicode untuk aksara Sunda dikembangkan oleh Dian bersama beberapa pihak. Di antaranya Idin Baidillah (Kepala Balai Pengembangan Pengembangan Bahasa Daerah Dinas Pendidikan Jabar), Oman Abdurahman dan Harja Santana Purba dari Komunitas Urang Sunda di Internet (Kusnet), dan Dadan Sutisna (Redaktur Pelaksana Majalah Cupumanik). Mereka juga dibantu beberapa akademisi yang juga ahli aksara, naskah, dan sastra Sunda dari Universitas Padjajaran dan Universitas Pendidikan Indonesia, yakni Undang A. Darsa, Tedi Permadi, Gugun Gunardi, Agus Suherman, dan Taufik Ampera.

Menurut Dian, tahap pengembangan dilakukan secara bertahap. Proses awalnya dilakukan oleh para peneliti naskah kuno Sunda. “Pada tahun 2005, ada yang mengirim hasil kajian para peneliti tersebut ke mailing list Kusnet (urangsunda@yahoogroups.com), menyebutkan bahwa ada satu sistem penulisan unik yang digali dari khazanah kebudayaan Sunda kuno. Disebutlah ini sebagai aksara Sunda,” papar Dian.

Setelah dia perhatikan, aksara tersebut berbeda dengan aksara Sunda yang pernah dipelajarinya saat di sekolah dasar. Saat itu, aksara Sunda yang dipelajari Dian adalah Cacarakan, yang menurutnya adalah penyederhanaan dari aksara Jawa Hanacaraka. Merasa tertarik, dia lalu mencari tahu apakah aksara Sunda dalam dokumen itu sudah terkomputerisasi atau belum.

“Setelah dicari di internet tidak ditemukan, maka saya inisiatif sendiri membuat rancangan font awal aksara Sunda dengan menyalin bentuk-bentuk yang ada di dokumen itu. Lalu saya kirim kembali ke milis. Sambutannya lumayan,” kata lulusan Teknik Elektronika, Institut Teknologi Bandung ini. Akhirnya, dia pun mendorong Komunitas Urang Sunda di Internet untuk mendaftarkan sistem aksara Sunda ke dalam Unicode. Hingga sekarang, proses pengembangan akasar Sunda dalam Unicode ini sudah berjalan selama tiga tahun. Pada April 2008, aksara Sunda resmi jadi salah satu standar Unicode.

Untuk mengembangkan aksara Sunda dalam Unicode, Dian dan kawan-kawan memanfaatkan beberapa program untuk mendesain font, seperti Fontforge, FontLab, dan FontCreator. “Kami kebetulan menggunakan yang open source, yakni Fontforge, dibantu dengan program freeware dari Microsoft, yakni Microsoft Volt.”

Manfaat


Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi agar suatu aksara bisa masuk ke dalam standar Unicode. “Syarat utamanya, aksara itu adalah aksara yang pernah digunakan oleh satu peradaban, masyarakat, atau budaya,” kata Dian. Untuk memasukkan aksara Sunda ke dalam Unicode, mereka cukup membuat proposal yang mendeskripsikan tentang sistem aksara itu, lengkap dengan usulan tabel aksara yang ingin didaftarkan.

“Kebetulan kami berkorespondensi langsung dengan Michel Everson, anggota konsorsium Unicode, yang juga telah membantu mendaftarkan aksara Bali dan Bugis. Karena itu, waktu diberitahu tentang aksara Sunda, beliau serta merta membantu membuatkan proposalnya,” lanjut Dian. Menurutnya, aksara Sunda dalam Unicode berpotensi untuk digunakan sebagai dokumentasi naskah Sunda kuno. “Selain itu, juga untuk pengajaran. Selebihnya, terserah kreativitas penggunanya.”

Saat ini, sosialisasi tentang aksara Sunda dalam Unicode ini gencar dilakukan oleh Diknas Provinsi Jawa Barat, pada guru-guru bahasa Sunda yang ada dalam wilayah binaannya. Selain itu, penyebarannya juga dilakukan lewat mailing list dan berbagai komunitas. “Untuk sementara, font resmi yang standar dapat di-download dari web milik Kang Dadan Sutisna, www.daluang.com,” kata Dian.

Web 2.0, Ajang Aktualisasi Diri dan Pengembangan Bisnis

Oleh: Restituta Ajeng Arjanti

Jangan remehkan kekuatan internet. Bayangkan, sudah berapa banyak orang menjadi “besar” karenanya. Selain CEO Google Eric Schmidt dan CEO Yahoo Jerry Yang, sebut saja nama Linus Torvalds si penemu Linux dan pencipta Wikipedia Larry Sanger. Mereka memanfaatkan forum diskusi dan milis di internet untuk memperkenalkan ciptaan mereka, dan mengajak orang lain untuk ikut berkontribusi dalam mengembangkannya. Kini, siapa yang tak kenal Linux dan Wikipedia?

Wajah world wide web terus berevolusi, dan prosesnya berlangsung terus-menerus. Saat ini, kita tengah berada dalam era Web 2.0, era yang menampilkan web sebagai perangkat sosial. Di sini, peran serta para pengguna internet—baik dalam komunitas maupun forum—makin tak bisa lepas dari internet, juga perkembangan bisnisnya. Di sini, semua pengguna internet bisa melihat, berkontribusi terhadap isi internet, dan merasa menjadi bagian dari internet itu sendiri.

Bisnis Jejaring Sosial

Web 2.0 mengandalkan konsep social networking. Bagi para pengguna internet, situs-situs Web 2.0 sangat menarik karena dapat dijadikan ajang aktualisasi diri. Lewat situs layanan blog macam Blogger, Wordpress, dan Multiply misalnya, para pemilik blog (blogger) dapat mencurahkan pikiran dan isi hati mereka. Situs lain, seperti Flickr dan Picassa, menawarkan layanan sharing foto bagi para penggunanya. Sementara YouTube dikenal sebagai situs penyedia layanan sharing video.

Model bisnis yang ditawarkan oleh situs-situs berbasis Web 2.0 terbilang menarik, meski dianggap tak lazim layaknya bisnis tradisional. Kita ambil Facebook sebagai contoh. Situs hangout itu kelihatannya hanya mengumpulkan orang-orang muda yang gemar berbagi foto dan sekadar bergaul di internet. Tapi, coba bayangkan, dengan jumlah pengguna online yang berjumlah puluhan juta—termasuk di dalamnya adalah orang-orang kreatif dan pebisnis yang ingin menjalin relasi—berapa besar potensi yang dimiliki Facebook?

Situs ini mengundang para pengembang aplikasi untuk menawarkan “mainan” buatan mereka—berupa aplikasi-aplikasi kecil yang disebut widgets. Ini, selain mengundang lebih banyak orang untuk bergabung sebagai pengguna, juga menarik para pengembang aplikasi untuk terus berkreasi dan memanfaatkan Facebook sebagai media promosi produk mereka. Potensi Facebook tak berhenti sampai di situ. Aplikasi-aplikasi itu kemudian menjadi magnet bagi para pemasang iklan untuk menyelipkan iklan produk buatannya ke sana. Bisa dilihat, pada akhirnya, inovasi yang dilakukan Facebook di situs Web 2.0-nya tak hanya memengaruhi dunia sosial, tapi juga industri.

Beragam inovasi lain juga dilakukan oleh penyedia layanan situs social networking dan blog untuk tetap eksis di jagat online. Blogger, misalnya, kini sudah melengkapi situsnya dengan dukungan video. Flickr, situs layanan sharing foto milik Yahoo baru saja memperkenalkan layanan video online—bersaing dengan YouTube. MySpace merilis situs bilingual sesuai dengan lokasi akses penggunanya. Contohnya MySpace versi Latin yang dibuat untuk para pengguna MySpace di kawasan Amerika Latin. Selain tampil dalam bahasa Latin, MySpace Latin juga menawarkan konten khas komunitas di wilayah tersebut, seputar sepakbola, artis, dan budaya di sana. Jadi, isinya tak sekadar terjemahan dari versi Inggrisnya.

Populer di Dalam Negeri

Situs-situs social networking luar negeri cukup populer si Tanah Air. Shana Fatina, mahasiswa perempuan pertama yang terpilih sebagai Presiden Keluarga Mahasiswa (KM) ITB periode 2008/2009, bisa mewakili para pengguna layanan blog dan situs social networking untuk memberi testimoni. Saat ini, Mahasiswa jurusan Teknik Industri angkatan 2004 ini terdaftar sebagai pengguna layanan situs Friendster, Flickr, dan Blogger.

“Saya ikutan Friendster supaya bisa ketemu teman-teman lama dan baru, supaya bisa update info dari teman-teman lebih cepat, dan supaya bisa berhubungan dengan teman-teman yang sudah jauh, di luar negeri misalnya”, ujarnya.

Shana mengaku, meski tidak selalu meng-update blognya, tiap hari dia pasti membuka akun Friendster-nya dan singgah ke blog-blog orang (blogwalking). Selain memanfaatkan blog sebagai sarana mencurahkan pikiran, dia pun kerap mencari referensi dan opini dari blog-blog orang. “Asyiknya di blog, kita bisa menuliskan pendapat dan dikomentari orang. Apalagi sekarang, layanan blog juga sudah ditambahi banyak aplikasi.”

Saat mengampanyekan diri sebagai Presiden KM ITB, Shana mengaku juga memanfaatkan Friendster dan blognya. Ia mengganti foto di akun Friendster-nya dengan logo ITB dan menambahkan link situs kampanyenya bersama rekannya, Bagus Yuliantok, ke Friendster dan blognya. Mungkin promosi via Friendster dan blog ini jugalah yang juga membuat mereka meraup 2.182 suara, mengalahkan dua pasangan lainnya.

Bapak Blogger Indonesia, Enda Nasution, juga merasakan manfaat menggunakan layanan dari situs-situs social networking. Dia mengaku, situs-situs tersebut memudahkannya untuk meng-update informasi tentang teman-temannya. Karena itu dia mendaftarkan diri di banyak layanan social networking. Di antaranya Facebook, Friendster, Del.icio.us, Flickr, YouTube, Blogger, Twitter, dan Digg.

Web 2.0 Asli Indonesia

Bagaimana dengan perkembangan Web 2.0 di Tanah Air? Menurut Enda, di dalam negeri, sudah cukup banyak situs berkonsep Web 2.0. Contohnya Moodmills.com, Kronologger.com, Blog.detik.com, Dagdigdug.com. Semua asli Indonesia. Namun, tidak semuanya menggunakan engine buatan sendiri.

Menurutnya, situs-situs itu sudah cukup bagus. Moodmills contohnya, mengangkat ide yang baru, lumayan orisinal, memadukan microblogging dan social networking, serta fokus pada mood pengguna. Meski pembuatnya adalah orang Indonesia, situs itu tak hanya menyasar orang Indonesia. Sedangkan Kronologger, menurut Enda, adalah Twitter versi Indonesia. Yang disediakannya adalah layanan microblogging.

Ditanya tentang situs berita dalam negeri, apakah sudah ada yang mengusung konsep Web 2.0, dia menjawab, “Media sosial belum ada yang serius (dengan Web 2.0), paling yang sudah mulai ada itu fasilitas komen saja—seperti di Detik dan KCM, misalnya. Ada juga beberapa situs yang ingin mencoba-coba membuat Digg ala Indonesia, tapi tidak ramai. Wikimu juga bisa dibilang mewakili Web 2.0, modelnya citizen journalism.”

Web 2.0 memang menawarkan potensi bisnis yang besar. Sayangnya, di Indonesia, belum banyak yang secara serius memanfaatkan situs social networking untuk berbisnis. Hal tersebut disampaikan oleh Enda. “Minimal sebatas untuk mengiklankan produk yang mereka jual, contohnya jualan barang di Multiply.”

Menurut Enda, potensi internet di Indonesia masih terbentur oleh masalah infrastruktur online. “Sistem pembayaran dan sistem pengiriman barang yang terintegrasi masih minim, padahal potensinya ekonominya besar. Tambah lagi, Indonesia merupakan negara kepulauan. Kadang, banyak barang yang tidak masuk ke daerah, padahal barang tersebut justru banyak peminatnya di daerah. Makanya banyak orang daerah yang mampu memilih untuk pergi ke Jakarta atau kota besar lain sekadar untuk belanja”, paparnya.

Web 3.0, Seperti Apa?

CEO Google Eric Schmidt pernah memprediksikan Web 3.0 sebagai sebuah cara baru untuk membangun aplikasi. Aplikasi-aplikasi tersebut punya beberapa karakteristik—ukuran mereka relatif kecil dan dapat berjalan di beragam perangkat, bisa PC atau ponsel. Aplikasi-aplikasi tersebut berkembang dengan cepat dan bisa dikostumasi. Mereka didistribusikan secara viral, terutama lewat jaringan sosial atau email. Konsep Web 3.0 begitu dekat dengan Web 2.0, yakni sebagai sebuah istilah baru di dunia marketing.

Kalau begitu, apakah kita sudah berada di dunia Web 3.0—mengingat Facebook dan beberapa situs layanan jejaring sosial juga sudah dilengkapi dengan beragam widgets untuk menunjang kegiatan gaul para pengguna situsnya?

Ditanya tentang hal ini, Enda Nasution punya pendapat sendiri. Menurutnya, apa yang digambarkan sebagai Web 3.0 itu belum terjadi—minimal dalam arti diadopsi oleh pengguna internet secara luas. “IMHO (in my humble opinion), Web 1.0, Web 2.0, dan seterusnya terjadi sebagai refleksi. Artinya, istilah Web 2.0 baru muncul setelah Flickr, Del.icio.us, Digg, Facebook, dan yang lainnya muncul. Dan, karena ada Web 2.0, maka versi Web yang sebelumnya disebut Web 1.0”, jawab Enda.

“Perubahan Web juga tidak seperti episode TV, tapi terjadi secara gradual dan tersambung. Jadi, wajar jika kemudian orang mengira-ngira jika ada Web 1.0 dan Web 2.0, maka akan ada yang ke-3, ke-4, dan seterusnya. Tapi dalam realitanya, hingga hal yang baru itu terjadi, dan kita bisa berefleksi bahwa itu adalah yang namanya Web 3.0, kita tak akan bisa tahu dengan pasti.”

Merujuk ke prediksi Schmidt tentang Web 3.0, menurut Enda, aplikasi-aplikasi kecil (widgets) yang ada di situs-situs jejaring sosial saat ini bisa jadi merupakan bibit-bibit dari Web 3.0. Tapi, apakah itu akan menjadi aplikasi yang digunakan secara luas oleh orang, dan apakah itu yang nantinya akan disebut sebagai Web 3.0—itu juga masih menjadi pertanyaan.
“Business Unusual”, Membangun Bisnis dengan Passion dan Inovasi

Oleh: Restituta Ajeng Arjanti

Arvino Mudjiarto percaya pada kekuatan bisnis sebagai inti dari terciptanya kehidupan yang lebih baik. Ia suka dengan ide tentang “business unusual” yang mengombinasikan bisnis dengan ide, hasrat, brand, kepercayaan, imajinasi, teknologi, dan tanggung jawab sosial untuk menciptakan sebuah produk yang mengagumkan, berbeda, dan inovatif.

Sosok Arvino berdiri di balik penghargaan-perhargaan yang diperoleh PT Worxcode Imagineering Indonesia, sebuah perusahaan pengembang solusi TI di Jakarta yang dibangunnya sejak tahun 2002. Dalam kancah internasional, Worxcode pernah menerima penghargaan sebagai juara 1 CTO Innovation Excellence Award di Asia Pasifik tahun 2006, dan juara 1 Best Consultant & System Solutions di Asia Pasifik tahun 2007. Keduanya diadakan oleh IBM Worldwide. Worxcode juga merupakan perusahaan Indonesia pertama (dan di wilayah ASEAN) yang pernah memenangkan “Oscar” IBM tersebut sebanyak dua kali berturut-turut.

Dalam asuhan Arvino, banyak perusahaan besar yang memercayakan pengerjaan sistem dan integrasinya ke Worxcode. Contohnya adalah Telkom Indonesia, Astra International, Hyundai (Korea), Surveyor Indonesia, Bank Indonesia, Bank Danamon Indonesia, dan Bank Negara Indonesia. Worxcode merancang dan mengembangkan software Knowledge Management, sistem Electronic Document, dan sistem Knowledge Delivery untuk klien-kliennya.

Arvino bukanlah sosok tanpa visi. Ia bercita-cita untuk membawa Worxcode ke dunia yang berbeda dan mempertajam fokus perusahaannya itu dengan cara yang unik. Di rubrik Innovation minggu ini, pada QB Headlines (QB), Arvino (AM) berbagi cerita tentang Worxcode dan mimpi-mimpinya.

QB: Apa core business Worxcode?

AM: Kami menjual “inovasi praktis”. Tujuan kami mendirikan Worxcode sebenarnya adalah untuk menyediakan “new code of working”—cara kerja yang praktis, inovatif, dan penuh passion bagi dunia dan masyarakat global. Nah, dari sinilah nama “worxcode” berasal, dari kata “work's code”.

Saya dan tim mengerjakan projek perancangan dan pengembangan software otomasi untuk industri. Kami pernah mengimplentasikan sistem intranet terluas di wilayah Asia, merancang dan mengembangkan software Knowledge Management, sistem Electronic Document, dan sistem Knowledge Delivery untuk klien-klien kami.

QB: Bagaimana model bisnisnya?

AM: Di awal berdirinya, Worxcode mulai dengan menjalankan bisnis kontruksi dan desain software otomasi. Keduanya menuntut kemampuan para staf dan personil Worxcode—intinya perusahaan secara keseluruhan—untuk terus bersaing dan berkontribusi.

Dalam prosesnya, kami merancang solusi-solusi software yang benar-benar baru, yang kompleks dan belum pernah ada sebelumnya. Kami membangun sistem otomasi, merancang arsitektur sistem, dan mengintegrasikannya bagi klien-klien kami.

QB: Solusi-solusi seperti apa yang ditawarkan bagi klien-klien Worxcode?

AM: Kami selalu berusaha memberikan solusi paling inovatif, menggemparkan, dan punya daya tarik—solusi yang “tiada duanya”, yang menawarkan kemudahan. Meski simpel, solusinya sebisa mungkin harus menarik, cerdas, dan punya nilai kesempurnaan.

QB: Apa hal yang menurut Anda menarik dari pekerjaan dan bisnis Anda?

AM: Ada dua hal yang menurut saya menarik. Pertama, kami menjalankan bisnis kami dengan passion. Kami melakukan hal-hal yang berbeda. Dan, kami tidak menjalankan bisnis yang “biasa” seperti yang orang lain tahu sebagai “ini nih cara menjalankan bisnis sejak jaman dulu”. Sejak hari pertama Worxcode berdiri, kami memilih inovasi, daya khayal dan imajinasi, dan penerapannya ke masyarakat luas sebagai lahan kerja dan misi kami.

Kami—mungkin, meminjam ungkapan dari founder Body Shop, Anita Roddick—adalah sebuah “business unusual”. Kami cukup tahu kapasitas kami adalah untuk bersaing, kami tahu hasrat kami adalah untuk berinovasi, dan kami menjalankan itu sebagai sebuah bisnis. Seperti kata Alan Kay, “The best way to predict the future is to invent it”. Nah, kami benar-benar memasukkan kata-kata itu ke dalam hati. Bisnis kami adalah bisnis yang penuh hasrat, “passionate business”.

Hal menarik yang kedua, kami menjalankan bisnis untuk memajukan masyarakat secara luas. Saya selalu ingat hari itu, 20 Februari 2002, pukul 20.02, saat di mana kami meluncurkan dan mulai menjalankan perusahaan ini. Sambil makan malam, saya bertanya pada diri saya sendiri, apa sih tujuan dan alasan sebuah bisnis (baru) diciptakan? Kenapa saya membangun Worxcode sebagai sebuah perusahaan? Perjalanan yang akan saya lalui bersama Worxcode tentunya akan menjadi perjalanan panjang yang penuh passion. Dan jawaban ini terlintas di benak saya, “Satu-satunya alasan tepat mengapa sebuah perusahaan dilahirkan adalah agar satu saat nanti perusahaan itu dapat berkontribusi bagi kebaikan masyarakat luas”.

Saya sampaikan pendapat tersebut ke teman saya, dan sejak saat itu, pemikiran tersebut menjadi panduan kami untuk menjalankan bisnis.

QB: Di blog, Anda banyak berkomentar mengenai desain. Menurut Anda, seberapa besar kekuatan desain terhadap sebuah produk? Lalu, bagaimana efek desain terhadap nilai perusahaan penciptanya?

AM: Kami percaya, pada dasarnya ada hanya ada 2 jenis produk: produk yang diciptakan dengan passion dan produk yang membosankan.

Produk yang dirancang dengan apik, tanpa dapat dijelaskan, memiliki aura magis yang merefleksikan bahwa produk tersebut dibuat sebagai inovasi, sebagai sesuatu yang dibuat dengan passion, keahlian, dan kesungguhan penciptanya. Makanya hasilnya sempurna. Sebaliknya, produk dengan desain yang payah akan terlihat membosankan dan biasa saja. Mungkin orang yang melihatnya akan berpikir, kenapa sih ada orang yang mau membuatnya lalu menjualnya.

Menurut saya, desain yang menarik merefleksikan hasrat si pencipta produk, keinginannya untuk berinovasi, dan daya khayalnya. Detail yang rumit dan cermat akan membuatnya tampak bagus. Yang jelas, produk dengan desain hebat akan memancarkan aura mengagumkan yang menyentuh hati orang.

QB: Bisa menyebutkan contoh produk yang menurut Anda bagus dan inovatif?

AM: Menurut saya, produk-produk Sony—terutama saat perusahaan itu masih dipimpin oleh sang founder Akio Morita—termasuk yang hebat, yang bisa jadi kesayangan industri elektronik dunia. Contohnya Walkman, handycam, dan desain Sony compo. Semuanya membuat orang kagum dan takjub, makanya produk-produk itu akan terus dikenang.

Contoh produk inovatif berdesain bagus yang bisa kita lihat saat ini adalah produk-produk Apple—bisa bikin kita “panas-dingin” dan penasaran untuk memilikinya. Lihat saja—iPod Touch dan software yang ditanam di dalamnya, MacBook Air yang super tipis dan super ringan, dan desain Mac OS yang terbaru—semua menarik perhatian. Kita menyukainya!

Kembali ke pertanyaan sebelumnya, mengenai efek desain terhadap perusahaan pembuatnya, menurut saya, produk dengan desain hebat akan memenangkan pasar. Produk-produk ini—kita sadari atau tidak—seharusnya membuat masyarakat hidup dengan lebih baik, dan merasa gembira dan bangga karena memilikinya. Pada akhirnya, itu akan membuat perusahaan yang memroduksinya menjadi hebat dan bernilai tinggi pula.

QB: Menurut pendapat Anda, bagaimana persaingan di industri software saat ini? Apa yang dibutuhkan oleh perusahaan untuk tetap bertahan?

AM: Persaingan bisnis saat ini demikian ketat. Untuk tetap bertahan, perusahaan harus memiliki daya inovasi, imajinasi, dan kesempurnaan sebagai inti bisnisnya. Kontribusi ke masyarakat juga perlu selalu dilakukan. Cobalah untuk selalu menjalankan bisnis yang jujur dan dengan passion. Apapun yang terjadi, jangan pernah berbuat curang.

QB: Bisa tidak bercerita tentang projek yang sedang Anda tangani, dan inovasi seperti apa yang Anda masukkan ke dalamnya untuk menghasilkan sesuatu yang “tak biasa”?

AM: Kami masih terus menjalankan bisnis perancangan dan pengembangan software otomasi. Tahun ini kami ingin mencapai penetrasi pasar. Sayangnya, kami belum bisa bercerita tentang projek yang kami tangani sekarang—sama seperti kita tidak boleh mengumbar rencana kita, kan? Yang pasti, kami masih menjalankan hal yang kami sukai, yang membuat kami bangga menjadi bagian di dalamnya.

QB: Apa mimpi masa depan Anda—untuk diri sendiri, dan bisnis Anda?

AM: Saya, juga Worxcode, ingin sekali melihat lebih banyak kontribusi bisnis di Indonesia bagi masyakarat. Pasti hebat sekali jika kita bisa melihat bisnis-bisnis di dalam negeri mampu menjadi jantung bagi pengembangan industri global, bukan melihatnya tertinggal dari negara lain.

Kami ingin sekali melihat inovasi, imajinasi, dan kesempurnaan menjadi trademark perusahaan-perusahaan Indonesia. Kami juga ingin sekali satu saat nanti perusahaan Indonesia bisa menjadi “truly Asia Global company” yang punya ciri khas Indonesia, dan terdiri dari orang-orang bisnis yang cerdas, bijaksana, dan jujur. Dengan begitu, kita bisa menciptakan dunia yang lebih baik, memberikan hal-hal positif dalam kehidupan banyak orang, dan melaju ke dunia global.

Untuk diri kita sendiri, kita bisa bekerja keras sambil menikmati pekerjaan kita. Siapa tahu, satu saat nanti, kita bisa melahirkan “Sony” dan “Apple” Asia, perusahaan software Asia yang dihargai dan dicintai, juga brand yang mendapatkan tempat di hati banyak orang.

Sekilas Arvino Mudjiarto
Founder & President Director Worxcode, perusahaan perancang dan pengembang software otomasi yang berbasis di Jakarta. Sejak 2002, Arvino menjalankan bisnis Worxcode yang dibangunnya bersama ibundanya. Saat ini, Arvino tinggal di Bandung dan Jakarta. Baginya, internet juga sudah jadi tempat tinggalnya. Untuk melihat salah satu “rumah” Arvino, Anda dapat berkunjung ke arvino.typepad.com.

Entrepreneur

Entrepreneur

Banyak orang berpikiran bahwa menjadi seorang entrepreneur haruslah memiliki modal yang kuat. Padahal modal bukanlah hal yang mutlak dan harus ditakuti. Hal yang terpenting lainnya adalah kemauan dan usaha yang keras serta didukung oleh perencanaan konsep yang kuat.

Berikut ini adalah beberapa hal yang sebaiknya dimiliki seorang entrepreneur :

Pertama, perluaslah pengetahuan dan kemampuan secara lengkap dan merata. Beberapa ilmu yang sebaiknya anda kuasai antara lain, kemampuan membaca dan menganalisis laporan keuangan serta kemampuan berbahasa asing.

Kedua, memiliki intuisi bisnis yang kuat dan mampu berpikiran kreatif. Intuisi bisnis ini sebaiknya mulai dibangun sejak sekolah. Contohnya, anda dapat memulainya dengan usaha kecil-kecilan terlebih dahulu, sebelum melanjutkan ke usaha yang lebih besar. Selain itu, kemampuan untuk melihat peluang pasar yang menjanjikan dan baru pun perlu terus ditempa. Contoh pasar yang berpotensi untuk diolah adalah industri kreatif.

Ketiga, menjiwai bidang usaha yang akan dijalani. Menjalani sebuah usaha yang memang menjadi cita-cita dan mimpi kita sejak kecil tentu memiliki kemungkinan untuk berhasil yang cukup besar, dibandingkan menjalani usaha yang tidak kita jiwai. Namun, penjiwaan ini sebaiknya diimbangi juga dengan perhitungan yang matang, apakah usaha tersebut berprospek cerah atau tidak ke depannya.

Keempat, memiliki integritas. Integritas ini sebuah masalah attitude dari seorang entrepreneur. Entrepreneur yang sukses akan memiliki integritas terhadap apa yang sudah dia katakan ke customer. Kalau dia sudah mengatakan A ke customer, maka dia akan memberikan produknya sesuai dengan apa yang dikatakan walaupun itu mengakibatkan kerugian.

 

Kecerdasan Financial vs Kecerdasan Intelektul



Masih ingatkah anda akan nasehat popular yang dulu sering dinasehatkan oleh orang tua atau guru di sekolah? “Belajarlah yang pintar nak biar nanti kamu gampang cari pekerjaan supaya bisa hidup enak dan sukses” Sebagian besar kita masih beranggapan bahwa nasihat itu benar dan penting. Bagaimana dengan anda?

Sayapun pada awalnya berpendapat sama, tapi perjalanan dan pengalaman saya membuktikan bahwa sebagian besar orang yang pintar (cerdas secara intelektual) malah bekerja pada orang yang bodoh (tidak cerdas secara intelektual, tetapi cerdas secara financial). Saya sendiri pernah menyelesaikan pendidikan S2 di UGM, tapi pada awal kerja saya, malah bekerja pada perusahaan yang direkturnya malah hanya lulusan SMU, dan semua karyawannya adalah sarjana kecuali OB. nah lho… benar kan kata saya.

 

Sejak kecil kita seringkali ditanamkan untuk belajar dan berprestasi di sekolah, sehingga dalam mindset kita secara tidak sadar akan tertanam pemikiran, bahwa kalo mau sukses maka harus memiliki pendidikan yang tinggi, sehingga selepas sekolah atau kuliah akan mencari pekerjaan sesuai dengan ijasah kita, seperti yang saya alami dulu. Ternyata akhirnya bekerja pada perusahaan yang pemiliknya Cuma lulusan SMA tapi kok bisa lebih kaya dari saya ya….

 

Ternyata cerdas intelektual itu bukan jaminan untuk membawa kita mencapai kesuksesan dan kekayaan, bukankah seorang guru atau dosen adalah orang yang memiliki kecerdasan intelektual, akan tetapi banyak kita temukan para kaum pendidik yang hidupnya pas-pasan, Banyak lagi para sarjana yang nganggur ataupun terpaksa bekerja di bidang yang tidak sesuai dengan background pendidikannya dan jauh dari kesuksesan.

 

Kecerdasan intelektual cenderung membuat otak kiri sangat aktif sehingga lebih memilih cara aman dalam hidup sehingga setiap bulan pasti terima gajian, yaitu jadi pegawai. Sebaliknya orang yang bodoh (tidak cerdas secara intelektual) akhirnya mengambil jalan jadi pengusaha (karena melamar jadi pegawai tidak diterima), dan tidak jarang menjadi pengusaha yang sukses, dan akhirnya malah merekrut pegawai yang lebih pintar (sarjana). Bahkan pada akhirnya bisnisnya malah berkembang pesat.

 

Saya memutuskan untuk tidak terjebak dalam dunia kerja yang terlalu lama, maka setelah 6 bulan bekerja di perusahaan orang saya putuskan untuk “memajukan diri” (berhenti jadi pegawai dan menjadi pengusaha) walaupun pada saat itu belum tahu harus usaha apa. Yang penting berani “Action” untuk “memajukan diri”.

 

Ternyata tidak salah keputusan saya, setelah beberapa kali gagal dalam usaha, akhirnya kursus bahasa Inggris SMART ENGLISH yang dulunya hanya 1 outlet sekarang bisa berkembang menjadi 21 outlet di seluruh Indonesia. Dengan metode Student Active Center yang unik bisnis ini bahkan telah dapat dimiliki oleh siapa saja dengan system franchise.

 

            Apabila kecerdasan financial kita diasah maka secara tidak langsung akan mengasah intelektual kita juga, yang pada akhirnya dapat melakukan apapun yang kita inginkan tanpa harus menguasai masalahnya secara detail. Saya pernah memiliki perusahaan percetakaan, biro iklan, dan tabloid, dan juga bisnis telekomunikasi yang tersebar di beberapa kota, akan tetapi sampai semua bisnisnya tutup dan bangkrut saya sama sekali tidak bisa dan tidak tahu proses cetak-mencetak, desain, apalagi menghandle perusahaan telekomunikasi saya. Untuk setiap pekerjaan yang memerlukan keahliannya, kita dapat bekerja sama atau mempekerjakan staf yang menguasai bidang tertentu, sehingga bisnisnya jalan, yang punya bisa jalan-jalan. Saya yakin anda pasti bisa. Saya pernah melakukannya. Pasti Bisa !!!

by : Eko P. Wardany (owner Smart English).

Make a Free Website with Yola.