Video Betti Ngamen untuk Anak Jalanan

Motion Capture Software Buatan Indonesia

QBHeadlines.com – Meski belum sehebat industri animasi di luar negeri, industri animasi di Tanah Air mulai menunjukkan perkembangan yang positif. Selain beberapa serial animasi asli buatan dalam negeri tampil di beberapa stasiun televisi lokal dan nasional―seperti Kabayan dan Lip Lap, Kuci, dan Catatan Dian―ada pula aplikasi motion capture (mocap) buatan Indonesia. Namanya McGegas.

McGegas dikembangkan di Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), Surabaya, oleh Mochamad Hariadi, Kepala Lab Multimedia dan Telematika, Jurusan Teknik Elektro ITS Surabaya Indonesia, bersama beberapa mahasiswa S2 dan S3 yang mengambil fokus Game Technology di jurusan tersebut.

Hariadi sendiri memang sudah tertarik pada animasi sejak kecil. "Saya maniak animasi sejak kecil, mulai dari film Jepang Voltus V sampai (sekarang) Naruto, Doraemon, dan lain sebagainya," akunya. "Makanya saya kepengin sekali sekolah di Jepang."

Kebetulan, saat mengambil gelar Master dan Phd di Tohoku University Jepang pada 2000-2006, Hariadi banyak mengerjakan hal yang berkaitan erat dengan pembuatan film animasi dan game. Sekembalinya ke Indonesia pada 2006, dia lalu mengubah lab Multimedia Network―yang sebenarnya telah berdiri sejak 1981―menjadi Lab Multimedia dan Telematika ITS.

Mocap Software Lokal Pertama

McGegas terdiri dari tiga bagian besar. "Yang pertama adalah mocap (motion capture) software. Yang kedua adalah animation database engine, dan yang ketiga adalah render farm," kata Hariadi. McGegas adalah pengembangan dari riset teknologi grid yang pernah dibuatnya menggunakan dana riset dari lembaga JICA Jepang.

Dari hasil diskusinya dengan beberapa pelaku industri animasi, Hariadi mengetahui bahwa salah satu tantangan terberat dalam membuat sebuah karya animasi adalah dalam proses pembuatan gerakan obyek―bagaimana membuatnya tampil realistis dengan waktu yang relatif cepat. Dari situ, dia dan timnya lalu mengembangkan McGegas.

Dengan McGegas, gerakan manusia sebagai model untuk objek 3D dapat ditangkap (capture) secara cepat dan akurat. Hasil dari proses capture tersebut lalu ditransformasikan menjadi gerakan model 3D yang diinginkan.

Modal pengembangan McGegas memakan dana sekitar Rp500 juta. Dana itu sudah termasuk untuk membeli server dan cluster grid untuk software render farm. Software ini dikembangkan menggunakan beberapa teknologi open source.

"Untuk teknologi render farm, kami menggunakan globus server dan toolkitnya. Lalu, kami menggunakan Blender untuk modeling animasinya," ujar Hariadi. Sementara untuk melakukan pengaturan dan rendering frame, mereka menggunakan Yadra. Selain itu, Hariadi dan timnya juga menciptakan teknologi artificial intelligent (AI) untuk melengkapi McGegas.

Saat ini, sudah ada beberapa studio animasi yang menggunakan McGegas, yakni CAM Solutions dan Kdeep Animation. Kedua studio itulah yang memproduksi serial animasi "Catatan Dian".

Meski masih dalam tahap pengembangan, McGegas menawarkan beberapa kelebihan ketimbang software animasi komersial lainnya. McGegas, menurut Hariadi, unggul dari sisi biaya karena pembuatannya yang menggunakan peralatan sederhana.

Beda dengan mocap software lainnya, McGegas tidak dikembangkan menggunakan peralatan magnetik dan laser. "Jadi, (harganya) jadi relatif lebih murah sekitar 25 persen dari harga luar," tutur Hariadi.

Animasi di Dalam Negeri

Bicara tentang perkembangan pendidikan animasi di dalam negeri, Hariadi menilainya positif. "Perkembangannya bagus sekali, bahkan beberapa animasi kita menang di festival di luar negeri," tuturnya. Depdiknas pun, menurutnya, sudah mulai menggalakkan pendidikan animasi sejak beberapa tahun lalu.

Kendati demikian, masih ada tantangan yang harus dihadapi oleh industri animasi di dalam negeri. "Tantangannya adalah, bagaimana animasi buatan kita bisa menjadi tuan rumah di negerinya sendiri. Itu yang berat. Kalau teknologinya, saya yakin kita bisa mengejar dan bersaing (dengan negara lain)," ujar Hariadi. Dia akui, kemampuan animator dalam negeri tidak kalah dengan animator luar negeri.  Buktinya, ada banyak perusahaan animasi di luar negeri yang meng-outsource animator asal Indonesia. (Oleh: Restituta Ajeng Arjanti)
 Hacker Putih, Partner Keamanan Sistem Komputer

Oleh: Restituta Ajeng Arjanti

Di Indonesia, istilah hacker kerap mengundang kontroversi. Banyak orang memandangnya miring, dengan konotasi sebagai penjahat. Padahal, otak dan hobi mereka mengutak-atik sistem komputer bisa dimanfaatkan untuk hal yang menguntungkan bagi banyak pihak.

Insiden Keamanan

Di Indonesia, kasus hacking atau pembobolan sistem informasi kerap terjadi. Hal itu dituturkan oleh Muhammad Salahuddien, Wakil Ketua Indonesia Security Incident Response Team on Internet Infrastrucure (ID-SIRTII) yang kerap disapa Didin, dalam koferensi pers menjelang ajang nasional “Biggest Hacker’s Day Event in Indonesia”, di Jakarta Convention Center (JCC), Rabu (11/6) lalu.

Menurut Didin, spionase di dunia industri dan korporasi menggunakan teknik phising atau penipuan lewat email juga kerap terjadi tanpa disadari oleh pihak korbannya. “Bahkan, website milik presiden pun setiap harinya bisa menghadapi 3.000 serangan,” tuturnya.

Jika Anda ingat, Indonesia pernah dihebohkan dengan berita mengenai insiden hacking yang menyerang situs web milik KPU. Beda dengan pendapat banyak orang, Didin berpendapat bahwa insiden hacking tersebut besar karena semata bermuatan politik. Jika ditilik secara kualitas, masih ada insiden lain yang lebih besar dari kasus tersebut, yakni serangan botnet dan virus. Botnet adalah komputer yang dikendalikan oleh penjahat internet, umumnya untuk menyebarkan spam.

Kendati demikian, Didin mengatakan, virus menempati posisi pertama insiden keamanan di Indonesia. Penyebabnya tak lain adalah masih banyaknya pengguna aplikasi bajakan di Tanah Air. “Kalau menggunakan platform Windows berlisensi, pasti software-nya senantiasa update. Kalau software-nya senantiasa update, tentu insiden keamanan karena virus makin minimal,” kata Didin.

Potensi Hacker Indonesia

Kalau ditanya, potensi besar apa yang dimiliki Indonesia, tak salah kalau kita menjawab sumber daya manusia. Ya, Indonesia punya banyak orang pintar. Tapi, kenapa masalah keamanan komputer masih jadi kendala? Kenapa jumlah kejahatan yang menyalahgunakan komputer masih banyak?

Tunggu dulu. Jangan langsung menyebut kata “hacker” sebagai tertuduh. Di Indonesia, masih banyak orang yang salah mengartikan hacker sebagai penjahat internet. Padahal, hacker sendiri ada banyak macamnya.

Anselmus Ricky, seorang praktisi TI yang memiliki nama maya “Th0r”, mengatakan, “Di awal kemunculannya pada tahun 1960-an. Istilah hacker dipakai untuk menyebut orang-orang jenius di bidang komputer. Mereka juga dikenal sebagai white hat hacker, alias hacker putih. Sedang yang jahat dan suka merusak disebut sebagai cracker atau black hat hacker.”

Ricky menyampaikan, selain hacker putih dan hitam, masih ada hacker biru dan abu-abu. “Istilah grey hat hacker biasa dipakai untuk menyebut orang yang masuk ke dalam sebuah website tanpa ijin, tapi tidak merusak. Ia hanya meninggalkan pesan dan nama, biasanya berbunyi “hacked by X (nama hacker)”. Kalau blue hat hacker dipakai untuk menyebut orang yang mengajar tentang keamananan sistem,” jelasnya.

Tentang potensi hacker di Indonesia, James Purnama, Coordinator of ICT & IS Department Swiss German University-Asia, berpendapat, siapa saja yang paham tentang sistem―atau administrator sistem―berpotensi menjadi hacker. “Teman dari administrator sistem pun bisa jadi seorang hacker,” katanya.

Hal menarik dituturkan oleh Ketua ID-SIRTII, Richardus Eko Indrajit. Dia mengatakan, ID-SIRTII berencana untuk mengajukan pelajaran security management untuk masuk dalam kurikulum wajib di fakultas ilmu komputer. Jepang sudah tahu ke mana dunia TI-nya akan dibawa, yaitu bidang robotika. Ia berpendapat, Indonesia yang sering keluar sebagai juara hacking bisa fokus untuk membawa TI-nya ke bidang keamananan.

“Jadi, orang-orang yang ingin mencari ahli security, bisa mencarinya di Indonesia. Sama seperti orang mencari bibit pecatur akan menengok Rusia yang terkenal sebagai gudang pemain catur hebat,” katanya.

Hacker Beretika

James menuturkan, kegiatan cracking di Indonesia banyak dilakukan oleh anak-anak muda, kebanyakan anak SMA dan mahasiswa. Asal Anda tahu, para hacker-wannabe, orang-orang yang pengin menjadi hacker, yang umumnya berusia muda, kebanyakan belum bisa berpikir secara dewasa. Mereka kerap menjajal kemampuannya demi nama dan gengsi. Tanpa pengarahan, mereka bisa menyalahgunakan ilmunya untuk berbuat kejahatan. Mencari untung lewat carding, kejahatan yang memanfaatkan kartu kredit, misalnya.

Meski masih dianggap kontroversial, ternyata banyak orang tertarik untuk tahu lebih dalam tentang hacking. Mereka umumnya kaum muda. Hal itu juga bisa dilihat dari penuhnya bangku penonton di ajang Hacker's Day, yang digelar bersamaan dengan Festival Komputer Indonesia, di JCC, Kamis (12/6). Mayoritas peserta acara tersebut adalah kaum muda.

Pertanyaannya sekarang, apa yang harus dilakukan agar potensi anak-anak muda ini tidak disalahgunakan? Alih-alih menggunakan kemampuan mereka untuk berbuat jahat, bukankah lebih baik jika mereka diajak bekerja sama untuk menjaga sistem dan server?

Jika ditanya, ada berapa banyak hacker di Indonesia, jawabannya belum ada karena belum pernah ada survei yang dilakukan untuk menghitung jumlah mereka. Namun, jika ditanya, ada berapa jumlah hacker di Indonesia yang memiliki sertifikat, Tin Tin Hadijanto, wakil dari lembaga sertifikasi hacker EC Council, bisa menjawabnya. “Di lembaga kami, sudah ada 250 orang hacker beretika yang certified,” katanya.

Inilah fungsi lembaga sertifikasi hacker: membangun kesadaran orang-orang jenius di bidang komputer tentang keamanan. Bukankah untuk menghentikan serangan hacking, kita membutuhkan kemampuan hacker menerobos sistem dan jaringan? Jasa hacker putih yang beretika bisa disewa oleh perusahaan untuk mengamankan sistem dan jaringan mereka.

Seperti dikatakan oleh Eko Indrajit, memasuki era globalisasi, berbagai batasan akan hilang, dan kebutuhan akan keamanan semakin tinggi. Jadi, kenapa kita tidak memandang hacker dengan cara yang baru, sebagai partner kreatif yang bisa digandeng untuk mengatasi masalah keamanan?


Belajar Sains dan Teknologi di EngineeringTown

Bagaimanakah cara kerja mesin diesel? Mengapa langit berwarna biru? Apa itu efek rumah kaca? Sering kewalahan menghadapi pertanyaan-pertanyaan semacam itu dari anak Anda? Jangan bingung, jawaban-jawabannya dapat Anda temukan di Engineeringtown.com, sebuah website yang menampilkan beragam konten seputar sains dan teknologi.

Engineeeringtown.com digagas oleh Paramita Atmodiwiryo, ST, M.Arch, PhD, Direktur Engineering Data and Information Center (EDIC) serta Career and Development Center (CDC) di Fakultas Teknik Universitas Indonesia. Paramita tertarik mengembangkan situs ini karena dia melihat belum ada situs khusus yang menyorot ilmu keteknikan di Indonesia.

Referensi bagi Masyarakat Umum

"Misi situs  ini adalah menjadi referensi bagi masyarakat umum, serta pelajar dan guru pada khususnya, dalam menambah pengetahuan di bidang keteknikan," papar Romie Alpha yang bertanggung jawab dalam pengembangan bisnis Engineeringtown. Romie menambahkan, kendati proyek ini digarap oleh EDIC yang merupakan salah satu unit usaha di bawah Fakultas Teknik UI, namun UI tidak terlibat dalam pengelolaan website ini.
 
Engineeeringtown.com mulai dipublikasikan pada Agustus 2009. Target pembacanya adalah anak-anak, remaja, serta para guru. Menurut Romie, memasuki awal 2010, pihaknya mulai memperkenalkan media edukasi online ini ke kalangan sekolah-sekolah secara bertahap.

Konten-konten yang ada dalam Engineeeringtown.com bersifat ringan. Jadi, bisa dinikmati oleh siapa saja, mulai dari anak-anak hingga dewasa. "Konten-konten  yang terdapat di Engineeringtown.com mulai dari hal-hal keteknikan yang sangat mendasar untuk anak tingkat Sekolah Dasar (SD), berita mengenai perkembangan dunia keteknikan terkini, sampai beasiswa di bidang teknik bagi mereka yang ingin melanjutkan kuliah S2," Romie menjelaskan. 

Konten Edukatif


Beragam konten yang bersifat mendidik dapat dibaca di website ini. Kontennya dikelompokkan menurut tingkatan usia dan level pendidikan—untuk anak-anak, remaja, serta pengajar.

Halaman Engineering for Kids ditujukan bagi anak-anak. Tampilan halaman dan penyajian kontennya dibuat sedemikian rupa untuk menarik perhatian anak-anak agar mau belajar mengenai keteknikan. Di halaman ini, anak-anak bisa membaca mengenai profil para penemu dan hasil temuannya.

Halaman Engineering for Teenagers ditujukan bagi para remaja yang menyukai bidang teknis dan sains. Di sini, ditampilkan berbagai informasi seputar inovasi teknologi, link website yang bisa dijadikan referensi mereka dalam belajar, serta beragam informasi mengenai jurusan-jurusan teknik, beasiswa, dan tips-tips yang menarik bagi para remaja.

Sementara halaman Engineering for Teachers ditujukan bagi para pengajar sains dan teknologi. Melalui halaman ini, tim Engineeringtown.com ingin membagikan informasi yang berkaitan dengan bidang yang mereka ajarkan—agar  proses belajar dan mengajar bisa berjalan dengan menarik. Di halaman ini pun ditampilkan berbagai link website sebagai referensi, serta informasi mengenai pelatihan dan seminar bagi para guru.

Promosi ke Sekolah-sekolah

Saat ini, pengisian konten pada website tersebut baru dilakukan oleh tim Engineeeringtown.com. "Namun, bagi yang berminat untuk menjadi kontributor bisa mengirimkan informasi (artikel) dengan mengirim email ke info@engineeringtown.com," ujar Romie. Artikel yang menarik akan dimuat oleh timnya. Tentunya identitas si kontributor juga akan ditampilkan di website.

Berhubung media edukasi online ini baru seumur jagung, jumlah pengunjungnya baru sekitar 2.000 per bulan. Karena itulah, Romie dan timnya mulai giat mensosialisasikan Engineeeringtown.com secara khusus ke berbagai sekolah. "Sejauh ini, promosi kami lakukan dengan mengirim surat ke sekolah-sekolah, apalagi dalam waktu dekat kami akan mengadakan lomba kreativitas untuk anak," katanya.

Karena konten-konten dalam EngineeringTown.com bersifat teknis yang umum, siapa saja bisa merasakan manfaatnya. Potensi bisnisnya pun diakui oleh Romie cukup luas. "Website ini berpotensi untuk bekerja sama dengan semua pihak, baik sekolah, masyarakat, pemerintah, maupun industri yang bergerak di bidang keteknikan maupun pendidikan secara umum," katanya. (Restituta Ajeng Arjanti)


 “Mainan-mainan” Baru Dunia Web 2.0

Oleh: Restituta Ajeng Arjanti

Di era Web 2.0, para penyedia layanan online berlomba menyuguhkan “mainan” yang bagus bagi para penggunanya. Tujuan akhirnya sama: untuk memperluas pasar mereka.

Sepekan lalu, dua situs jejaring sosial terbesar di dunia―MySpace dan Facebook―secara bergilir mengumumkan “mainan” baru mereka. Kamis (8/5), MySpace memperkenalkan fitur Data Availability. Menyusul sehari kemudian, Facebook mengumumkan rencananya merilis fitur Facebook Connect. Belum hilang rasa penasaran kita tentang dua “mainan” baru itu, membuka pekan ini, Senin (12/5), Google mengumumkan bakal layanannya yang berjuluk Friend Connect.

Data availability dan Facebook Connect

Menggelar layanan
Data Availability, MySpace bekerja sama dengan empat perusahaan online besar―Yahoo, eBay, Photobucket, dan Twitter. Data Availability memungkinkan para pemilik akun di lima layanan online itu saling terhubung dan berbagi profil.

Taruh kata, Anda punya akun anggota di MySpace dan Twitter. Dengan fitur Data Availability, Anda bisa memasukkan data personal dari akun MySpace Anda ke dalam akun Twitter Anda. Intinya, Anda bisa mengelola data personal di MySpace, dan membaginya ke situs-situs layanan online lainnya. Sebagai awalnya, baru empat partner MySpace itu yang bisa masuk ke lingkungan MySpace dan mengakses fitur Data Availability.

Layanan Facebook Connect bisa dibilang senada dengan Data availability. Lewat layanan ini, pengguna Facebook bisa menghubungkan profil mereka ke situs-situs web eksternal Facebook. Anggota bisa menggunakan identitas Facebook mereka―baik informasi profil, nama, foto, daftar teman, atau informasi lainnya―secara lintas web. Jadi nanti, konten Facebook Anda bisa tampil di situs jejaring sosial lain.

Anda ingin segera mencoba dua layanan itu? Bersabarlah, keduanya akan “go live” untuk umum beberapa pekan lagi.

Friend Connect

Layanan sosial milik Google, Friend Connect, tampil dengan konsep yang berbeda dari layanan baru Facebook dan MySpace. Rupanya bukan situs layanan jejaring sosial.

Friend Connect memungkinkan para pemilik situs web untuk memasukkan fitur sosial ke dalam situsnya secara instan, tanpa repot memikirkan urusan pemrograman. Mereka cukup memasukkan beberapa baris kode ke dalam skrip situsnya untuk menampilkan fitur sosial pilihannya di halaman web. Misalnya fitur registrasi pengguna, fitur undangan (mampir ke web), fitur galeri anggota, dan fitur posting pesan.

Sebagai bayangan, dalam berita pers yang dilansir di situsnya, Google mengabarkan, musisi independen Ingrid Michaelson telah menjajal Friend Connect untuk menambah aplikasi musik OpenSocial—salah satu standar sosial dan terbuka—buatan pengembang iLike ke situs webnya, www.ingridmichaelson.com. Hasilnya, para fans yang berkunjung ke situs tersebut bisa terhubung dengan teman-teman mereka di berbagai situs jejaring sosial, melihat komentar-komentar dalam jaringan sosial mereka, juga menambah musik ke profil mereka. Semuanya bisa dilakukan dari situs milik Ingrid. Singkatnya, pengunjung yang mampir ke situs yang menggunakan Google Friend Connect dapat melihat, mengundang, dan berinteraksi dengan teman-teman mereka dari situs tersebut. Menarik, bukan?

Friend Connect dibangun Google menggunakan tiga standar sosial yang sedang berkembang yakni OpenID, oAuth, dan OpenSocial. Dengan begitu, layanan tersebut memungkinkan penggunanya berinteraksi dengan pemilik akun di situs sosial lain yang juga menggunakan standar serupa―termasuk Facebook, Google Talk, hi5, Orkut, dan Plaxo.

Saat ini, Google Friend Connect belum dibuka secara bebas. Meski begitu, Google membuka kesempatan bagi para pemilik dan pengembang situs untuk menjajal layanan baru itu. Kalau Anda tertarik, daftarkan saja situs atau blog Anda di http://www.google.com/friendconnect/.

Isu Keamanan Bukan Hal Utama

Apakah layanan-layanan baru MySpace, Facebook, dan Google menjawab kebutuhan pengguna layanan situs jejaring sosial?

Blogger dan pengguna layanan jejaring sosial, Budi Putra, berpendapat positif. Menurutnya, saat ini memang eranya jejaring sosial. Pengguna internet suka berbagi, mencari teman, dan memperluas networking di internet. Layanan-layanan yang sudah ada—seperti Myspace, Facebook, Friendster contohnya—sudah cukup efektif untuk tujuan tersebut. Pertumbuhannya pun besar. Tapi ia melihat ada sesuatu yang terputus di situ, yakni ketika makin banyak orang memiliki blog atau situs pribadi. Tak ada yang menghubungkan situs jejaring sosial dengan blog atau situs pribadi.

“Menurut saya, keputusan MySpace, Facebook, dan Google untuk merilis layanan-layanan baru mereka sudah tepat. Jadi, orang bisa meletakkan widget (aplikasi kecil) ke dalam situs atau blognya masing-masing. Dengan adanya layanan yang “membuka pintu” untuk menarik data dari satu situs ke situs lain, orang makin mudah berbagi konten di situs atau blognya. Layanan itu juga bisa menjadi cara baru untuk menambah traffic ke situs atau blog,” tuturnya.

Bagi Budi, isu security tak lagi menjadi fokus di era social networking. Menurutnya, masalah itu seharusnya sudah dipikirkan dengan rapih oleh pengembang situs. Pada akhirnya, pengguna sendirilah yang menentukan setting dari privasinya. Tingkat keamanan ditentukan oleh perilaku pengguna layanan jejaring sosial sendiri—sejauh mana mereka ingin berbagi data.

“Dengan bergabung ke komunitas online, artinya seseorang telah siap untuk membuka biodatanya. Orang dengan cara pandang lama, yang merasa tak aman untuk membagi datanya, lebih baik tidak ikut di komunitas online. Lagipula, untuk apa ikut komunitas sosial kalau tak ingin berbagi data, merahasiakan sekolah, kegiatan, apalagi nama aslinya? Kalau menyembunyikan alamat rumah sih bisa dimaklumi”, kata Budi.

Gambar: Internet/Berbagai Sumber

Intinya Portabilitas Data
Dalam blog pengembang Facebook, manajer platform senior Facebook, Dave Morin, menulis bahwa Facebook Connect merupakan salah satu langkah yang diambil Facebook untuk mewujudkan visi “data portability” (portabilitas data) agar nyata bagi para pengguna web di seluruh dunia.

Portabilitas data. Itulah inti dari ketiga “mainan” baru yang diumumkan oleh MySpace, Facebook, dan Google. Konsep yang disebut-sebut sebagai inti dari Web 2.0 itu memiliki visi: memungkinkan para pengguna internet untuk mengontrol, juga berbagi dan memindahkan data yang bersifat personal, dari satu sistem ke sistem yang lain.

Penggunaan istilah “data portability” dipelopori oleh Chris Saad, pengusaha yang aktif dalam DataPortability Workgroup, sebuah konsorsium yang beranggotakan beberapa pemain besar di dunia web dan aplikasi internet. Google, Plaxo, Twitter, dan Digg hanya beberapa nama yang menjadi anggotanya.

Konsep portabilitas data memperkenalkan beberapa jenis standar terbuka. Di antaranya OpenID, Oauth, dan OpenSocial—tiga standar yang paling banyak digunakan oleh penyedia layanan jejaring sosial.


30 Tahun Spam di Dunia Cyber, Bisakah Kita Mengatasinya?

Oleh: Restituta Ajeng Arjanti

Tanggal 3 Mei 2008, dunia merayakan ulang tahun spam ke-30. Selama itulah kita mengenal spam sebagai anggota geng malware, email sampah, salah satu bahaya dari internet yang menduduki posisi teratas dalam catatan kejahatan komputer.

Dari Makanan Kaleng, Monty Phyton, Hingga Malware

Tahukah Anda? Kata “spam” sebenarnya berasal dari nama makanan kaleng. Istilah itu mulai muncul pada tahun 1930-an, dipakai untuk menyingkat nama produk daging kalengan keluaran perusahaan pembuat makanan kaleng Hormel Foods, “Shoulder of Pork and Ham” dan “Spiced Ham”.

Lalu, apa hubungan antara spam dengan film komedi Inggris, Monty Phyton, hingga bisa dijadikan istilah untuk kejahatan komputer atau malware? Begini ceritanya. Dalam salah satu serial yang berjudul Monty Phyton's Flying Circus, ada adegan yang diambil dengan setting sebuah kafe yang menampilkan beragam menu yang mengandung spam, daging kaleng murahan.

Sepasang suami istri masuk ke dalam kafe. Sang suami bertanya pada pelayan, menu apa saja yang ada di sana. Si pelayan menjawab, “Well, there's egg and spam, egg bacon and spam, spam bacon sausage and spam, spam egg spam spam bacon and spam, spam sausage spam spam bacon...

Belum selesai si pelayan membacakan menu, sekelompok orang Viking yang di dalam kafe mulai menyanyi, “Spam, spam, spam, spam, spam, lovely spam! Wonderful spam!” Mereka terus bernyanyi sampai akhirnya si pelayan menyuruh mereka berhenti.

Dari cerita itu, spam mendapatkan arti baru, sesuatu yang dilakukan berulang-ulang dan bersifat mengganggu.

Spam Pertama

Spam email pertama muncul pada 3 Mei 1978. Saat itu, Arpanet, jaringan internet pertama, sudah menyediakan jaringan email untuk sejumlah orang, lembaga pemerintahan, dan universitas. Spam tersebut dikirim oleh perusahaan Digital Equipment Corporation (DEC), yang kemudian kemudian dibeli oleh Compaq, yang sekarang telah menjadi bagian dari Hewlett-Packard, ke sekitar 400-an alamat email untuk mengiklankan mesin DEC-20 buatannya. Saat itu, email semacam itu belum disebut spam.

Istilah spam mulai terkenal pada April 1994, saat Canter dan Siegel, dua orang pengacara dari Phoenix, memasang informasi layanan mereka di iklan green card, sebuah sistem lotere online di Amerika. Mereka membayar programmer untuk menyusun skrip sederhana untuk memasukkan iklan mereka ke setiap newsgroup di USENET. Canter dan Siegel banyak menuai protes dari orang-orang yang merasa terganggu dengan iklan tersebut. Sejak itu, orang-orang mulai menggunakan kata spam untuk menyebut banjir pesan dan iklan online yang tak berguna.

Perkembangan Spam

Sekarang, spam sudah makin populer. Hampir semua akun email pernah disambangi olehnya. Bukan hanya jumlah sebaran spam yang makin besar, konten, serta metode dan motif penyebarannya pun bervariasi.

Dulu, spammer pertama perlu mengetikkan alamat email tujuannya satu per satu. Sekarang, dengan adanya botnet, spammer bisa dengan mudah mengirim email sampah ke banyak akun sekaligus. Botnet adalah komputer yang dikendalikan oleh cracker (istilah untuk menyebut hacker hitam) dan telah dikuasai oleh virus. Botnet bertugas untuk menyebarkan spam.

Dulu, motif pengiriman spam mungkin hanya sekadar untuk memromosikan produk. Sekarang, motif finansial dan kriminal pun bisa terkandung dalam spam. Spam sering membawa virus atau kode-kode berbahaya (malicious code). Sebagai contoh, makin banyaknya kasus email phising, yakni penipuan via email.

Dalam metode email phising, cracker biasanya mencantumkan URL sebuah situs web untuk menipu calon korbannya. Jika korban mengklik URL tersebut, ia akan digiring masuk ke sebuah situs web yang telah disiapkan cracker, yang mungkin mengandung virus. Umumnya di situs itu, korban diminta untuk mengisikan data-data personalnya. Data-data itu nantinya akan masuk ke database milik cracker.

Spammer Banyak Akal

Spam umumnya mudah dikenali karena isi atau subjeknya menampilkan kata-kata menarik untuk menawarkan sesuatu, misalnya obat penurun berat badan dan obat kuat. Isu agama dan politik yang provokatif juga kerap dipakai untuk menarik emosi korbannya. Meski kita sudah mengenal cirinya, lantas kenapa hingga kini spam masih sulit untuk dibasmi?

Alfons Tanujaya dari vendor antivirus lokal, Vaksincom, menyampaikan, metode distribusi spam terus berkembang mengikuti perkembangan teknologi antispam. Dulu, spammer bisa mengirim spam berbasis teks dengan subjek dan isi yang menawarkan obat kuat, misalnya “viagra”. Setelah pengguna komputer dan admin bisa memblokir spam yang mengandung kata-kata berbau seks itu pada aplikasi email client atau mailserver, spammer mencoba cara lain dengan mengombinasikan subjek dan isi spam dengan teks, angka, dan karakter lain. Contohnya “v1agra” atau “v_i_a_g_r_a”.

Admin kemudian memblokir kata-kata itu pada mailserver, berikut dengan alamat pengirimnya. “Tapi, spammer juga manusia, tak kalah cerdik. Dia bisa memalsukan alamat pengirim. Akhirnya, pemblokiran itu toh jadi percuma”, tutur Alfons.

Berikutnya, spammer menemukan teknik baru untuk menyebarkan spam, yakni menggunakan gambar sebagai attachment. Dengan begitu, mailserver tak tahu apa yang dikirim dalam email. Untuk mengantisipasi spam bergambar, teknologi antispam memperkenalkan penggunaan program Onscreen Character Recognition (OCR) untuk memindai isi email dan memblokir spam.

Spammer tak mau kalah. Mereka mengeluarkan jurus baru dengan mengirim gambar yang dipecah-pecah seperti puzzle. Tujuannya agar lolos dari pemindaian oleh OCR di mailserver. Begitu sampai ke penerima, sebuah program yang terkandung dalam spam email akan menyatukan puzzle itu menjadi sebuah gambar utuh.

Menembus CAPTCHA

Beragam sistem pengamanan dikembangkan untuk menangkal spam, namun beragam akal juga dimiliki spammer untuk menerobos sistem tersebut. Kini, spammer bahkan sudah bisa menembus sistem autentifikasi CAPTCHA pada server Gmail dan Yahoo! Mail.

Asal Anda tahu, CAPTCHA―singkatan dari Completely Automated Turing Test To Tell Computers and Humans Apart―adalah program autentifikasi grafis yang menampilkan teks dalam susunan berantakan (misalnya miring-miring). Fungsinya sebagai spam filter.

Istilah CAPTCHA diperkenalkan oleh John Langford dari Carnegie Mellon University, pada tahun 2000. Fungsinya untuk mencegah spam komen di blog. Selain itu, CAPTCHA umum ditampilkan pada halaman registrasi akun email dan form aplikasi online. Gambar CAPTCHA menampilkan berbagai warna dan simbol, serta teks yang harus diketikkan oleh manusia untuk proses autentifikasi. Idenya, hanya manusia yang bisa membaca teks yang tersusun kacau dalam sebuah gambar berwarna-warni, bukan bot atau program komputer.

Ternyata, membuat CAPTCHA yang aman juga tak mudah. Saat ini sudah mulai banyak tool yang bisa digunakan untuk menerobos CAPTCHA. Jaringan spam terorganisir bisa memanfaatkan tool tersebut untuk mendaftarkan diri pada layanan email berbasis web yang menerapkan CAPTCHA. Contohnya Gmail dan Yahoo! Mail.

Bicara tentang kelemahan CAPTCHA tersebut, Alfons berpendapat, “Itu sekali lagi membuktikan bahwa security is a process.” Menurutnya, para pembuat bot itu menggunakan OCR yang dipercanggih, sehingga gambar CAPTCHA bisa ditebak oleh OCR mereka.

Penggunaan program OCR yang dipakai oleh aplikasi antispam terbalik dengan yang digunakan oleh spammer dan botnet-nya, jelas Alfons. Jika OCR antispam berusaha memindai spam email bergambar dan mendeskripsikan isinya, bot CAPTCHA berusaha memindai gambar untuk melakukan verifikasi pembuatan akun email baru atau komentar di blog. “Kita lihat di sini, proses scanning-nya sama-sama pakai OCR. Tapi, di tangan antispam, OCR dipakai untuk membantu kita agar tak terkena spam; sedang di tangan spammer, OCR dipakai untuk menyebarkan spam.”

Antispam, Efektifkah?

Hingga kini, spam sulit untuk diatasi. Cara apa yang paling ampuh untuk memfilter spam? “Prosesnya berjalan terus”, jawab Alfons. “Kita harus melihat trik apa yang dipakai oleh spammer hari ini, selanjutnya baru kita bisa keluarkan penangkalnya, dan itu akan berubah terus, sangat dinamis.”

Sekarang sudah banyak program antivirus yang dilengkapi dengan program antispam. Apakah program tersebut cukup efektif untuk mengatasi serangan spam? Menurut Alfons, itu tergantung pada tujuan pemasangan antivirus (dengan antispam). Jika tujuan kita adalah sekadar tidak melihat spam di inbox, program antispam pada antivirus bisa dikatakan cukup. Tapi, ia menekankan, jika kita tidak mau menerima spam karena tak ingin bandwidth koneksi yang kita bayar mahal menjadi boros lantaran menerima spam, maka antispam di komputer client tak akan mencapai tujuan ini. Alasannya, meski pengguna tidak melihat spam dalam inbox-nya, sebenarnya spam itu telah diunduh dan memakan bandwidth koneksi.

“Yang paling tepat adalah memasang program antispam di mailserver, atau jika perlu di ISP (Internet Service Provider). Jadi, kita tak hanya melihat spam di inbox, tapi juga tidak menghabiskan bandwidth untuk men-download spam.”

Gambar: Internet/Berbagai Sumber

Tips Menangkal Spam

Menghentikan spam secara permanen adalah hal yang hampir tak mungkin, tapi Anda bisa mengurangi jumlah spam yang masuk ke inbox Anda dengan menerapkan tips berikut:

  1. Gunakan alamat email khusus (terpisah) untuk mengakses forum online seperti newsgroup atau milis. Jangan gunakan akun email pribadi atau bisnis untuk mengirim pesan massal.
  2. Jangan sembarang mencantumkan alamat email di situs web karena bot bisa dengan mudah mencatat dan menyimpannya. Jika terpaksa mencantumkan alamat email di situs web, cobalah menuliskan alamat email dalam format yang berbeda, namun tetap mudah untuk dibaca oleh manusia. Contoh, mengganti tanda “@” dengan “[a]”.
  3. Jangan pernah membalas spam email atau singgah ke situs web yang tercantum di dalamnya. Jangan pula tertarik untuk membeli produk yang mereka tawarkan karena 95% penawaran mereka adalah tipuan!
  4. Aktifkan fitur filter pada aplikasi email client.
  5. Beberapa spammer berburu alamat email dengan mengombinasikan nama dan kata yang cukup populer secara acak. Jadi, cobalah membuat akun email yang unik.
  6. Apakah Anda sering menerima email berisi berita bohong (hoax), atau email yang memaksa Anda untuk mem-forward-nya ke akun email lain, atau Anda akan tertimpa sial? Jika ya, sebaiknya jangan forward email tersebut karena spammer kerap memanfaatkan email semacam itu untuk melakukan berburu alamat email.
  7. Saat mengirim email ke banyak orang, tuliskan alamat mereka pada field BCC (blind carbon copy).
  8. Sebelum membuka email, cek lebih dulu alamat pengirimnya. Apakah Anda mengenalnya? Apakah namanya mencurigakan? Jika Anda tak mengenal si pengirim atau namanya mencurigakan, email itu tak perlu dibuka.
  9. Jangan mudah percaya pada email header yang palsu atau subjek email yang provokatif. Misalnya, “Dear Friend....” atau “Gift for you...”, atau yang lainnya.
  10. Pastikan komputer Anda dilengkapi dengan program antivirus. Pastikan pula Anda rajin untuk meng-update antivirus tersebut.
BlankOn Linux 3 “Lontara”, Linux Cita Rasa Indonesia

Oleh: Restituta Ajeng Arjanti

Minggu (27/4) lalu, Yayasan Penggerak Penggerak Linux Indonesia (YPLI) dan Komunitas Ubuntu Indonesia merilis distribusi BlankOn Linux versi 3.0 yang diberi nama "Lontara".

Linux sebagai alternatif bagi pengguna yang emoh menggunakan sistem operasi berbayar ternyata cukup diminati di Indonesia. Pun komunitasnya di dalam negeri cukup aktif mengembangkan distro yang sesuai bagi pengguna Indonesia. Ini terbukti dengan kemunculan BlankOn Linux, hasil pengembangan secara terbuka oleh YPLI dan komunitas Linux Indonesia sejak tahun 2004.

BlankOn Linux

Ketua YPLI, Rusmanto, menjelaskan sedikit tentang sejarah pengembangan BlankOn Linux. Mulai dikembangkan pada 2004, BlankOn Linux versi 1 dirilis pada 2005 sebagai turunan dari Fedora Core 3. Setahun kemudian, update-nya, versi 1.1, menyusul.

Pada 2007, BlankOn Linux 2 dirilis dengan nama sandi “Konde”. Menyusul Konde, akhir April lalu BlankOn Linux 3 alias Lontara akhirnya dirilis bagi pengguna Linux Tanah Air. Berbeda dengan versi pertama, oleh YPLI dan Komunitas Ubuntu Indonesia, Konde dan Lontara dikembangkan sebagai turunan dari Ubuntu. Lontara sendiri dikembangkan dari Hardy Heron, Ubuntu paling gres yakni versi 8.04.

Dari sekian banyak distro Linux, kenapa memilih Ubuntu sebagai “akar” Konde dan Lontara? Disodori pertanyaan tersebut, Rus—sapaan akrab Rusmanto—menjawab, “Karena komunitas Ubuntu adalah yang terbesar di seluruh dunia dan paling diminati, termasuk di Indonesia. Selain itu, dukungan dan promosi dari perusahaan pengembang Ubuntu, Canonical Ltd., juga sangat besar.”

Perlu Anda tahu, distribusi Ubuntu memang cepat dan mudah. Pengguna yang tertarik bisa mengunduh Ubuntu dari situs pengembangnya secara gratis, atau memesan CD instalasinya dengan cukup membayar ongkos kirimnya.

Distro Nasionalis

Rasanya tak salah jika kita menyebut BlankOn sebagai distro Linux nasionalis. BlankOn (dibaca blangkon, tutup kepala pria, bagian dari pakaian adat Jawa) memang mengusung ciri nasional, khas Indonesia. Itu bisa dilihat dari penggunaan Bahasa Indonesia sebagai bahasa utama, logo yang bergambar blangkon, dan nama sandi yang diberikan untuk BlankOn Linux 2 dan 3 (Konde dan Lontara).

Menurut Rus, untuk BlankOn 3, kata “Lontara” diambil dari nama aksara tradisional Bugis, Makassar. Agar ciri Indonesia makin tampak, Lontara juga menampilkan background atau theme bergambar perahu layar Phinnisi asal Makassar.

Lebih Baik

Secara umum, tampilan Lontara tak jauh dari Ubuntu. Yang membuatnya tampil sedikit beda adalah background perahu Phinnisi-nya. Versi sebelumnya hanya menampilkan background yang polos. Lalu, apa kelebihan BlankOn Linux 3 ketimbang dua kakaknya?

Lontara hadir dengan dua opsi, versi minimalis dan versi standar. Beda dengan BlankOn Linux 1 dan 2 yang hanya dirilis dalam satu versi, standar.

Apa yang membedakan kedua versi tersebut? “Versi minimalis bersifat lebih ringan daripada versi standar dan mendukung pemakaian di komputer-komputer lama”, jelas Rus. Yang dimaksudnya sebagai komputer lama adalah komputer dengan spesifikasi rendah, misalnya komputer yang memiliki RAM 128MB. “Versi standar bisa berjalan di komputer yang lebih modern, yang spesifikasinya lebih tinggi, minimal pada komputer dengan RAM 256MB”, Rus menambahkan.

Inilah kelebihan paling menonjol yang membedakan Lontara dengan dua pendahulunya: ia menawarkan kemudahan dalam mengakses fitur multimedia. Penggunannya bisa dengan mudah memutar DVD, atau memutar file MP3 dengan aplikasi Rythm Box. Selain itu, Lontara juga dilengkapi dengan peranti lunak akuntansi dan project management. Semua peranti itu dibundel dalam CD Lontara dan bisa diinstal ke dalam komputer—sangat sesuai dengan pengguna Indonesia yang tak mau repot mengunduh aplikasi lewat internet.

Daluang

Daluang menambah daftar keunikan Lontara. Aplikasi ini—saat ini masih bersifat trial—mirip dengan kamus online Wikipedia. Fungsinya untuk membantu pengguna melakukan pencarian informasi. Namun, untuk menggunakan Daluang, pengguna Lontara tak perlu terhubung dengan internet. Mengusung ciri Indonesia, selain menampilkan bahasa Indonesia, Daluang juga menampikan beberapa versi bahasa daerah. Di antaranya bahasa Jawa dan Sunda.

Berhubung sifatnya yang tidak online, akses Daluang sepertinya dapat terbentur masalah update—tidak seperti Wikipedia yang bisa di-update oleh siapa saja dan update-nya bisa diakses siapa saja. Update Daluang masih bergantung pada pihak pengembang. Rus menyampaikan, mungkin, jika ada, update dari aplikasi ini akan didistribusikan untuk diunduh via situs web BlankOn.

Daluang hanya ada pada Lontara versi minimalis Alasannya, menurut Rus, versi “light”—merupakan versi standar minus beberapa aplikasi dan fungsi—masih bisa dimasuki dengan aplikasi baru (Daluang). Sedangkan versi standar sudah terlalu penuh sehingga tak bisa ditambahi aplikasi lain lagi.

Open Source (Semoga) Makin Mantap

Rusmanto menyampaikan, untuk memromosikan BlankOn Linux, YPLI melakukan roadshow dan menyebarkan CD ke seluruh Indonesia—kecuali wilayah Irian yang belum terjangkau. Dalam waktu dekat, YPLI akan mengadakan roadshow ke wilayah Sulawesi Tenggara, Banda Aceh, dan Nusa Tenggara Barat.

Kehadiran BlankOn Linux 3 yang sudah lebih matang semoga makin memantapkan gerakan open source di Tanah Air. Antarmuka yang makin ramah seharusnya bisa mendorong para pengguna komputer untuk beralih dari sistem operasi tertutup dan berbayar—apa lagi yang bajakan—ke sistem terbuka dan lebih murah.

Anda tertarik untuk menjajal Lontara, sekalian menyukseskan program open source? Kalau iya, Anda bisa mengunduhnya dari www.BlankOnLinux.or.id.


Game Edukasi, Media Belajar Kreatif dan Atraktif

Oleh: Restituta Ajeng Arjanti

Game bersifat adiktif, apalagi jika alur cerita dan tampilan visualnya menarik, bisa bikin gamer betah berlama-lama duduk dan menatap layar komputer hingga lupa makan dan minum.

Ada banyak genre game. Di antaranya game aksi petualangan, simulasi, strategi, musik, dan role playing game (RPG). Ada pula game yang dimainkan secara keroyokan lewat internet, istilahnya massive multiplayer online game (MMOG). Contohnya seperti Neverwinter Nights dan Ragnarok. Hingga kini, makin banyak game MMOG yang digandrungi oleh para gamer Tanah Air―sayangnya, mereka bukan asli buatan dalam negeri.

Game yang Mendidik

Selain memberikan hiburan, sebenarnya ada nilai positif yang diberikan oleh game. Game—baik yang bersifat hiburan atau edukasi—memaksa orang untuk kreatif, berpikir taktis, dan belajar mengatur strategi.

Ketimbang game hiburan, game edukasi terlihat lebih menonjol dalam industri game nasional. Jika Anda mampir ke toko buku yang besar, misalnya, Anda dapat melihat beragam judul game edukasi dipampang di etalasenya, bersanding dengan judul-judul game dan film edukasi impor (atau terjemahan). Sebagai contoh, sebut saja seri “Ruru: Magic Math”, “Belajar Berhitung 123”, dan seri “Belajar Mandarin Bersama Tingkat Dasar” besutan Elex Kids, salah satu pengembang game edukasi dalam negeri.

Meski game edukasi terlihat kurang mendapat perhatian pasar, fakta tersebut setidaknya sudah cukup menunjukkan bahwa game edukasi lokal sudah cukup diterima oleh masyarakat. Hal ini juga diakui oleh Andi Suryanto, Direktur PT Lyto Datarindo Fotuna (Lyto), perusahaan yang fokus mendistribusikan beberapa online game populer seperti Ragnarok Online, GetAmped-R, Seal Online, dan Perfect World.

Menurut dia, hal utama yang perlu dilakukan untuk meningkatkan perhatian masyarakat terhadap game edukasi lokal adalah dengan melakukan pemasaran dan pendekatan yang lebih umum. Misalnya dengan mengadakan pameran atau membuka showroom di mal, seperti yang dilakukan oleh Lyto.

Meski fokus dengan bisnis online game asal negeri orang, Lyto juga ikut mendukung perkembangan industri game nasional dengan mengembangkan konten buatan lokal. Contohnya bisa dibuka di situs komunitas online Akucintasekolah.com dan situs music game Idol-street.com. Saat ini, Lyto juga tengah mengusahakan kerja sama dengan pengembang game lokal untuk mengembangkan game sendiri.

FGEAI 2008: Promosi Game sebagai Sarana Belajar Efektif

Meski banyak orang lebih mengenal game sebagai hiburan, Koordinator Sinergi Kementerian/Lembaga Biro Perencanaan dan Kerjasama Luar Negeri Depdiknas, Didik Sulistyanto, mengakui game merupakan sarana belajar yang efektif dan efisien. Game dan animasi akan mempermudah siswa mengingat dan mengimplementasikan pelajarannya. Contohnya, menggunakan animasi 3D, mahasiswa Teknik Mesin bisa membuat mesin mobil tanpa perlu membongkar-pasang mobiltak ada risiko dan kerugian apapun. Begitu juga dengan mahasiswa Kedokteran. Mereka bisa menggunakan animasi 3D untuk memelajari anatomi tubuh manusia, melakukan simulasi operasi sebelum memraktikkannya pada mayat, dan sebelum mereka akhirnya siap mempraktikkan ilmunya secara langsung untuk melayani masyarakat.

Didik menyampaikan, industri game Tanah Air sudah menunjukkan perkembangan pesat, khususnya di bidang animasi yang menunjang teknologi game. Bukan tanpa alasan ia bicara begitu. Ia bercerita, "Bibit-bibit unggul (di bidang game dan animasi) dari berbagai propinsi di Indonesia bisa dilihat dari Festival Animasi tahun 2007 hasil sinergi Depdiknas dan Depbudpar yang diadakan di 5 propinsi—Jabar, Jateng, Jatim, DIY, dan Bali.” Menurut dia, hasil animasi yang dihasilkan oleh siswa, mahasiswa, dan peserta umum yang ikut dalam festival tersebut adalah luar biasa.

Untuk mengulang sukses festival tahun 2007, tahun ini 6 departemen dalam negeri—Depdiknas, Depbudpar, Depkominfo, Depperind, Kementerian Ristek, dan Departemen Agama—bekerja sama dengan Southeast Asian Ministers of Education Organization (Seamolec) dan Asosiasi Industri Animasi & Konten Indonesia (AINAKI), menghelat Festival Game Edukasi & Animasi Indonesia (FGEAI) 2008. Lewat event yang digelar selama periode Maret-November 2008 itu, sedikit banyak kita bisa melihat perjalanan industri game edukasi dan animasi nasional.

Tantangan

Kenapa game hiburan (non-edukasi) lebih populer ketimbang game edukasi? "Itu dikarenakan game hiburan sangat mudah diserap oleh pasarnya", jawab Didik. Menurutnya, untuk memopulerkan penggunaan game edukasi, game harus dibuat menarik lebih dulu agar jumlah penggunanya bertambah, dan pasarnya akan berkembang dengan sendirinya. Festival Game Edukasi dan Animasi Indonesia 2008 sendiri diadakan sebagai salah satu cara untuk memopulerkan penggunaan game edukasi di kalangan masyarakat.

Andi juga mendukung pendapat tersebut. Katanya, “Bagi gamer, bukan faktor apakah game itu buatan dalam atau luar negeri yang paling utama, melainkan fitur apa yang ada dalam game itu.” Game yang menawarkan fitur menarik—dengan alur cerita dan animasi visual yang atraktif—tentu banyak peminatnya.

Tantangan terberat untuk mengembangkan industri game dalam negeri adalah untuk menyadarkan masyarakat untuk ikut berperan mengembangkan industri tersebut. Misalnya untuk memperkenalkan, memromosikan, dan merekomendasikan produk-produk lokal, di pasar dalam dan luar negeri. Banyak masyarakat kita sendiri belum mengapresiasi para kreator game dalam negeri, padahal Indonesia punya potensi SDM yang besar untuk mengembangkan dunia game dan animasinya.

Selain itu, kurangnya proteksi hak cipta terhadap para pengembang game ikut mengganjal kemajuan industri game nasional. “Seperti yang kita tahu, persentase pembeli CD game bajakan sungguh luar biasa. Hal seperti ini yang menyulitkan pengembang game indonesia untuk mulai membangun industri di sini,” kata Andi. Menurutnya, untuk memajukan industri game dalam negeri, kita juga harus menghargai para pencipta dan pengembang game lebih dulu.

"Potensi para pencipta, pengembang, dan pelaku industri game Indonesia sangat besar", kata Didik. Kendati demikian, pemerintah masih perlu bersinergi dan punya komitmen untuk ikut mendukung mutu SDM, khususnya di bidang game dan animasi. “Harapannya supaya industri game dalam negeri bisa menjangkau jenjang ASEAN”, tambahnya.

 Robotika Indonesia: Tarik Minat Dunia Pendidikan Lewat Kontes Robot

Oleh: Restituta Ajeng Arjanti

Apa yang terlintas di benak Anda saat mendengar kata "robot"? Mesin dengan bentuk menyerupai manusia seperti Robocop, android dalam film The Terminator, atau mungkin mesin seperti yang ada di film Daryl, atau Bicentennial Man?

Meski banyak orang membayangkan robot sebagai mesin dengan rupa seperti manusia, pada kenyataannya banyak sekali robot berpenampilan “datar” dan kaku—sama sekali tak mirip manusia. Mereka umumnya dibuat untuk menjalankan tugas-tugas berisiko tinggi yang tak mungkin dilakukan oleh manusia. Misalnya untuk memelajari dan menjelajah Mars, mengangkat objek-objek berat, atau mengerjakan tugas-tugas pemasangan barang yang menuntut presisi tinggi di pabrik perakitan hardware.

Robot banyak digunakan untuk keperluan di bidang manufaktur, militer, transportasi, kesehatan, dan eksplorasi luar angkasa. Tak mengherankan, mereka tak kenal lelah dan telah diprogram sedemikian rupa agar tidak melakukan kesalahan saat mengerjakan tugas-tugas rumit dan berulang.

Untuk bidang robotika, salah satu negara yang bisa dijadikan kiblat adalah Jepang. Di sana, robot bahkan telah menggantikan fungsi asisten rumah tangga. Dibandingkan dengan Jepang atau negara-negara maju lainnya, dunia robotika Tanah Air memang masih terbatas, meski sudah dimulai sejak sekitar tahun 1985-an. Hal tersebut diakui oleh Wahidin Wahab, Presiden Robotic Organizing Committee Indonesia (ROCI).

Di sini, penggunaan robot memang masih terbatas di bidang industri, yakni dalam sistem produksinya. “Di luar itu, pemanfaatan robot masih sebatas hobi dan kegiatan ekstrakurikuler saja,” ujar Wahidin.

Kontes Robot dan Perhatian Sekolah

Wahidin bercerita, sejak tahun 1999, Direktorat Pendidikan Tinggi - Departemen Pendidikan Nasional (Dikti-Depdiknas), atas prakarsa Prof. Soemantri Brojonegoro, telah mensponsori ajang lomba robot nasional yang diberi nama Kontes Robot Indonesia (KRI). Kini, beberapa kontes robot sudah dilaksanakan secara teratur setahun sekali. Contohnya KRI dan Kontes Robot Cerdas Indonesia (KRCI) yang diadakan oleh Dikti-Depdiknas untuk mahasiswa, Imagine 08 yang dilaksanakan untuk siswa SD, SMP dan SMU oleh Klub Robotic bekerja sama dengan Fischer Technik Indonesia; Indonesia Robot Olympiad (IRO) yang diadakan oleh ROCI untuk tingkatan SD, SMP, SMU, hingga mahasiswa dan umum (perusahaan); serta Indonesia ICT award 2008 yang disponsori oleh Depkominfo.

Secara umum, kontes robot telah berhasil menarik minat mahasiswa untuk menekuni ilmu pengetahuan dan menerapkan teknologi dalam robot yang mereka rancang dan buat untuk kontes. Bahkan kini beberapa universitas dan politeknik terkemuka telah mulai melakukan penelitian mendalam di bidang aplikasi robotika.

Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya (ITS) adalah salah satu universitas yang terkenal dengan bidang robotikanya. Son Kuswadi, Kepala Intelligent Control and Robotics Lab, ITS, menyampaikan, saat ini, labnya tengah mengembangkan robot berbasis sistem biologi, robot yang dikembangkan dengan meniru mekanisme dan kendali makhluk hidup, untuk keperluan pencarian korban tsunami dan gempa.

Produk lain yang mereka kembangkan adalah robot berkaki lima yang punya kemampuan seperti bintang laut, bisa bergerak fleksibel di celah-celah sempit dan mampu menghadapi beragam halangan. Robot ini mereka kembangkan dengan sistem kendali berbasis sifat. Kecerdasannya dibangun berdasarkan kecerdasan-kecerdasan dasar yang dimiliki oleh makhluk hidup yang ditirunya.

Son mengaku, ITS cukup sering mengajak murid sekolah-sekolah di Surabaya untuk mengikuti workshop merakit robot sederhana. Hal itu tak sulit untuk dilakukan karena kini sudah ada banyak kit yang ditawarkan untuk memudahkan perakitan robot. Jadi para pemula tak perlu lagi membangun robot dari nol. Menurutnya, ini dapat menarik minat generasi muda yang potensial untuk mengembangkan robot.

Tak hanya lewat kontes, roadshow dan seminar tentang robotika pun kerap diadakan untuk memperkenalkan dunia robotika pada masyarakat. Selain menambah ilmu peserta, kegiatan-kegiatan itu juga bisa menjadi obat untuk mengatasi kejenuhan belajar siswa di sekolah.

Dalam kurun waktu 5 tahun terakhir, perhatian terhadap dunia robotika kian meningkat. Beberapa sekolah telah memasukkan pelatihan robotika dalam kegiatan ekstrakurikuler mereka. Di antaranya BPK Penabur, SD Sekolah Alam, Sekolah Ricci, SMP-SMU Petra di Surabaya, dan Sekolah Pelita Harapan.

Masih Banyak Kendala

Meski mulai banyak peminatnya, masih banyak kendala yang dihadapi oleh dunia robotika Tanah Air.

“Kendalanya dari segi waktu, biaya, dan guru”, ujar Wahidin. Dari segi waktu, ia mengungkapkan, sebagian besar sekolah merasa sudah membebani murid-muridnya dengan kurikulum yang begitu padat. Menambah materi tentang robotika sama artinya dengan menambah waktu belajar-mengajar murid dan guru. Dari segi biaya, hampir semua sekolah belum menyediakan bujet untuk kegiatan eskul robotika, apalagi harga kit robot cukup mahal. Dan ketiga, guru umumnya enggan ketambahan beban mengajar. Mereka merasa telah melaksanakan kewajibannya dengan memenuhi jam kerjanya. Lagipula, gaji mereka tak bertambah meski kegiatan mengajar mereka bertambah.

Kendala biaya juga diakui oleh Son. Komponen-komponen robot, apalagi jika baru, mahal harganya. Menurutnya, satu motor DC lengkap dengan sistem kendalinya bisa berharga Rp5 juta, padahal untuk membangun satu robot bisa dibutuhkan 10 motor, belum termasuk komponen yang lain. Kalau mau lebih ringan, komponen-komponen seken bisa dilirik.

Selain itu, Son juga menilai kemampuan perguruan tinggi dalam negeri belum merata—ada yang sudah maju dan berkali-kali jadi juara kontes robot, namun banyak juga belum mampu mengendalikan gerakan motor. Kendati demikian, menurutnya pengadaan kontes-kontes robot dapat meminimalkan masalah tersebut.

Masa Depan Robotika Indonesia

Wahidin Wahab dan Son Kuswadi sama-sama memimpikan masa depan dunia robotika Tanah Air yang cerah.

“Saya tidak bermimpi anak-anak Indonesia kelak bisa membuat robot tercanggih di dunia, namun saya berharap suatu hari nanti mereka akan muncul sebagai ahli-ahli teknologi yang bisa berkarya dan menghasilkan produk-produk inovatif dengan memanfaatkan teknologi robotika”, ucap Wahidin. “Dengan begitu, akhirnya negara kita dapat berubah, dari negara agraris menjadi negara yang berbasis industri dan teknologi tinggi.”

Jika itu dapat tercapai, Wahidin percaya Indonesia tak harus mengalami krisis terus menerus dan tak perlu lagi mempersoalkan subsidi bahan bakar atau urusan ekonomi sejenisnya.

“Saya berharap agar 'demam' robotika di Tanah Air itu terus dibangkitkan, demi tersedianya SDM tangguh di Tanah Air dalam membangun bangsa”, begitu harapan Son. Menurutnya, meski masih banyak pengangguran di dalam negeri, masyarakat tak perlu takut untuk mengembangkan robot. Robot dapat dianalogikan seperti komputer. Dulu, banyak orang mengkhawatirkan komputer akan mengambil peran sekretaris. Ternyata kini, komputer justru menjadi senjata andalan sekretaris dalam bekerja. Pun robot akan membantu meringankan tugas manusia.

“Dengan menggembleng orang menjadi mampu berkreasi di bidang robotika, kita akan menghasilkan orang-orang yang siap berkarya di bidang apapun, nantinya”, tambah Son.

Robotika Bukan Sekadar Urusan Teknis
“Untuk terjun ke bidang robotika, seseorang harus siap untuk mempelajari berbagai aspek—bukan hanya aspek teknis dan pengetahuan tentang komponen-komponen elektronika, tapi juga sosial”, Son menyampaikan.

Saat ini, banyak penelitian dilakukan untuk menemukan cara bagaimana agar robot-robot dapat saling berkomunikasi dan bekerja sama dalam mengerjakan tugas yang besar. Misalnya untuk menangani masalah reruntuhan bangunan akibat gempa, robot dapat digunakan untuk menemukan korban. Akan lebih mudah jika robot memiliki kemampuan komunikasi. Jadi, dia dapat memanggil rekan-rekannya untuk membantunya menyelamatkan korban.

“Tentu saja, kemampuan-kemampuan teknis dan sosial tak harus dikuasai oleh satu orang”, ujarnya lagi. Intinya, kolaborasi menjadi kunci untuk
sukses membuat robot. Untuk mengembangkan robot yang hebat, yang dibutuhkan adalah teamwork yang kuat.

Google, Mantap Masuki Bisnis Advertising

Oleh: Restituta Ajeng Arjanti

Akusisi jawara mesin pencari Google terhadap perusahaan iklan online DoubleClick jadi berita terhangat dalam bisnis internet pekan ini. Harus diakui, akuisisi tersebut dapat memperlancar jalan Google untuk merangkul dunia periklanan digital.

Setelah melalui beberapa tahap tawar-menawar, juga bersaing dengan Microsoft, Google berhasil memenangkan hati DoubleClick dengan penawaran senilai 3,1 miliar dolar AS. Pro dan kontra muncul menyusul keputusan tersebut. Ada banyak pihak yang menyatakan keberatan dan mempermasalahkan kemungkinan Google akan mendapatkan terlalu banyak data mengenai aktivitas online banyak orang. Namun ada juga pendapat positif yang menyatakan bahwa akuisisi tersebut hanya akan menjadi bagian kecil dari beragam bisnis yang Google jalankan.

“DoubleClick membuat Google menjadi pemain yang lebih kredibel di segmen iklan display”, begitu komentar analis industri Greg Sterling dari Sterling Market Intelligence. Satu hal yang pasti dari akusisi ini, DoubleClick akan menjadi aset baru Google yang akan meragamkan bisnisnya.

Ancaman bagi Yahoo dan Microsoft

Akuisisi ini, yang berarti bahwa Google akan mengambil alih perusahaan yang menempatkan miliaran iklan per hari ke ribuan situs web di seluruh dunia, tentu membuat Yahoo dan Microsoft ‘panas’. Bisnis baru Google, tandem dengan Double Click, berpotensi untuk menggeser posisi Yahoo yang juga tercatat sebagai pemain di bisnis advertising. Microsoft sebagai pemain nomor 3 dalam bisnis internet juga pantas untuk merasa terancam. Pasalnya, hingga kini niatnya untuk menguasai Yahoo pun belum mendapat restu lantaran nilai 44,6 miliar dolar AS yang ditawarkan raksasa software tersebut dianggap masih terlalu kecil.

“Google menguasai DoubleClick jelas akan menambah tekanan bagi Microsoft untuk menyelesaikan tawar-menawarnya dengan Yahoo”, kata analis Rob Enderle dari Enderle Group di Silicon Valley. Meski dominasi Google berpotensi untuk semakin besar, European Union berpendapat bahwa hal itu sepertinya tak akan merugikan konsumen.

Potensi dan Rencana Google

Perusahaan investasi JPMorgan memprediksi bahwa pasar advertising akan meningkat dari 20,8 miliar dolar AS tahun ini menjadi 28,6 miliar dolar AS di tahun 2010 mendatang. Dengan begitu, kesempatan Google untuk mendapatkan profit di semen bisnis barunya juga makin besar.

Selama ini, DoubleClick menyediakan layanan yang memungkinkan para web publisher, pemasang iklan online, dan agen periklanan untuk mempromosikan bisnis mereka lewat iklan digital. Ada dua divisi utama dalam perusahaan tersebut. Divisi Dart menyediakan tools dan berbagai layanan untuk penjualan dan pembelian iklan. Sedangkan divisi Performics bertanggung jawab terhadap pemasaran mesin pencari berdasarkan iklan yang dibayarkan per-klik, hal yang selama ini jadi andalan Google.

Dalam blog resmi Google, CEO Eric Schmidt memaparkan sedikit rencananya untuk DubleClick. “Para pembuat iklan iklan dan publisher yang bekerja dengan kami telah lama meminta kami untuk menggabungkan layanan pencarian dan periklanan berbasis konten”. Sepertinya, Google berencana untuk membuat semacam dashboard iklan online bagi para publisher, pemasang, dan agensi iklan menggunakan platform andalan milik DoubleClick.

Dengan masuk ke bisnis advertising, diversifikasi layanan Google juga bertambah. Saat ini, Yahoo mungkin masih menjadi memimpin dunia online advertising, tapi jika Google dapat menyediakan layanan yang lebih mudah untuk diakses, mereka diprediksi akan dapat memimpin bisnis ini.

 Fenomena Small is Pretty Melanda Dunia Komputer

Oleh: Restituta Ajeng Arjanti

Istilah “big is beautiful” rasanya tak berlaku di dunia teknologi masa kini. Itu bisa dilihat dari lahirnya beragam versi mungil dari perangkat komputer dan telekomunikasi. Meski begitu, jangan pandang remeh perangkat-perangkat bertubuh mungil itu. Berbanding terbalik dengan ukuran tubuhnya, mereka tak kalah pintar dari mesin-mesin pendahulunya yang berbodi bongsor.


Desktop Berukuran Irit

Gaya minimalis rupanya ikut melanda dunia teknologi. Kita tidak bicara soal fitur, tapi lebih pada bentuk perangkat-perangkatnya. Contohnya sudah banyak, bisa dilihat di mana-mana. Desktop PC tampil semakin ramping, juga notebook semakin mungil dan ringan. Bahkan beberapa tahun belakangan ini, beberapa vendor melahirkan beberapa kategori perangkat komputer yang baru, dengan istilah yang baru pula. Ada Ultra Mobile PC alias UMPC, subnotebook, hingga yang yang paling baru yang diperkenalkan oleh Intel sebagai netbook dan nettop.

Sekarang, mari kita bicara tentang komputer desktop alias PC. Yang sedang “in” adalah komputer-komputer bertubuh ramping, ringkas, dan irit tempat. Kalau mau dibayangkan, bentuknya kurang lebih seperti iMac besutan Apple yang paling gres, New iMac. Tubuhnya tipis dengan CPU menyatu pada monitor layar datarnya.

Terinspirasi Apple

Perlu kita akui, komputer-komputer berlogo apel rancangan Steve Jobs memang merupakan salah satu kiblat teknologi. Kalau Anda perhatikan, komputer Apple kerap tampil di layar film besutan studio Hollywood, dan belakangan juga menghias beberapa film dan sinetron Tanah Air. Dari situ, bisa dilihat bahwa komputer-komputer cantik dan ringkas memang punya magnet, selain bisa menjawab masalah keterbatasan ruang penggunanya. Tak hanya “pretty”, mereka juga “smart”.

Sekarang, jumlah produk pesaing New iMac sudah banyak. Menyambut tahun baru 2008 ini contohnya, NEC meluncurkan seri Powermate P5000 berwarna putih yang disebut-sebut terinspirasi oleh New iMac. Selain warnanya yang serupa iMac, CPU dari P5000 juga menempel dengan layar monitornya. Yang menarik, dalam keadaan tertutup, desktop semi-portabel ini bisa dengan mudah dijinjing, apalagi ia dilengkapi dengan pegangan di bagian atas belakang monitornya.

Ikut meramaikan pasar komputer berukuran irit, di awal tahun ini HP memperkenalkan seri desktop Compaq dc7800 Ultra-slim. CPU-nya mungil, mirip Mac Mini. Meski tidak menyatu dengan monitor LCD tipisnya, pengguna dapat mengaitkan CPU tersebut di bagian belakang monitornya. Hasilnya tentu saja tampilan yang lebih ringkas dan irit tempat.

Selain NEC dan HP, masih ada beberapa vendor lain yang juga melempar komputer tipisnya ke pasaran. Sebut saja Asus yang memperkenalkan seri Asus Nova P22 Mini PC-nya, Dell yang merilis Dell XPS One Desktop, atau Acer yang punya Acer Aspire L3000 Series. Semua produk tersebut punya ciri yang sama: berukuran irit.

Spesifikasi Tinggi


Meski bentuknya irit, tak berarti harga dan teknologi yang dibawa oleh komputer-komputer tersebut juga irit. Buktinya, banyak dari mereka dijual di atas 1.000 dolar AS. Maklum, spesifikasinya lumayan tinggi—prosesor baru keluaran Intel atau AMD, kapasitas hard disk di atas 100 gigabyte (GB), memori kaliber GB, juga kartu grafis yang terhitung high-end.

Buat orang-orang yang punya masalah keterbatasan tempat, tapi bukan kantong, komputer-komputer cantik dan mungil ini bisa jadi jawaban yang tepat. Tapi sekali lagi, mahal itu relatif, bukan?

Melestarikan Bahasa Daerah Lewat Kamus Online

Indonesia kaya akan beragam suku bangsa, budaya, dan bahasa. Sayangnya, tidak banyak orang yang berminat untuk melestarikan ragam budaya tersebut. Hal itu jadi alasan bagi seorang siswa SLTA 39, Fauzan Helmi Sudaryanto, untuk mengembangkan kamus bahasa tradisional online berjuluk Kardinal. Yang menarik,  Fauzan mengembangkan kamus ini menggunakan teknologi open source.

“Minat kita warga Indonesia, terutama kaum muda dan remaja, untuk terus melestarikan budaya masih kurang. Padahal budaya itu aset yang sangat berharga buat identitas bangsa kita,” ujar Fauzan kritis. Daripada berteriak atau mencaci negara lain yang berusaha “mencaplok” budaya Indonesia, dia memilih untuk membuat karya yang inovatif untuk menunjukkan keberagaman budaya yang memang asli Indonesia. “Jangan mau dikontrol oleh panasnya situasi, tapi balas dengan karya,” katanya.

Memilih Open Source

Kardinal dikembangkan menggunakan engine Glossword yang berbasis open source. Aplikasi ini dia kembangkan selama sekitar tiga bulan. “Mulai dari ide sampai website-nya online,” imbuh Fauzan. Kalau penasaran dengan Kardinal, Anda bisa singgah ke www.kamus-tradisional.web.id.

Fauzan sengaja memilih teknologi open source untuk mengembangkan Kardinal. Alasannya, “Open source memungkinkan kita untuk berkolaborasi dengan banyak orang di luar sana. Kita bisa berbagi tanpa batas.” Pengembangan kamus tradisional ini merupakan proyek terbuka. Kontributor dari berbagai daerah dapat ikut berkontribusi dalam mengembangkan database bahasanya. Karena itu, Fauzan tidak membatasi jumlah bahasa yang dapat dimasukkan ke dalam Kardinal. Dia mengaku akan mustahil bagi dia jika harus mengembangkan kamus ini sendirian.

Asal Anda tahu, Kardinal menjadi jawara dalam ajang Indonesia ICT Award (INAICTA) 2009 untuk kategori Student Project SMA. Aplikasi ini pun akan mewakili Indonesia dalam ajang Asia Pasific ICT Award (APICTA) 2009 di Melbourne, Australia pada bulan Desember mendatang.

Cara Kerja


Cara kerja Kardinal sama dengan cara kerja kamus online pada umumnya. “Kita bisa memasukkan kata dalam bahasa Indonesia, bahasa Inggris, atau bahasa daerah dalam kotak pencarian, tanpa harus memilih bahasa asal dan bahasa tujuan yang dituju,” Fauzan menjelaskan. Hasil pencarian akan menampilkan kata dalam bahasa daerah, bahasa Indonesia, atau bahasa Inggris yang memiliki arti sama dengan kata yang dimasukkan dalam kotak pencarian.

Diakui oleh Fauzan, tantangan terberat dalam mengembangkan kamus tradisional ini terletak dalam proses validasinya. Pasalnya, entry yang dimasukkan ke dalam database Kardinal hanya dimengerti oleh kontributor yang bersangkutan. “Ada kalanya pengunjung yang masuk ke situs Kamus Tradisional Online melaporkan kesalahan arti yang ada dalam kamus,” kata Fauzan.

Saat ini, baru ada delapan orang yang menjadi kontributor Kardinal. Jika tertarik untuk ikut mengembangkan kamus online ini, Anda juga bisa mendaftarkan diri melalui website Kardinal. Syaratnya sangat mudah. Anda cukup merupakan warga negara Indonesia, peduli terhadap kelestarian aset bangsa, punya kompetensi yang dibutuhkan, dan mau bertanggung jawab terhadap apa yang sudah ditulis dalam website. (Restituta Ajeng Arjanti)

Alat Deteksi Mahasiswa Tukang Contek

Oleh: Restituta Ajeng Arjanti

Banyak orang salah mengartikan kebebasan yang disediakan oleh gudang informasi online, internet, untuk melakukan plagiarisme. Yang memprihatinkan, tindakan pencontekan itu banyak juga dilakukan oleh mahasiswa dan pelajar. Berangkat dari keprihatinan itu, beberapa dosen di Universitas Gadjah Mada (UGM) menciptakan aplikasi anticontek. Namanya Test of Texts Similarity, atau disingkat TESSY.

Internet, Positif dan Negatif


Di dunia pendidikan, ada dua pendapat tentang internet. Hal itu diakui oleh Didi Achjari, salah satu dosen dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) UGM yang ikut mengembangkan TESSY.

Internet mempermudah pencarian data dan referensi yang diperlukan secara online. Namun, di sisi lain, internet pun bisa jadi media yang memudahkan orang menjiplak hasil karya orang lain. Lewat Google misalnya, mahasiswa bisa leluasa mencari bahan-bahan tugas karya tulis mereka, bisa dengan cepat menemukan literatur yang sesuai, lalu bisa juga menyimpan dan menyalinnya. Cepat dan mudah, tapi tidak sportif dan kreatif.

Untuk mengurangi maraknya kasus penjiplakan paper, thesis, atau karya tulis mahasiswa, beberapa kebijakan ditempuh oleh pihak civitas akademis. Antara lain membatasi mahasiswa untuk membaca skripsi, thesis, dan disertasi; serta melarang karya-karya tulis tersebut untuk di-online-kan lewat perpustakaan digital. Untuk mengoptimalkan kebijakan itu, Didi bersama rekan-rekannya―Dimas Muklas (FEB UGM & FMIPA UGM), Aman Rohiman (FMIPA UGM), dan Ajeng Nurhidayati―juga mengembangkan TESSY.

TESSY dibuat untuk mendeteksi kemiripan karya tulis mahasiswa. Dengan aplikasi itu, para dosen atau civitas akademis bisa dengan mudah membandingkan dan mendeteksi tingkat kemiripan karya tulis buatan para mahasiswa―antara yang satu dengan yang lain, atau yang tersimpan dalam basis data.

Fitur TESSY

TESSY dikembangkan sebagai program desktop, bukan aplikasi berbasis web. Menurut Didi, aplikasi ini mungkin untuk dilengkapi dengan fasilitas upload dokumen, agar hasilnya bisa dilihat di mana saja lewat web. “Namun, tentu saja proses komparasi tetap dilakukan di server dan berbasis desktop,” jelas Didi.

Syarat utama agar TESSY bisa bekerja adalah tersedianya versi digital, atau softcopy, dari karya tulis. File itu nantinya akan dibandingkan dengan karya-karya tulis yang tersimpan dalam basis data dan perpustakaan digital kampus. Karena setiap lembaga pendidikan umumnya punya standar kemiripan yang bereda untuk dimasukkan dalam kategori penjiplakan, tingkat kemiripan yang ingin dideteksi lewat TESSY sengaja dibuat agar dapat diatur secara bebas.

Aplikasi ini hanya mengecek kata-kata. Jadi, bisa membandingkan hasil karya tulis dengan dokumen yang berasal dari mana dan tahun kapanpun. Selain itu, TESSY juga dilengkapi dengan fitur untuk mencetak laporan formal. Jika tak ada masalah dengan karya tulis buatan mahasiswa, laporan ini bisa dijadikan syarat untuk mengikuti wisuda. Tapi, jika karya tulisnya bermasalah, laporan ini akan digunakan untuk bahan dalam proses penyelidikan lebih lanjut.

Untuk mendeteksi kemiripan teks dalam dokumen, Didi menjelaskan, ada dua metoda pengujian yang diterapkan dalam aplikasi ini, yaitu uji kemiripan teks dan uji kemiripan frase.

Untuk uji kemiripan teks, TESSY menggunakan algoritma perbandingan huruf yang sudah baku, yaitu difference algorithm. Algoritma ini―antara lain digunakan oleh Adobe dan Microsoft―dan dikembangkan oleh Didi untuk membandingkan kata. Uji kemiripan teks ini dipakai untuk menghitung prosentase kemiripan dokumen yang diuji dengan dokumen yang sudah ada. Nilai prosentase tinggi menunjukkan tingkat kemiripan yang sangat tinggi.

“Hasilnya cukup valid, namun TESSY belum mengecek sampai level kutipan, dasar teori, dan sejenisnya. TESSY murni hanya membandingkan kata,” papar Didi. “Dengan demikian, hasil kemiripan belum bisa dijadikan keputusan plagiarisme. Perlu dosen ahli untuk mengecek dokumen yang dinyatakan suspect plagiat.”

Sementara, untuk metode kesamaan frase, TESSY akan mencari dan menghitung kemunculan frase dan kombinasinya dalam dokumen. Dalam metode ini, karakter-karakter selain teks dan separator dihilangkan dari dokumen. Lalu, aplikasi akan mencari frase dalam dokumen, dan menghitung jumlah kemunculannya. Fitur dalam TESSY juga memungkinkan penguji untuk memasukkan frase yang populer dalam bidang ilmu tertentu.

Implementasi di UGM


Saat ini, aplikasi TESSY hanya bisa berjalan di sistem operasi Windows. “Aplikasi ini baru diujicobakan di FEB UGM,” kata Didi. Karena baru tahap uji coba, penggunaannya pun baru bersifat random―khususnya jika ada karya tulis yang dicurigai. “Setelah aplikasi ini disempurnakan, bisa saja dipakai fakultas atau universitas lain yang berminat,” tambahnya.

Di UGM, dokumen yang dimasukkan ke dalam TESSY adalah yang berformat PDF. Alasannya, saat ini mahasiswa FEB memang diminta untuk menyerahkan skripsi dalam bentuk PDF. Didi mengatakan, “Kalau diperlukan, dalam pengembangan aplikasi TESSY nantinya bisa mengakomodasi file bentuk lain atau file teks biasa.”

Menurut Didi, implementasi TESSY untuk kalangan pendidikan sangat adil. Pasalnya, keputusan bahwa mahasiswa melakukan praktik plagiarisme atau tidak tetap ada pada dosen pembimbing, atau lembaga lain yang menginvestigasi para suspect plagiat itu. “Sistem ini sangat fair bagi kami, di mana ada kombinasi yang baik antara tools (TESSY) dan decision maker (investigator atau pakar),” katanya.

TESSY sempat diikutsertakan dalam ajang Acer Intel E-Learning Competition, September 2008. Aplikasi inovatif ini sukses meraih penghargaan terbaik untuk kategori dosen kelompok.

Anda pasti sudah membaca eBook gratis saya 20 Milyuner Muda bukan?? Jika sudah apa saja yang bisa anda ambil hikmahnya untuk kemajuan bisnis anda? Atau jika anda sedang merintis sebuah usaha apa saja yang perlu anda lakukan?
Saya membaca ada banyak hikmah yang bisa kita ambil dari eBook tersebut beberapa diantaranya adalah:

  1. Tekad dan mindset yang kuat untuk berdikari, menurut saya itu adalah modal utama kita, jika kita mau menjadi orang yang sukses.
  2. Mimpi, mimpi merupakan blueprint dari kesuksesan kita, jadi selagi mimpi itu gratis jangan pernah malu untuk mimpi setinggi-tingginya. Masih ingat kan waktu kita SD sering mendengar peribahasa, gantungkan cita-citamu setinggi langit. Ya, kalau setinggi-tingginya saja gratis kenapa mesti takut untuk bermimpi.
  3. Tidak cepat puas, semua tokoh diatas adalah orang-orang yang tidak cepat puas dengan hasil yang telah dicapainya. Sifat inilah yang akan melahirkan ide-ide cerdas dan kreatif untuk bisnis anda.
>> Pelajaran Dari Mendirikan Perusahaan Start-Up: Lessons Learned
> from Starting-Up1
>>
>> Budi Rahardjo2
>> PT INDO CISC
>> e-mail: budi@…
>> Juni 2003
>>
>> Akhir-akhir ini banyak orang berbicara tentang entrepreneurship.
> Mahasiswa digiring untuk menidirikan usaha sendiri dengan iming-
> iming menjadi Bill Gates kedua. Apakah semudah itu? Jika memang
> semudah itu, mengapa kita belum mendengar cerita sukesnya? Tulisan
> ini mencoba menceritakan suka dukanya membuat usaha sendiri, atau
> yang dikenal dengan istilah mendirikan start-up. Tulisan ini
> berdasarkan kepada pengalaman penulis yang mungkin tidak dapat
> digeneralisir menjadi kaidah umum dalam perjalanan mendirikan
> perusahan. Paling tidak, tulisan ini mencoba menceritakan pelajaran
> yang penulis peroleh. Untuk itu tulisan ini tidak terlalu formal.
>>
>>
>> Daftar Isi
>>
>>
>> Awal Perjalanan
>>
>>
>> Bagian ini akan menceritakan awal perjalanan saya dalam
> mengembangkan start-up, yaitu ketika di Kanada.
>>
>>
>> Software & hardware house: Iqra Biomedical
>>
>>
>> Keinginan saya untuk mendirikan perusahaan dimulai ketika saya
> mengambil pendidikan S2 dan S3 di Kanada. Kala itu saya memiliki
> beberapa teman dari berbagai jurusan; electrical engineering,
> computer science, dan dari kedokteran. Salah seorang dari mereka
> pernah ditugasi dosennya untuk membuat program untuk melakukan
> diagnosa pasien. Program tersebut mengimplementasikan sebuah expert
> system dan mencoba menganalisa penyakit yang diderita oleh pasien
> berdasarkan data-data yang diberikan oleh pasien tersebut. Kami
> pikir program ini bisa diteruskan menjadi sebuah program komersial.
> Selain itu rekan-rekan di kedokteran juga telah menggunakan alat-
> alat elektronik untuk melakukan operasi. Mereka adalah dokter-dokter
> muda yang terbiasa menggunakan komputer (e-mail dan sejenisnya).
> Kemudian timbul ide untuk mengkomputerkan perangkat laparoscopy.
> Dengan modal dua ide ini kami sepakat untuk membuat sebuah usaha
> bersama dengan nama Iqra Biomedical. Modal kami tidak banyak karena
> sebagian besar kami adalah mahasiswa, apalagi saya mahasiswa asing
> yang notabene keuangannya pas-pasan.
>>
>> Langkah pertama yang kami lakukan adalah mendokumentasikan semua
> yang kami miliki dan melakukan pencarian informasi (riset) awal.
> Setelah itu kami menghubungi sebuah institusi yang bernama IRAP,
> Industrial Research Assistance Programme yang merupakan bagian atau
> program dari National Research Council. Misi dari IRAP ini adalah
> membantu industri kecil dan menengah dalam mengembangkan
> kemampuannya di bidang teknologi dan inovasi. Saya lupa berapa yang
> harus kami bayar kepada IRAP waktu itu, mungkin CAN$ 500? (ataukah
> CAN $100?). Yang saya ingat adalah biayanya terjangkau. Kami
> berkonsultasi dengan IRAP tentang kemungkinan teknologi dan bisnis
> kami itu. IRAP kemudian melakukan risetnya dan memberikan hasilnya
> dalam bentuk sebuah dokumen. Dalam dokumen tersebut ditunjukkan
> potensi dari bisnis, kelemahan dari bisnis kami, kompetitor kami,
> pakar-pakar di Kanada yang dapat dihubungi untuk melakukan
> konsultasi teknologi, dan hal-hal lain yang sangat membantu kami
> dalam memfokuskan diri. Kami juga diberi kesempatan untuk banyak
> melakukan konsultasi. Berdasarkan masukan ini, kami meneruskan untuk
> melakukan usaha tersebut. Sebagai catatan, inisiatif seperti IRAP
> ini belum ada di Indonesia. Ataupun kalau ada, saya belum pernah
> mengetahui.
>>
>> Sayangnya dalam perjalanannya usaha kami ini tidak berhasil karena
> beberapa hal, antara lain:
>>
>> * Kami kehabisan dana (untuk menggaji seorang programmer untuk
> melakukan dokumentasi requirement engineering dan menyewat tempat di
> basement rumah). Dugaan kami bahwa pekerjaan dapat selesai dalam
> waktunya ternyata molor.;
>> * Komitmen dari calon pembeli alat (laparoscopy) masih belum
> ada karena alat tersebut terlalu advanced waktu itu (sekarang sudah
> ada yang mencobanya di Itali). Kami mempresentasikannya di depan
> dokter-dokter di sebuah rumah sakit umum di kota kami. Mereka masih
> belum dapat menangkap konsepnya. We were ahead of its time;
>> * Biaya untuk melakukan pengujian di bidang medical sangat
> mahal (karena menyangkut manusia sehingga harus hati-hati); Kami
> harus mendatangkan pakar dari beberapa kota untuk mengevaluasi
> produk jika sudah jadi. Ini terlalu mahal.
>>
>> Akibatnya usaha tersebut berhenti di tengah jalan. Namun kami akan
> mencobanya kembali. Sampai sekarang belum terlaksana.
>>
>>
>> ISP: Canada Overdrive Online
>>
>>
>> Tahun 1995 Internet mulai boleh digunakan untuk keperluan
> komersial. Akses ke Internet mulai dibuka untuk masyarakat umum.
> Mulailah muncul industri akses Internet yang dikenal dengan nama
> Internet Service Provider (ISP). Akhirnya kami pun mendirikan
> perusahaan ISP dengan nama Canada Overdrive Online (COOL) yang
> dimulai dari basement rumah dengan modal sebuah komputer, sebuah
> modem, dan sebuah koneksi ISDN. Sebagai catatan, waktu itu belum ada
> satu ISP yang sangat dominan seperti AOL saat ini. AOL masih kecil
> akan tetapi tumbuh dengan cepat. Waktu itu kami berharap dapat
> menjadi AOL-nya Kanada. Itulah sebabnya nama usahanya agak nyerempet
> AOL.
>>
>> Semenjak Netscape sukses besar dengan IPO (Initial Public
> Offering) di bursa saham, banyak orang yang ingin mendirikan
> perusahaan high-tech dan kemudian melaju ke IPO. Inilah awal dari
> munculnya “dotcom”. Usaha kami pun mulai diminati oleh beberapa
> orang di komunitas. Mulailah kami membuat dokumen bisnis, meresmikan
> bisnis (incorporated), dan menjual saham diantara “friends and
> family”. Terus terang kami tidak mengetahui teori-teori bisnis
> (khususnya start-up) yang kemudian mulai muncul. Bisnis kemudian
> meningkat sehingga kami harus pindah ke sebuah ruko dengan menyewa
> saluran telepon yang lebih banyak.
>>
>> Namun nampaknya bisnis ISP tidak semudah yang disangka. Persaingan
> sangat ketat dan diperlukan investasi terus menerus karena kemajuan
> teknologi. Modem yang tadinya hanya 9600 bps, harus diganti ke 33,6
> kbps. Baru selesai pergantian (investasi), harus diganti lagi dengan
> 56 kbps. Implikasinya adalah keuntungan tak kunjung datang karena
> keuntungan harus diinvestasikan kembali. Bahkan untuk menjaga agar
> kompetitif dan break even, kami harus meningkatkan jumlah saluran
> telepon.
>>
>> Pada akhirnya bisnis kami ini harus kami jual kepada orang lain
> karena kami tidak mampu mengurusi sisi bisnisnya. Kami kebetulan
> adalah orang-orang teknis yang melihat kesempatan (opportunity),
> akan tetapi tidak memiliki latar belakang bisnis yang cukup kuat
> untuk menghadapi tantangan bisnis.
>>
>> Pelajaran yang saya peroleh dari bisnis ini:
>>
>> * Bisnis ISP merupakan bisnis yang tidak terlalu
> menguntungkan. Itulah sebabnya saya cukup heran ketika kembali ke
> Indonesia dan banyak orang ingin mendirikan ISP. Saya berikan saran-
> saran berdasarkan pengalaman saya. Namun iming-iming untuk menjadi
> sukses lebih dominan.
>> * Bisnis yang sangat ditentukan oleh teknologi seperti ini
> harus selalu merencanakan perkembangan teknologi agar tidak
> melakukan investasi terus menerus dan tidak kunjung break-even.
>> * Sebaiknya bisnis dijalankan oleh orang yang mengerti bisnis,
> bukan oleh techie (orang teknis). Atau, jika sang techie ingin
> menjalankannya, maka dia harus mengerti bisnis. Atau, mungkin
> pelajaran bisnis dimasukkan sebagai bagian dari kurikulum pendidikan
> teknis.
>>
>>
>> Web hosting: Iscom
>>
>>
>> Model bisnis berikutnya yang mulai berkembang waktu itu adalah web
> hosting. Maka saya pun tidak ketinggalan. Beserta kawan-kawan
> (sesama mahasiswa Indonesia yang besekolah di luar negeri) yang
> tersebar di berbagai penjuru dunia mulai berkeinginan untuk terjun
> ke usaha web hosting lengkap dengan programmingnya dengan nama
> Iscom. Lagi-lagi dimulai dari mengumpulkan dana sesama mahasiswa
> Indonesia.
>>
>> Sayangnya bisnis ini juga gagal. Bagi saya sangat berat untuk
> mempertanggung-jawabkan hilangnya uang rekan-rekan yang dititipkan
> di bisnis ini. Kali ini kegagalan disebabkan oleh:
>>
>> * Tidak adanya yang mau menekuni sisi bisnis. Kala itu saya
> sendirian menjalankan hampir semuanya, mulai dari setup sistem
> sampai ke marketing;
>> * Waktu itu belum banyak orang Indonesia yang mengenal
> Internet, apalagi web hosting. Lagi-lagi, kami terlalu advanced;
>> * Model bisnis dari web hosting ternyata juga masih belum
> jelas.
>>
>>
>> Perjalanan Berikutnya
>>
>>
>> Akhir tahun 1997, saya kembali ke Indonesia di tengah badai krisis
> moneter. Kegagalan membuat bisnis di Kanada tersebut tidak membuat
> saya jera. Saya coba kembali membuat beberapa usaha di Indonesia.
>>
>>
>> Konsultan: Insan Komunikasi, Insan Infonesia
>>
>>
>> Sebelum pulang ke Indonesia, kami sempat mendirikan sebuah
> perusahaan yang memfokuskan diri ke jasa konsultasi teknologi
> informasi dengan nama Insan Komunikasi (dimana ada kemiripan nama
> dengan Iscom) yang kemudian akhirnya berganti nama menjadi Insan
> Infonesia. Kali ini kami memulai dari keluarga sendiri dengan
> langkah yang perlahan-lahan. Perusahaan ini sampai sekarang masih
> bertahan, meski masih kecil. Mudah-mudahan perusahaan ini bisa
> menjadi contoh sukses.
>>
>>
>> Venture Capital: INDOCISC
>>
>>
>> Bisnis dotcom mulai meledak di tahun 1999 dan 2000. Muncullah
> entity yang bernama venture capital di dalam peta bisnis Information
> Technology (IT) di Indonesia. Venture capital sendiri sebetulnya
> bukan sesuatu yang baru di dunia IT. Namun di Indonesia, ini masih
> sesuatu yang baru. Saya pun kemudian terbujuk untuk mencoba usaha
> dengan bantuan venture capital dari Korea. Tadinya saya tidak
> berkeinginan untuk membuat usaha ini karena toh sudah ada perusahaan
> (Insan Komunikasi, lihat bagian sebelumnya). Namun akhirnya saya
> tertarik juga untuk mencoba bekerja-sama dengan venture capital.
> Mulailah kami membuat badan usaha yang bernama INDOCISC dengan
> bidang: community system development dan security. (Pada akhirnya
> kami memfokuskan pada bidang security.)
>>
>> Dari INDOCISC ini kami juga mengembangkan badan usaha lain yang
> bergerak dalam bidang pengembangan komunitas dan SDM, serta
> penempatan SDM IT di luar negeri. Sayangnya badan usaha lain ini
> tidak berjalan dengan semestinya. Hal ini disebabkan karena:
>>
>> * Kurangnya orang yang fokus dalam penjalankan bisnis
> tersebut. Kesulitan mendapatkan SDM yang dapat menjalankan bisnis
> merupakan salah satu kendala besar. SDM yang berkutat di bidang
> teknis tidak terlalu masalah (meskipun masih kekurangan juga);
>> * Jatuhnya bisnis dotcom (bubble bust) di seluruh dunia
> sehingga membuat banyak perusahaan IT tutup;
>> * Ketidak-cocokan antar pendiri dan pemegang saham. Ketika
> masalah muncul, maka mulai nampak karakter dari masing-masing.
> Kecocokan pada tahap awal belum menjadi jaminan akan cocok terus.
> Hal ini sudah berulang kali terjadi.
>>
>> INDOCISC sendiri akhirnya memfokuskan diri dalam bidang security
> dan tidak menangani lain-lainnya (meskipun kami bisa). Adanya fokus
> ini ternyata membawa berkah karena dia menjadi dikenal dalam bidang
> security. Untuk pekerjaan yang non-security, INDOCISC bekerjasama
> dengan perusahaan-perusahaan lain yang lebih fokus dan kompeten di
> bidangnya. Misalnya, jika ada yang menawarkan pekerjaan untuk
> melakukan desain web, kami sarankan untuk menghubungi partner kami
> yang memang fokus kepada usaha tersebut. Pelajaran baik yang dapat
> dipetik:
>>
>> * Fokuskan pada satu bidang atau kompetensi tertentu. Jangan
> mau semua (meskipun bisa). Dalam bahasa Inggris dikenal
> peribahasa: “Jack of all trades, master of none”.
>> * Giat dalam bidang Research & Development (R&D). Kami tahu
> bahwa kekuatan dari kami adalah pada sisi R&D nya.
>> * Dekat dengan perguruan tinggi merupakan salah satu
> keuntungan untuk mendapatkan SDM (untuk melakukan R&D), teknologi,
> dan ide-ide. Perguruan tinggi merupakan tempat yang relatif aman dan
> murah untuk menguji dan mengeksplorasi ide. Mahasiswa merupakan
> tenaga murah yang dapat dilibatkan dalam pengembangan. Sementara itu
> mahasiswa senang dilibatkan karena dia mendapatkan pengalaman
> industri yang nantinya bisa menjadi track record dia ketika dia
> selesai.
>>
>>
>> Pengamatan lain dalam perjalanan ini
>>
>>
>> Selain mendirikan perusahaan, saya masih aktif mengajar dan
> meneliti di perguruan tinggi. Dalam pergaulan di kampus dan dengan
> industri ada beberapa komentar yang dapat saya tangkap:
>>
>> * Kadang-kadang perguruan tinggi menjadi pesaing bagi industri
> kecil dan menengah. Ini dianggap kurang fair bagi entrepreneur.
> Bukannya mereka dibantu, mereka malah disaingi oleh perguruan
> tinggi. Ada istilah entrepreneur university yang menurut saya agak
> keliru. Ternyata yang dimaksud dengan entrepreneur university adalah
> sang perguruan tinggi-nya lah yang menjadi entrepreneur. Padahal
> seharusnya mahasiswanya, lulusannya, dan mungkin dosennya yang
> didorong dan didukung untuk menjadi entrepreneur, bukannya malah
> ditandingi. Situasi ini tidak kondusif.
>> * Beberapa perguruan tinggi mengungkapkan ingin mendorong
> mahasiswanya untuk menjadi entrepreneur. Namun pada kenyataannya
> belum ada laboratorium atau kurikulum yang mendukung ke arah sana.
> Jadi pernyataan atau keinginan tersebut masih terbatas pada lip
> service. Hal ini perlu diubah jika memang perguruan tinggi serius
> ingin menciptakan entrepreneurs.
>> * Perguruan tinggi masih belum serius dalam mengijinkan
> stafnya (dosen) untuk terjun membuat usaha (menjadi entrepreneur).
> Perlu dibedakan antara dosen yang mengerjakan proyek (mroyek) dan
> dosen yang ingin mengembangkan industri dimana dia merupakan salah
> satu pemain di industri tersebut. Keduanya masih dianggap sama.
> Padahal yang terakhir ini bisa menciptakan lapangan pekerjaan dan
> menjadi contoh nyata (riil) bagi mahasiswa. Kesuksesan seorang dosen
> masih diukur dengan ukuran konvensional (seperti jumlah makalah).
>> * Belum adanya insentif dan program dari Pemerintah. Yang ada
> baru program-program yang sekedar “wah” (sehingga nama pejabat yang
> bersangkutan dikenal) namun tidak memiliki visi dan langkah yang
> jelas dan nyata bagi pelaku bisnis.
>> * Kebanyakan mahasiswa masih berjiwa “ingin kerja ke
> perusahaan orang lain”. Opsi mengembangan usaha sendiri baru muncul
> belakangan ini dan masih belum populer.
>>
>>
>> Pelajaran Yang Diperoleh
>>
>>
>> Pada bagian ini saya ingin merangkumkan pelajaran yang kami
> peroleh dalam mendirikan menjalankan start-up. Beberapa sebab
> kegagalan, antara lain:
>>
>> * Teknologi dan produk yang dihasilkan terlalu advanced
> sehingga belum diminati. Biasanya produk ini di-drive oleh para
> insinyur (techie, engineers).
>> * Belum ada inisiatif dari Pemerintah Indonesia untuk membantu
> industri kecil seperti ini. Bahkan, ada “gangguan” seperti
> perpajakan untuk perusahaan yang baru tumbuh. Seharusnya ada
> inisiatif untuk membantu industri kecil dengan menangguhkan
> perpajakan sampai perusahaan yang bersangkutan benar-benar stabil
> (misalnya dengan membebaskan dari pajak sampai 10 tahun seperti
> dilakukan di Malaysia atau Taiwan). Adanya insentif ini membuat
> pelaku bisnis semangat untuk melakukan investasi dan membuka
> lapangan kerja. Topik ini merupakan hal yang penting dan perlu
> dibahas secara terpisah.
>> * Belum ada bantuan dari Pemerintah Indonesia, seperti halnya
> adanya program IRAP (Industrial Research Assitance Program) di
> Kanada. Program bantuan yang ada masih bersifat proyek yang selesai
> setelah dana berhenti. Industri kecil terpaksa belajar sendiri dari
> kegagalannya. Jika digabungkan kegagalan-kegagalan yang dialami oleh
> semua industri kecil, jumlahnya akan besar. Ini merupakan pelajaran
> yang sangat mahal.
>> * Kurangnya SDM yang dapat menjalankan bisnis (bukan sisi
> teknis) yang mengerti teknologi. (Kemana saja lulusan ekonomi dan
> management?)
>> * Keharmonisan antara pendiri, pemegang saham, dan yang
> menjalankan bisnis belum tentu langgeng. Perlu dibuatkan aturan main
> (sistem) yang disepakati bersama pada awalnya sehingga tidak terjadi
> perpecahan di tengah jalan.
>> * Kehebatan teknis bukan menjadi jaminan kesuksesan sebuah
> bisnis.
>>
>> Sementara itu pelajaran lain yang diperoleh dari usaha mendirikan
> start-ups antara lain:
>>
>> * Pendirian usaha biasanya dimulai dari beberapa orang yang
> memiliki ide. Kemudian pendanaan dimulai dari beberapa orang ini
> ditambah dari kawan-kawan. Istilah yang umum adalah dari “friends
> and family”. Nampaknya ini adalah rule of thumb dalam mendirikan
> start-up. (Banyak buku yang membahas hal ini dan teori yang ada di
> buku tersebut memang benar karena telah saya alami.)
>> * Fokus kepada satu bidang atau kompetensi merupakan salah
> satu kunci kesuksesan. Jangan rakus dan mau semua.
>> * Orang teknis sebaiknya diberi bekal atau pengetahuan
> (wawasan) tentang bisnis. Pendidikan di perguruan tinggi yang
> memiliki jurusan teknis perlu diubah untuk mengakomodasi hal ini.
>>
>>
>> Kesimpulan
>>
>>
>> Mendirikan sebuah usaha start-up ternyata tidak mudah. Banyak hal
> yang tidak diketahui pada saat mendirikan perusahaan. Banyak
> perusahaan start-up yang mati di tengah jalan dikarenakan berbagai
> alasan yang telah diuraikan pada tulisan ini.
>>
>> Saya pribadi masih terus belajar (dan siap jatuh bangun)
> mengembangkan bisnis yang bernuansa teknologi. Mudah-mudahan apa
> yang saya jalankan dapat menghasilkan sesuatu yang sukses besar
> sehingga dapat dijadikan contoh untuk memotivasi calon-calon
> entrepreneur baru.

Di antara banyak faktor yang berperan membuat Jepang menjadi raksasa ekonomi di paruh kedua abad XX adalah etika kerja dari karyawan yang stereotip.

Orang-orang yang biasa berbaju biru tua inilah yang merupakan mesin penggerak salah satu sukses ekonomi terbesar dalam sejarah modern. Beginilah bunyi cerita yang telah melegenda, sebelum datang kesaksian dari Tony Dickensheets. Dia adalah seorang pendidik Amerika di Charlottesville, Virginia.

Peran ibu
Pada tahun 1996 dia berkesempatan beberapa bulan menetap di Jepang. Selama itu, ia berpindah-pindah tinggal di beberapa rumah keluarga karyawan. Berdasar pengamatannya, dia berkesimpulan, unsur kunci dari economic miracle Negeri Sakura ini ternyata telah diabaikan atau paling sedikit amat dianggap enteng, yaitu peran kyoiku mama atau education mama.
Dengan kataan lain, pertumbuhan ekonomi Jepang yang luar biasa sejak 1960, bukanlah hasil kebijakan pemerintah melalui pekerja yang bersedia bekerja 16 jam per hari. Sementara para suami bekerja, para istri bertanggung jawab atas pendidikan anak-anak. Dalam kapasitas sebagai ibu inilah para istri membaktikan hidupnya demi kepastian keturunan mampu memasuki sekolah-sekolah bermutu.
Maka di balik karyawan Jepang yang beretika kerja terpuji itu ada perempuan umumnya, kyoiku mama atau education mama khususnya. Mereka inilah yang merupakan pilar-pilar kukuh yang menyangga para karyawan itu. Merekalah yang membantu perkembangan ekonomi yang luar biasa dari bangsanya sesudah Perang Dunia. Kerja dan pengaruh perempuan Jepang dapat dilihat dalam jalannya pendidikan nasional dan stabilitas sosial, yaitu dua hal yang sangat krusial bagi keberhasilan ekonomi sesuatu bangsa.
Jadi, perempuan Jepang ternyata berperan positif dalam membina dan mempertahankan kekukuhan fondasi pendidikan dan sosial yang begitu vital bagi kinerja kebangkitan ekonomi bangsanya. Ketika saya sebagai menteri pendidikan dan kebudayaan diundang untuk meninjau berbagai lembaga pendidikan dasar, menengah, dan tinggi negeri ini, saya kagum melihat kebersihan ruang laboratorium di sekolah umum dan bengkel praktik di sekolah kejuruan teknik.
Semua murid membuka sepatu sebelum memasuki ruangan dan menggantinya dengan sandal jepit yang sudah tersedia di rak dekat pintu, jadi lantai tetap bersih bagai kamar tidur. Ketika saya tanyakan kepada guru yang mengajar di situ bagaimana cara mendisiplinkan murid hingga bisa tertib, dia menjawab, “Yang mulia, saya hampir tidak berbuat apa-apa dalam hal ini. Ibu-ibu merekalah yang telah mengajar anak-anak berbuat begitu.”
Saya teringat sebuah kebiasaan di rumah tradisional Jepang, alih-alih menyapu debu di lantai, mereka masuk rumah tanpa bersepatu/bersandal agar debu tidak masuk rumah. Bagi mereka, kebersihan adalah suatu kebajikan.
Di toko buku, saya melihat seorang ibu sedang memilih-milih buku untuk anaknya, seorang murid SD. Ketika saya sapa, dia menyadari saya orang asing, dia tegak kaku dengan tersenyum malu-malu. Ibunya datang mendekati dan menekan kepala anaknya agar membungkuk berkali-kali, sebagaimana layaknya orang Jepang memberi hormat, sambil mengucapkan sesuatu yang lalu ditiru anaknya. Setelah mengetahui saya seorang menteri pendidikan dan kebudayaan, entah atas bisikan siapa, banyak anak menghampiri saya, antre, memberi hormat dengan cara nyaris merukuk, meminta saya menandatangani buku yang baru mereka beli.

Perempuan dan pendidikan
Lebih daripada di negeri-negeri lain, kelihatannya sistem pendidikan dan kebudayaan Jepang mengandalkan sepenuhnya peran perempuan dalam membesarkan anak. Karena itu dipegang teguh kebijakan ryosai kentro (istri yang baik dan ibu yang arif), yang menetapkan posisi perempuan selaku manajer urusan rumah tangga dan perawat anak-anak bangsa. Sejak dulu filosofi ini merupakan bagian dari mindset Jepang dan menjadi kunci pendidikan dari generasi ke generasi. Pada paruh kedua abad XX peran kerumahtanggaan perempuan Jepang kian dimantapkan selaku kyoiku mama atau education mama. Menurut Tony Dickensheets, hal ini merupakan “a purely Japanese phenomenon”.
Yang memantapkan itu adalah kesadaran para ibu Jepang sendiri. Mereka menilai diri sendiri dan, karena itu, dinilai oleh masyarakat berdasar keberhasilan anak-anaknya, baik sebagai warga, pemimpin, maupun pekerja. Banyak perempuan Jepang menganggap anak sebagai ikigai mereka, rasionale esensial dari hidup mereka. Setelah menempuh sekolah menengah, kebanyakan perempuan Jepang melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi.
Jika di Barat ada anggapan perempuan berpendidikan akademis yang melulu tinggal di rumah membesarkan anak sebagai wasting her talents, di Jepang orang percaya, seorang ibu seharusnya berpendidikan baik dan berpengetahuan cukup untuk bisa memenuhi tugasnya sebagai pendidik anak-anaknya. Kalaupun ada ibu yang mencari nafkah, biasanya bekerja part time agar bisa berada di rumah saat anak-anak pulang sekolah. Tidak hanya untuk memberi makan, tetapi lebih-lebih membantu mereka menyelesaikan dan menguasai PR dan atau menemani mengikuti pelajaran privat demi penyempurnaan pendidikannya.

Membantu ekonomi bangsa
Perempuan Jepang membantu kemajuan ekonomi bangsa dengan dua cara, yaitu melalui proses akademis dan proses sosialisasi. Bagi orang Jepang, aspek sosialisasi pendidikan sama penting dengan aspek akademis, sebab hal itu membiasakan anak-anak menghayati nilai-nilai yang terus membina konformitas sikap dan perilaku yang menjamin stabilitas sosial.
Mengingat kyoiku mama mampu membina kehidupan keluarga yang relatif stabil, sekolah tidak perlu terlalu berkonsentrasi pada masalah pendisiplinan. Lalu, para guru punya ketenangan dan waktu cukup untuk membelajarkan pengetahuan, keterampilan, kesahajaan, pengorbanan, kerja sama, tradisi, dan lain-lain atribut dari sistem nilai Jepang.
Menurut Tony Dickensheets, sejak dini para pelajar Jepang menghabiskan lebih banyak waktu untuk kegiatan sekolah daripada pelajar-pelajar Amerika. Lama rata-rata tahun sekolah anak Jepang adalah 243 hari, sedangkan anak Amerika 178 hari. Selain menambah kira-kira dua bulan dalam setahun untuk sekolah, sebagian besar waktu libur anak- anak Jepang diisi dengan kegiatan bersama teman sekelas dan guru. Bila pekerja/karyawan berdedikasi pada perusahaan, anak-anak berdedikasi pada sekolah. Mengingat tujuan sekolah meliputi persiapan untuk hidup bekerja, anak didik Jepang bisa disebut pekerja/karyawan yang sedang dalam proses training.
Walaupun pemerintah yang menetapkan tujuan sistem pendidikan Jepang, keberhasilannya ditentukan oleh orang-orang yang merasa terpanggil untuk menangani pendidikan. Jika bukan guru, sebagian terbesar dari mereka ini, paling sedikit di tingkat pendidikan dasar, adalah perempuan, ibu-ibu Jepang, kyoiku mama. Mereka inilah yang membentuk masa depan Jepang, melalui jasanya dalam pendidikan anak-anak.
Maka sungguh menarik saat di tengah gempita perayaan keberhasilan gadis Jepang menjadi Miss Universe 2007 di Meksiko, ada berita ibu-ibu Jepang mencela peristiwa itu sebagai penghargaan terhadap kesekian perempuan belaka, bukan penghormatan terhadap kelembutan dan prestasi keperempuanan Jepang.
Celaan itu pasti merupakan cetusan nurani kyoiku mama. Berita ini bisa dianggap kecil karena segera menghilang. Namun di tengah pekatnya kegelapan, sekecil apa pun cahaya nurani tetap bermakna besar.

Daoed Joesoef Mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan; Penulis Buku “Emak”


Orang Jepang sangat identik dengan pekerja keras. Meskipun Jepang pernah terpuruk karena bom yang terjadi di Nagasaki dan Hirosima, ini tak menyurutkan Jepang untuk menjadi negara yang disegani dunia. Jepang saat ini berhasil membuktikan diri sebagai negara yang luar biasa. Bagaimana tidak? Anda dapat lihat perkembangan teknologi yang pesat di negara ini. Banyak inovasi besar bermula di Jepang. Belum lagi ditambah merek-merek asal Jepang yang merambah pasar dunia. Sebut saja, Honda, Toyota, Sony yang menguasai pasar dunia. Perusahaan-perusahaan Jepang memiliki visi menjadi perusahaan global yang terbaik di bidangnya masing-masing.

Di industri otomotif, Amerika agaknya perlu berhati-hati dengan langkah Jepang yang sangat ekspansif dan inovatif. Data terakhir menunjukkan bahwa Toyota saat ini memiliki dominasi pasar yang lebih besar di bandingkan dengan General Motor atau Ford Company. Belajar dari kisah suksesnya perusahaan global dari Jepang, paling tidak kita akan melihat beberapa persamaan diantaranya adalah fokus menciptakan produk unggulan yang berkualitas tinggi, kreativitas, keunikan dan inovasi, serta merek yang mengglobal.

Selain dikenal karena karakter pekerja kerasnya, perusahaan Jepang juga memiliki kerjasama yang erat dengan sesamanya perusahaan Jepang. Sedapat mungkin mereka akan menggunakan produk hasil kerjasama dengan perusahaan Jepang lainnya. Bila Anda mengamati mobil buatan Jepang, Anda akan menemukan bahwa suku cadang dalam mobil tersebut juga berasal dari perusahaan Jepang lainnya. Sebuah mobil produksi Toyota misalnya akan menggunakan sukucadang dari Denso, Yuasa, Bridgestone. Beberapa perusahaan Jepang saling memiliki saham di perusahaan Jepang lainnya. Model ini yang banyak dikenal dengan istilah cross shareholding. Sungguh sebuah kerjasama yang hebat. Ikatan antar sesama perusahaan Jepang memang dikenal sangat kuat. Sampai-sampai beberapa rekan pernah mengatakan bahwa bila Anda berhasil menjalin kerjasama yang baik dengan salah satu perusahaan Jepang, maka biasanya ini akan menjadi referensi bisnis yang efektif bagi Anda untuk dapat menjalin kerjasama yang lebih luas ke perusahaan Jepang lainnya.

Pola berkembangnya perusahaan-perusahaan Jepang menjadi inspirasi bagi banyak organisasi dunia. Prof. Jeffrey K. Liker dalam bukunya The Toyota Way mengulas secara lengkap bagaimana kinerja Toyota dalam membangun sebuah korporasi kelas dunia. Toyota adalah salah satu perusahaan Jepang yang menarik untuk dipelajari selain Honda, Sony, Matsushita. Mulai dari proses produksi, pembangunan standard kerja yang kokoh, sumber daya manusia yang berkualitas, inovasi sampai dengan continuous improvement, perusahaan Jepang memang ahlinya.

Bagaimana dengan organisasi kita yang ada di Indonesia? Siapkah kita mengglobal? Dengan kerja keras serta didukung SDM yang berkualitas, perusahaan lokal juga sejatinya memiliki kesempatan yang sama dengan perusahaan asal Jepang untuk mengglobal. Tentu SDM kita menjadi ujung tombak dalam menggerakkan inovasi dalam organisasi. Dengan mengadopsi dan mengadaptasikan nilai-nilai yang menjadi kunci keberhasilan dari perusahaan Jepang ke perusahaan lokal, niscaya kitapun dapat mengelola organisasi dengan lebih baik dan membawanya ke tingkat yang lebih tinggi agar dapat berkompetisi dengan perusahaan kelas dunia lainnya. Ketika organisasi di negara seperti Jepang dapat melakukannya, tertinggallah sebuah pertanyaan besar bagi kita semua. Apakah kita sebagai individu merupakan bagian dari SDM yang berkualitas atau malah sebaliknya? Apakah etos kerja kita sudah selevel dengan Jepang? Apakah kita berorientasi pada inovasi? Apakah kita concern untuk membangun merek yang mengglobal? (MJ)

Salam Transformasi!

Tanpa bermaksud promosi, saya sangat menyarankan teman-teman untuk membaca wawancara TP Rahmat (mantan CEO Astra International & Founder ADIRA Finance)
di Majalah SWA edisi 15-28 Maret 2007.

Saya sangat kagum pada beliau, walaupun sudah berusia 63 tahun, sudah sangat sukses bertransformasi dari professional mjd entrepreneur dan memiliki puluhan perusahaan-perusahaan besar, beliau tetap BELAJAR TERUS dengan menyediakan waktu 2 jam sehari untuk membaca buku dan majalah. Sangat mengagumkan!

Banyak yang bisa kita pelajari dari beliau:
“Jangan wishful thinking tapi juga jangan pernah putus asa.
Jangan sampai ikutan euforia tanpa menghitung secara cermat.
Perjalanan bisnis itu panjang….

Pesan untuk kita semua dari beliau yang ingin mendirikan bisnis baru:
Pertama, model bisnisnya itu benar atau tidak.
Kalau mendirikan bisnis yang melawan produk dari Cina itu sulit.
Kalau memilih yang compliment dengan produk dari Cina itu relatif mudah.

Terkadang Indonesia ini memang negara yang banyak berisi orang jenius tapi terlalu “lugu”.
Menyedihkan sekali melihat TEMPE kita yang patenkan malah orang Jepang,
dan BATIK kita juga sudah dipatenkan oleh orang Malaysia,
Baru tahu kan, Mas?
Yah itulah karma nya karena kita sering bajak produk orang lain…

Dunia ini adil, Mas..
Apa yang kita tabur, itulah yang tuai…
Klo kita nipu orang suatu saat kita juga akan ditipu orang…
Kalau kita bantu orang, suatu saat kebaikan itu juga akan berbalik ke kita…

Saya percaya dengan Ilmu Fisika,
Menurut hukum kekekalan energi, energi itu tidak dapat diciptakan & tidak dapat dimusnahkan. Kalau kita pernah dijahati orang, maka kita pun merekam perberbuatan jahat tsb dalam otak Anda, yah energi jahat itu tidak akan pernah hilang dari muka bumi dan suatu saat akan berbalik kepada Anda sendiri, entah itu pada saat Anda masih hidup atau pada saat Anda di akherat…

Demikian pula sebaliknya, bila Anda mengeluarkan energi positif, memuji secara tulus orang lain atas prestasinya, hal tersebut akan membuat orang tersebut senang dan ia akan berbunga-bunga terus sepanjang hari, ia akan menebarkan energi positif pula ke Anda dan orang lain…

Masih banyak lagi produk-produk yang diciptakan oleh orang ndesa tapi justru paten nya milik orang asing, pantas saja negara ini tidak maju-maju…

Kalau sudah tidak maju, terus menyalahkan pemerintahnya tidak mau bantu, padahal dirinya sendiri toh yang ngga mikir untuk maju, terlalu lugu, dikira semua orang di dunia ini baik…

Lha di Cina & India saja dulu pemerintahnya tidak pernah mikirin SMB-nya kok, kenapa kita pengusaha malah jadi manja yah? Entrepreneur kan sudah terbiasa tahan banting, Mas..
Apalagi Cina yang tahun 1980-an masih komunis, boro2 mikirin SMB, enterprise yang segede2 gajah aja ditindas habis karena semua bisnis pelayanan publik harus dikuasai/dimonopoli oleh negara…
Pemerintah Cina baru terbuka matanya ketika banyak entrepreneur2 berbondong2 berkumpul datang menemui PM Cina pada saat itu…
Sejak saat itu Cina membuka pintu ekonominya.
Kehidupan ekonomi berubah seperti langit dan bumi,
investor asing diundang untuk membangun infrastruktur hingga ke pedesaan…
Pemerintah kita sudah bagus mau bantu, masih sering bikin pameran produk-produk daerah di Semanggi Expo, JCC, dan PRJ, booth nya gratis kok,
Anda saja yang tidak pernah mau cari tahu…
Saya liat pemerintah kita bisa bikin pameran minimal sekali per bulan di tempat yang berbeda2…
Lah klo urusan follow-up masa masih minta di-closing-in pemerintah juga toh, Mas??
Mereka kan juga masih punya banyak kerjaan yg lain nya, seperti penggangguran yg 46 juta, 90 juta penduduk Indonesia yang hiidup di bawah garis kemiskinan, 2,6 juta bayi kurang gizi, 10 anak putus sekolah setiap menit serta bencana alam, illegal logging sebesar 200 kali lapangan bola setiap menit, tingkat pembajakan software yang sudah masuk Watch List, kerusuhan, & serangan teroris yang datang silih berganti, piye toh…

Buktinya, pertumbuhan ekonomi kita sudah jauh lebih tinggi lho daripada Malaysia, Vietnam, Jepang, Thailand, dan Singapura…
Bukankah wajar kalau kita bisa terus meningkatkan ekonomi mikro, kita pantas untuk memiliki sikap OPTIMIS karena dalam waktu 10-20 tahun kita pasti bisa mengejar tingkat kesejahteraan seperti negara-negara maju di Asia Tenggara lainnya??

Pemerintah kita sudah jauh lebih bagus daripada jaman Orde Baru, Mas, sekarang media bebas terbit, akhirnya banyak sekali majalah-majalah baru yang bermunculan mulai dari majalah bisnis, peluang usaha, franchisem IT sampai marketing, informasi semakin mudah didapatkan, akses internet sudah semakin murah, kurang apalagi toh?

Yang kurang dari kita yah tinggal berpikir POSITIF, saya senang pada tulisan Bapak Faisal Basri di Kompas, akhirnya setelah begitu banyak pakar2 ekonomi bisanya hanya menjelek-jelekkan pemerintah, Faisal Basri malah berani tampil sebagai satu-satunya pengamat ekonomi makro yang bilang pertumbuhan ekonomi kita meningkat, industri telekomunikasi meningkat 20%, walaupun di sisi lain manufaktur kita memang hancur2an, banyak pemilik pabrik memindahkan pabriknya ke Cina atau ke Vietnam karena biaya produksi di sana jauh lebih murah.

Yah itu kan karena mental orang Indonesia yang egois & hanya berpikir jangka pendek,
lihat saja buruh kita kualitas kerja nya bagaimana, tapi tiap tahun malah minta naik gaji terus, lihat saja lulusan-lulusan S1 kita bagaimana, yang ditanyakan selalu gaji dulu padahal ketika diberi kerjaan kerjanya tidak becus & cenderung asal2an…
Dikasih 6 hari kerja, pada demo minta 5 hari kerja, bila perlu ngga kerja tapi gaji jalan terus…
benar-benar tidak punya etos kerja bangsa ini.
Bandingkan dengan tenaga kerja di Jepang, Cina, Vietnam & Korsel yg sangat workaholic, pemerintahnya mau menerbitkan aturan 5 hari kerja, karyawannya malah demo minta mereka bisa tetap bekerja 5 hari.
Pemerintahnya ingin menaikkan standar gaji, mereka malah demo agar gaji tetap supaya investor asing betah berinvestasi di negaranya…
Mereka mengganggap bekerja adalah bentuk perjuangan mereka untuk bangsanya, bahkan mereka rela mati menjadi prajurit kamikaze demi negaranya, suatu nilai patriotik yang tidak kita punya di negeri BBM ini…

Pantaslah, kalau Korsel yang paling terpuruk pada krisis moneter 1998 sekarang bisa menjadi negara yang sangat diperhitungkan di Asia, Samsung & LG bahkan begitu menggurita melalap habis pasar elektronik dunia yang sebelumnya dikuasai Sony & Matsushita…

Pantaslah, bila Cina sebuah negara miskin pada 1995, hanya dalam waktu 10 tahun bisa menjadi macan Asia yang menjadi negara ketiga yang bisa meluncurkan satelit sendiri & satu-satunya negara di dunia dengan reaktor nuklir terbanyak yang tidak berani diganggu gugat oleh Amerika…

Pantaslah, bila Vietnam diguyur investasi milyaran dollar US oleh Google, SUN, Apple, & Microsoft menggantikan investasi head office mereka di Cina & India yang harga tanahnya sudah terlalu tinggi…

Pantaslah, bila ratusan konglomerat2 Indonesia yang punya kekayaan total sebesar 341 triliun lebih memilih tinggal di Singapura. Pantas pula bila konglomerat2 Indonesia berbondong2 mendirikan pabrik milyaran dollar US di Cina, Vietnam, bahkan Nigeria!!!

Kalau mau mengeluh ke pemerintah, lebih baik lewat jalur Asosiasi karena mereka punya bargaining position yang lumayan kuat di government,
lihat saja bagaimana sebuah asosiasi retail bisa mendikte pemerintah kita untuk mencabut regulasi yg menghambat pertumbuhan retail2 besar,
akhirnya yah retail2 kecil pada keteran kan?
Asosiasi pengusaha open source juga terbukti sukses besar memaksa pemerintah kita untuk membatalkan sepihak MoU Microsoft-Indonesia,
betapa kuatnya kan pengusaha2 kita bila mau bersatu?

Warmest Regards,

Wilson Partogi Hutadjulu
Microsoft Student Ambassador
HP Youth Ambassador

CEO LADOVA IT Solutions
1st Prize Business Start-Up Award 2006*
(Young Entrepreneur Start-Up Award 2006)
*from Indonesia Business Links & Shell Livewire

Web 2.0, Ajang Aktualisasi Diri dan Pengembangan Bisnis

Oleh: Restituta Ajeng Arjanti

Jangan remehkan kekuatan internet. Bayangkan, sudah berapa banyak orang menjadi “besar” karenanya. Selain CEO Google Eric Schmidt dan CEO Yahoo Jerry Yang, sebut saja nama Linus Torvalds si penemu Linux dan pencipta Wikipedia Larry Sanger. Mereka memanfaatkan forum diskusi dan milis di internet untuk memperkenalkan ciptaan mereka, dan mengajak orang lain untuk ikut berkontribusi dalam mengembangkannya. Kini, siapa yang tak kenal Linux dan Wikipedia?

Wajah world wide web terus berevolusi, dan prosesnya berlangsung terus-menerus. Saat ini, kita tengah berada dalam era Web 2.0, era yang menampilkan web sebagai perangkat sosial. Di sini, peran serta para pengguna internet—baik dalam komunitas maupun forum—makin tak bisa lepas dari internet, juga perkembangan bisnisnya. Di sini, semua pengguna internet bisa melihat, berkontribusi terhadap isi internet, dan merasa menjadi bagian dari internet itu sendiri.

Bisnis Jejaring Sosial

Web 2.0 mengandalkan konsep social networking. Bagi para pengguna internet, situs-situs Web 2.0 sangat menarik karena dapat dijadikan ajang aktualisasi diri. Lewat situs layanan blog macam Blogger, Wordpress, dan Multiply misalnya, para pemilik blog (blogger) dapat mencurahkan pikiran dan isi hati mereka. Situs lain, seperti Flickr dan Picassa, menawarkan layanan sharing foto bagi para penggunanya. Sementara YouTube dikenal sebagai situs penyedia layanan sharing video.

Model bisnis yang ditawarkan oleh situs-situs berbasis Web 2.0 terbilang menarik, meski dianggap tak lazim layaknya bisnis tradisional. Kita ambil Facebook sebagai contoh. Situs hangout itu kelihatannya hanya mengumpulkan orang-orang muda yang gemar berbagi foto dan sekadar bergaul di internet. Tapi, coba bayangkan, dengan jumlah pengguna online yang berjumlah puluhan juta—termasuk di dalamnya adalah orang-orang kreatif dan pebisnis yang ingin menjalin relasi—berapa besar potensi yang dimiliki Facebook?

Situs ini mengundang para pengembang aplikasi untuk menawarkan “mainan” buatan mereka—berupa aplikasi-aplikasi kecil yang disebut widgets. Ini, selain mengundang lebih banyak orang untuk bergabung sebagai pengguna, juga menarik para pengembang aplikasi untuk terus berkreasi dan memanfaatkan Facebook sebagai media promosi produk mereka. Potensi Facebook tak berhenti sampai di situ. Aplikasi-aplikasi itu kemudian menjadi magnet bagi para pemasang iklan untuk menyelipkan iklan produk buatannya ke sana. Bisa dilihat, pada akhirnya, inovasi yang dilakukan Facebook di situs Web 2.0-nya tak hanya memengaruhi dunia sosial, tapi juga industri.

Beragam inovasi lain juga dilakukan oleh penyedia layanan situs social networking dan blog untuk tetap eksis di jagat online. Blogger, misalnya, kini sudah melengkapi situsnya dengan dukungan video. Flickr, situs layanan sharing foto milik Yahoo baru saja memperkenalkan layanan video online—bersaing dengan YouTube. MySpace merilis situs bilingual sesuai dengan lokasi akses penggunanya. Contohnya MySpace versi Latin yang dibuat untuk para pengguna MySpace di kawasan Amerika Latin. Selain tampil dalam bahasa Latin, MySpace Latin juga menawarkan konten khas komunitas di wilayah tersebut, seputar sepakbola, artis, dan budaya di sana. Jadi, isinya tak sekadar terjemahan dari versi Inggrisnya.

Populer di Dalam Negeri

Situs-situs social networking luar negeri cukup populer si Tanah Air. Shana Fatina, mahasiswa perempuan pertama yang terpilih sebagai Presiden Keluarga Mahasiswa (KM) ITB periode 2008/2009, bisa mewakili para pengguna layanan blog dan situs social networking untuk memberi testimoni. Saat ini, Mahasiswa jurusan Teknik Industri angkatan 2004 ini terdaftar sebagai pengguna layanan situs Friendster, Flickr, dan Blogger.

“Saya ikutan Friendster supaya bisa ketemu teman-teman lama dan baru, supaya bisa update info dari teman-teman lebih cepat, dan supaya bisa berhubungan dengan teman-teman yang sudah jauh, di luar negeri misalnya”, ujarnya.

Shana mengaku, meski tidak selalu meng-update blognya, tiap hari dia pasti membuka akun Friendster-nya dan singgah ke blog-blog orang (blogwalking). Selain memanfaatkan blog sebagai sarana mencurahkan pikiran, dia pun kerap mencari referensi dan opini dari blog-blog orang. “Asyiknya di blog, kita bisa menuliskan pendapat dan dikomentari orang. Apalagi sekarang, layanan blog juga sudah ditambahi banyak aplikasi.”

Saat mengampanyekan diri sebagai Presiden KM ITB, Shana mengaku juga memanfaatkan Friendster dan blognya. Ia mengganti foto di akun Friendster-nya dengan logo ITB dan menambahkan link situs kampanyenya bersama rekannya, Bagus Yuliantok, ke Friendster dan blognya. Mungkin promosi via Friendster dan blog ini jugalah yang juga membuat mereka meraup 2.182 suara, mengalahkan dua pasangan lainnya.

Bapak Blogger Indonesia, Enda Nasution, juga merasakan manfaat menggunakan layanan dari situs-situs social networking. Dia mengaku, situs-situs tersebut memudahkannya untuk meng-update informasi tentang teman-temannya. Karena itu dia mendaftarkan diri di banyak layanan social networking. Di antaranya Facebook, Friendster, Del.icio.us, Flickr, YouTube, Blogger, Twitter, dan Digg.

Web 2.0 Asli Indonesia

Bagaimana dengan perkembangan Web 2.0 di Tanah Air? Menurut Enda, di dalam negeri, sudah cukup banyak situs berkonsep Web 2.0. Contohnya Moodmills.com, Kronologger.com, Blog.detik.com, Dagdigdug.com. Semua asli Indonesia. Namun, tidak semuanya menggunakan engine buatan sendiri.

Menurutnya, situs-situs itu sudah cukup bagus. Moodmills contohnya, mengangkat ide yang baru, lumayan orisinal, memadukan microblogging dan social networking, serta fokus pada mood pengguna. Meski pembuatnya adalah orang Indonesia, situs itu tak hanya menyasar orang Indonesia. Sedangkan Kronologger, menurut Enda, adalah Twitter versi Indonesia. Yang disediakannya adalah layanan microblogging.

Ditanya tentang situs berita dalam negeri, apakah sudah ada yang mengusung konsep Web 2.0, dia menjawab, “Media sosial belum ada yang serius (dengan Web 2.0), paling yang sudah mulai ada itu fasilitas komen saja—seperti di Detik dan KCM, misalnya. Ada juga beberapa situs yang ingin mencoba-coba membuat Digg ala Indonesia, tapi tidak ramai. Wikimu juga bisa dibilang mewakili Web 2.0, modelnya citizen journalism.”

Web 2.0 memang menawarkan potensi bisnis yang besar. Sayangnya, di Indonesia, belum banyak yang secara serius memanfaatkan situs social networking untuk berbisnis. Hal tersebut disampaikan oleh Enda. “Minimal sebatas untuk mengiklankan produk yang mereka jual, contohnya jualan barang di Multiply.”

Menurut Enda, potensi internet di Indonesia masih terbentur oleh masalah infrastruktur online. “Sistem pembayaran dan sistem pengiriman barang yang terintegrasi masih minim, padahal potensinya ekonominya besar. Tambah lagi, Indonesia merupakan negara kepulauan. Kadang, banyak barang yang tidak masuk ke daerah, padahal barang tersebut justru banyak peminatnya di daerah. Makanya banyak orang daerah yang mampu memilih untuk pergi ke Jakarta atau kota besar lain sekadar untuk belanja”, paparnya.

Web 3.0, Seperti Apa?

CEO Google Eric Schmidt pernah memprediksikan Web 3.0 sebagai sebuah cara baru untuk membangun aplikasi. Aplikasi-aplikasi tersebut punya beberapa karakteristik—ukuran mereka relatif kecil dan dapat berjalan di beragam perangkat, bisa PC atau ponsel. Aplikasi-aplikasi tersebut berkembang dengan cepat dan bisa dikostumasi. Mereka didistribusikan secara viral, terutama lewat jaringan sosial atau email. Konsep Web 3.0 begitu dekat dengan Web 2.0, yakni sebagai sebuah istilah baru di dunia marketing.

Kalau begitu, apakah kita sudah berada di dunia Web 3.0—mengingat Facebook dan beberapa situs layanan jejaring sosial juga sudah dilengkapi dengan beragam widgets untuk menunjang kegiatan gaul para pengguna situsnya?

Ditanya tentang hal ini, Enda Nasution punya pendapat sendiri. Menurutnya, apa yang digambarkan sebagai Web 3.0 itu belum terjadi—minimal dalam arti diadopsi oleh pengguna internet secara luas. “IMHO (in my humble opinion), Web 1.0, Web 2.0, dan seterusnya terjadi sebagai refleksi. Artinya, istilah Web 2.0 baru muncul setelah Flickr, Del.icio.us, Digg, Facebook, dan yang lainnya muncul. Dan, karena ada Web 2.0, maka versi Web yang sebelumnya disebut Web 1.0”, jawab Enda.

“Perubahan Web juga tidak seperti episode TV, tapi terjadi secara gradual dan tersambung. Jadi, wajar jika kemudian orang mengira-ngira jika ada Web 1.0 dan Web 2.0, maka akan ada yang ke-3, ke-4, dan seterusnya. Tapi dalam realitanya, hingga hal yang baru itu terjadi, dan kita bisa berefleksi bahwa itu adalah yang namanya Web 3.0, kita tak akan bisa tahu dengan pasti.”

Merujuk ke prediksi Schmidt tentang Web 3.0, menurut Enda, aplikasi-aplikasi kecil (widgets) yang ada di situs-situs jejaring sosial saat ini bisa jadi merupakan bibit-bibit dari Web 3.0. Tapi, apakah itu akan menjadi aplikasi yang digunakan secara luas oleh orang, dan apakah itu yang nantinya akan disebut sebagai Web 3.0—itu juga masih menjadi pertanyaan.

 “Business Unusual”, Membangun Bisnis dengan Passion dan Inovasi

Oleh: Restituta Ajeng Arjanti

Arvino Mudjiarto percaya pada kekuatan bisnis sebagai inti dari terciptanya kehidupan yang lebih baik. Ia suka dengan ide tentang “business unusual” yang mengombinasikan bisnis dengan ide, hasrat, brand, kepercayaan, imajinasi, teknologi, dan tanggung jawab sosial untuk menciptakan sebuah produk yang mengagumkan, berbeda, dan inovatif.

Sosok Arvino berdiri di balik penghargaan-perhargaan yang diperoleh PT Worxcode Imagineering Indonesia, sebuah perusahaan pengembang solusi TI di Jakarta yang dibangunnya sejak tahun 2002. Dalam kancah internasional, Worxcode pernah menerima penghargaan sebagai juara 1 CTO Innovation Excellence Award di Asia Pasifik tahun 2006, dan juara 1 Best Consultant & System Solutions di Asia Pasifik tahun 2007. Keduanya diadakan oleh IBM Worldwide. Worxcode juga merupakan perusahaan Indonesia pertama (dan di wilayah ASEAN) yang pernah memenangkan “Oscar” IBM tersebut sebanyak dua kali berturut-turut.

Dalam asuhan Arvino, banyak perusahaan besar yang memercayakan pengerjaan sistem dan integrasinya ke Worxcode. Contohnya adalah Telkom Indonesia, Astra International, Hyundai (Korea), Surveyor Indonesia, Bank Indonesia, Bank Danamon Indonesia, dan Bank Negara Indonesia. Worxcode merancang dan mengembangkan software Knowledge Management, sistem Electronic Document, dan sistem Knowledge Delivery untuk klien-kliennya.

Arvino bukanlah sosok tanpa visi. Ia bercita-cita untuk membawa Worxcode ke dunia yang berbeda dan mempertajam fokus perusahaannya itu dengan cara yang unik. Di rubrik Innovation minggu ini, pada QB Headlines (QB), Arvino (AM) berbagi cerita tentang Worxcode dan mimpi-mimpinya.

QB: Apa core business Worxcode?

AM: Kami menjual “inovasi praktis”. Tujuan kami mendirikan Worxcode sebenarnya adalah untuk menyediakan “new code of working”—cara kerja yang praktis, inovatif, dan penuh passion bagi dunia dan masyarakat global. Nah, dari sinilah nama “worxcode” berasal, dari kata “work's code”.

Saya dan tim mengerjakan projek perancangan dan pengembangan software otomasi untuk industri. Kami pernah mengimplentasikan sistem intranet terluas di wilayah Asia, merancang dan mengembangkan software Knowledge Management, sistem Electronic Document, dan sistem Knowledge Delivery untuk klien-klien kami.

QB: Bagaimana model bisnisnya?

AM: Di awal berdirinya, Worxcode mulai dengan menjalankan bisnis kontruksi dan desain software otomasi. Keduanya menuntut kemampuan para staf dan personil Worxcode—intinya perusahaan secara keseluruhan—untuk terus bersaing dan berkontribusi.

Dalam prosesnya, kami merancang solusi-solusi software yang benar-benar baru, yang kompleks dan belum pernah ada sebelumnya. Kami membangun sistem otomasi, merancang arsitektur sistem, dan mengintegrasikannya bagi klien-klien kami.

QB: Solusi-solusi seperti apa yang ditawarkan bagi klien-klien Worxcode?

AM: Kami selalu berusaha memberikan solusi paling inovatif, menggemparkan, dan punya daya tarik—solusi yang “tiada duanya”, yang menawarkan kemudahan. Meski simpel, solusinya sebisa mungkin harus menarik, cerdas, dan punya nilai kesempurnaan.

QB: Apa hal yang menurut Anda menarik dari pekerjaan dan bisnis Anda?

AM: Ada dua hal yang menurut saya menarik. Pertama, kami menjalankan bisnis kami dengan passion. Kami melakukan hal-hal yang berbeda. Dan, kami tidak menjalankan bisnis yang “biasa” seperti yang orang lain tahu sebagai “ini nih cara menjalankan bisnis sejak jaman dulu”. Sejak hari pertama Worxcode berdiri, kami memilih inovasi, daya khayal dan imajinasi, dan penerapannya ke masyarakat luas sebagai lahan kerja dan misi kami.

Kami—mungkin, meminjam ungkapan dari founder Body Shop, Anita Roddick—adalah sebuah “business unusual”. Kami cukup tahu kapasitas kami adalah untuk bersaing, kami tahu hasrat kami adalah untuk berinovasi, dan kami menjalankan itu sebagai sebuah bisnis. Seperti kata Alan Kay, “The best way to predict the future is to invent it”. Nah, kami benar-benar memasukkan kata-kata itu ke dalam hati. Bisnis kami adalah bisnis yang penuh hasrat, “passionate business”.

Hal menarik yang kedua, kami menjalankan bisnis untuk memajukan masyarakat secara luas. Saya selalu ingat hari itu, 20 Februari 2002, pukul 20.02, saat di mana kami meluncurkan dan mulai menjalankan perusahaan ini. Sambil makan malam, saya bertanya pada diri saya sendiri, apa sih tujuan dan alasan sebuah bisnis (baru) diciptakan? Kenapa saya membangun Worxcode sebagai sebuah perusahaan? Perjalanan yang akan saya lalui bersama Worxcode tentunya akan menjadi perjalanan panjang yang penuh passion. Dan jawaban ini terlintas di benak saya, “Satu-satunya alasan tepat mengapa sebuah perusahaan dilahirkan adalah agar satu saat nanti perusahaan itu dapat berkontribusi bagi kebaikan masyarakat luas”.

Saya sampaikan pendapat tersebut ke teman saya, dan sejak saat itu, pemikiran tersebut menjadi panduan kami untuk menjalankan bisnis.

QB: Di blog, Anda banyak berkomentar mengenai desain. Menurut Anda, seberapa besar kekuatan desain terhadap sebuah produk? Lalu, bagaimana efek desain terhadap nilai perusahaan penciptanya?

AM: Kami percaya, pada dasarnya ada hanya ada 2 jenis produk: produk yang diciptakan dengan passion dan produk yang membosankan.

Produk yang dirancang dengan apik, tanpa dapat dijelaskan, memiliki aura magis yang merefleksikan bahwa produk tersebut dibuat sebagai inovasi, sebagai sesuatu yang dibuat dengan passion, keahlian, dan kesungguhan penciptanya. Makanya hasilnya sempurna. Sebaliknya, produk dengan desain yang payah akan terlihat membosankan dan biasa saja. Mungkin orang yang melihatnya akan berpikir, kenapa sih ada orang yang mau membuatnya lalu menjualnya.

Menurut saya, desain yang menarik merefleksikan hasrat si pencipta produk, keinginannya untuk berinovasi, dan daya khayalnya. Detail yang rumit dan cermat akan membuatnya tampak bagus. Yang jelas, produk dengan desain hebat akan memancarkan aura mengagumkan yang menyentuh hati orang.

QB: Bisa menyebutkan contoh produk yang menurut Anda bagus dan inovatif?

AM: Menurut saya, produk-produk Sony—terutama saat perusahaan itu masih dipimpin oleh sang founder Akio Morita—termasuk yang hebat, yang bisa jadi kesayangan industri elektronik dunia. Contohnya Walkman, handycam, dan desain Sony compo. Semuanya membuat orang kagum dan takjub, makanya produk-produk itu akan terus dikenang.

Contoh produk inovatif berdesain bagus yang bisa kita lihat saat ini adalah produk-produk Apple—bisa bikin kita “panas-dingin” dan penasaran untuk memilikinya. Lihat saja—iPod Touch dan software yang ditanam di dalamnya, MacBook Air yang super tipis dan super ringan, dan desain Mac OS yang terbaru—semua menarik perhatian. Kita menyukainya!

Kembali ke pertanyaan sebelumnya, mengenai efek desain terhadap perusahaan pembuatnya, menurut saya, produk dengan desain hebat akan memenangkan pasar. Produk-produk ini—kita sadari atau tidak—seharusnya membuat masyarakat hidup dengan lebih baik, dan merasa gembira dan bangga karena memilikinya. Pada akhirnya, itu akan membuat perusahaan yang memroduksinya menjadi hebat dan bernilai tinggi pula.

QB: Menurut pendapat Anda, bagaimana persaingan di industri software saat ini? Apa yang dibutuhkan oleh perusahaan untuk tetap bertahan?

AM: Persaingan bisnis saat ini demikian ketat. Untuk tetap bertahan, perusahaan harus memiliki daya inovasi, imajinasi, dan kesempurnaan sebagai inti bisnisnya. Kontribusi ke masyarakat juga perlu selalu dilakukan. Cobalah untuk selalu menjalankan bisnis yang jujur dan dengan passion. Apapun yang terjadi, jangan pernah berbuat curang.

QB: Bisa tidak bercerita tentang projek yang sedang Anda tangani, dan inovasi seperti apa yang Anda masukkan ke dalamnya untuk menghasilkan sesuatu yang “tak biasa”?

AM: Kami masih terus menjalankan bisnis perancangan dan pengembangan software otomasi. Tahun ini kami ingin mencapai penetrasi pasar. Sayangnya, kami belum bisa bercerita tentang projek yang kami tangani sekarang—sama seperti kita tidak boleh mengumbar rencana kita, kan? Yang pasti, kami masih menjalankan hal yang kami sukai, yang membuat kami bangga menjadi bagian di dalamnya.

QB: Apa mimpi masa depan Anda—untuk diri sendiri, dan bisnis Anda?

AM: Saya, juga Worxcode, ingin sekali melihat lebih banyak kontribusi bisnis di Indonesia bagi masyakarat. Pasti hebat sekali jika kita bisa melihat bisnis-bisnis di dalam negeri mampu menjadi jantung bagi pengembangan industri global, bukan melihatnya tertinggal dari negara lain.

Kami ingin sekali melihat inovasi, imajinasi, dan kesempurnaan menjadi trademark perusahaan-perusahaan Indonesia. Kami juga ingin sekali satu saat nanti perusahaan Indonesia bisa menjadi “truly Asia Global company” yang punya ciri khas Indonesia, dan terdiri dari orang-orang bisnis yang cerdas, bijaksana, dan jujur. Dengan begitu, kita bisa menciptakan dunia yang lebih baik, memberikan hal-hal positif dalam kehidupan banyak orang, dan melaju ke dunia global.

Untuk diri kita sendiri, kita bisa bekerja keras sambil menikmati pekerjaan kita. Siapa tahu, satu saat nanti, kita bisa melahirkan “Sony” dan “Apple” Asia, perusahaan software Asia yang dihargai dan dicintai, juga brand yang mendapatkan tempat di hati banyak orang.

Sekilas Arvino Mudjiarto
Founder & President Director Worxcode, perusahaan perancang dan pengembang software otomasi yang berbasis di Jakarta. Sejak 2002, Arvino menjalankan bisnis Worxcode yang dibangunnya bersama ibundanya. Saat ini, Arvino tinggal di Bandung dan Jakarta. Baginya, internet juga sudah jadi tempat tinggalnya. Untuk melihat salah satu “rumah” Arvino, Anda dapat berkunjung ke arvino.typepad.com.
Make a Free Website with Yola.