Video Betti Ngamen
untuk Anak Jalanan
Motion Capture Software Buatan Indonesia
QBHeadlines.com – Meski belum sehebat industri
animasi di luar negeri, industri animasi di Tanah Air mulai menunjukkan
perkembangan yang positif. Selain beberapa serial animasi asli buatan
dalam negeri tampil di beberapa stasiun televisi lokal dan
nasional―seperti Kabayan dan Lip Lap, Kuci, dan Catatan Dian―ada pula
aplikasi motion capture (mocap) buatan Indonesia. Namanya McGegas.
McGegas
dikembangkan di Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), Surabaya,
oleh Mochamad Hariadi, Kepala Lab Multimedia dan Telematika, Jurusan
Teknik Elektro ITS Surabaya Indonesia, bersama beberapa mahasiswa S2 dan
S3 yang mengambil fokus Game Technology di jurusan tersebut.
Hariadi
sendiri memang sudah tertarik pada animasi sejak kecil. "Saya maniak
animasi sejak kecil, mulai dari film Jepang Voltus V sampai (sekarang)
Naruto, Doraemon, dan lain sebagainya," akunya. "Makanya saya kepengin
sekali sekolah di Jepang."
Kebetulan, saat mengambil gelar Master
dan Phd di Tohoku University Jepang pada 2000-2006, Hariadi banyak
mengerjakan hal yang berkaitan erat dengan pembuatan film animasi dan
game. Sekembalinya ke Indonesia pada 2006, dia lalu mengubah lab
Multimedia Network―yang sebenarnya telah berdiri sejak 1981―menjadi Lab
Multimedia dan Telematika ITS.
Mocap Software Lokal
Pertama
McGegas terdiri dari tiga bagian besar. "Yang
pertama adalah mocap (motion capture) software. Yang kedua adalah
animation database engine, dan yang ketiga adalah render farm," kata
Hariadi. McGegas adalah pengembangan dari riset teknologi grid yang
pernah dibuatnya menggunakan dana riset dari lembaga JICA Jepang.
Dari
hasil diskusinya dengan beberapa pelaku industri animasi, Hariadi
mengetahui bahwa salah satu tantangan terberat dalam membuat sebuah
karya animasi adalah dalam proses pembuatan gerakan obyek―bagaimana
membuatnya tampil realistis dengan waktu yang relatif cepat. Dari situ,
dia dan timnya lalu mengembangkan McGegas.
Dengan McGegas,
gerakan manusia sebagai model untuk objek 3D dapat ditangkap (capture)
secara cepat dan akurat. Hasil dari proses capture tersebut lalu
ditransformasikan menjadi gerakan model 3D yang diinginkan.
Modal
pengembangan McGegas memakan dana sekitar Rp500 juta. Dana itu sudah
termasuk untuk membeli server dan cluster grid untuk software render
farm. Software ini dikembangkan menggunakan beberapa teknologi open
source.
"Untuk teknologi render farm, kami menggunakan globus
server dan toolkitnya. Lalu, kami menggunakan Blender untuk modeling
animasinya," ujar Hariadi. Sementara untuk melakukan pengaturan dan
rendering frame, mereka menggunakan Yadra. Selain itu, Hariadi dan
timnya juga menciptakan teknologi artificial intelligent (AI) untuk
melengkapi McGegas.
Saat ini, sudah ada beberapa studio animasi
yang menggunakan McGegas, yakni CAM Solutions dan Kdeep Animation. Kedua
studio itulah yang memproduksi serial animasi "Catatan Dian".
Meski
masih dalam tahap pengembangan, McGegas menawarkan beberapa kelebihan
ketimbang software animasi komersial lainnya. McGegas, menurut Hariadi,
unggul dari sisi biaya karena pembuatannya yang menggunakan peralatan
sederhana.
Beda dengan mocap software lainnya, McGegas tidak
dikembangkan menggunakan peralatan magnetik dan laser. "Jadi, (harganya)
jadi relatif lebih murah sekitar 25 persen dari harga luar," tutur
Hariadi.
Animasi di Dalam Negeri
Bicara
tentang perkembangan pendidikan animasi di dalam negeri, Hariadi
menilainya positif. "Perkembangannya bagus sekali, bahkan beberapa
animasi kita menang di festival di luar negeri," tuturnya. Depdiknas
pun, menurutnya, sudah mulai menggalakkan pendidikan animasi sejak
beberapa tahun lalu.
Kendati demikian, masih ada tantangan yang
harus dihadapi oleh industri animasi di dalam negeri. "Tantangannya
adalah, bagaimana animasi buatan kita bisa menjadi tuan rumah di
negerinya sendiri. Itu yang berat. Kalau teknologinya, saya yakin kita
bisa mengejar dan bersaing (dengan negara lain)," ujar Hariadi. Dia
akui, kemampuan animator dalam negeri tidak kalah dengan animator luar
negeri. Buktinya, ada banyak perusahaan animasi di luar negeri yang
meng-outsource animator asal Indonesia. (Oleh: Restituta Ajeng
Arjanti)
Hacker Putih, Partner Keamanan Sistem Komputer
Oleh:
Restituta Ajeng Arjanti
Di Indonesia, istilah hacker
kerap mengundang kontroversi. Banyak orang memandangnya miring, dengan
konotasi sebagai penjahat. Padahal, otak dan hobi mereka mengutak-atik
sistem komputer bisa dimanfaatkan untuk hal yang menguntungkan bagi
banyak pihak.
Insiden Keamanan
Di
Indonesia, kasus hacking atau pembobolan sistem informasi kerap
terjadi. Hal itu dituturkan oleh Muhammad Salahuddien, Wakil Ketua
Indonesia Security Incident Response Team on Internet Infrastrucure
(ID-SIRTII) yang kerap disapa Didin, dalam koferensi pers menjelang
ajang nasional “Biggest Hacker’s Day Event in Indonesia”, di Jakarta
Convention Center (JCC), Rabu (11/6) lalu.
Menurut Didin,
spionase di dunia industri dan korporasi menggunakan teknik phising
atau penipuan lewat email juga kerap terjadi tanpa disadari
oleh pihak korbannya. “Bahkan, website milik presiden pun
setiap harinya bisa menghadapi 3.000 serangan,” tuturnya.
Jika
Anda ingat, Indonesia pernah dihebohkan dengan berita mengenai insiden hacking
yang menyerang situs web milik KPU. Beda dengan pendapat banyak orang,
Didin berpendapat bahwa insiden hacking tersebut besar karena
semata bermuatan politik. Jika ditilik secara kualitas, masih ada
insiden lain yang lebih besar dari kasus tersebut, yakni serangan botnet
dan virus. Botnet adalah komputer yang dikendalikan oleh
penjahat internet, umumnya untuk menyebarkan spam.
Kendati
demikian, Didin mengatakan, virus menempati posisi pertama insiden
keamanan di Indonesia. Penyebabnya tak lain adalah masih banyaknya
pengguna aplikasi bajakan di Tanah Air. “Kalau menggunakan platform
Windows berlisensi, pasti software-nya senantiasa update.
Kalau software-nya senantiasa update, tentu insiden
keamanan karena virus makin minimal,” kata Didin.
Potensi
Hacker Indonesia
Kalau ditanya, potensi besar apa yang
dimiliki Indonesia, tak salah kalau kita menjawab sumber daya manusia.
Ya, Indonesia punya banyak orang pintar. Tapi, kenapa masalah keamanan
komputer masih jadi kendala? Kenapa jumlah kejahatan yang
menyalahgunakan komputer masih banyak?
Tunggu dulu. Jangan
langsung menyebut kata “hacker” sebagai tertuduh. Di Indonesia,
masih banyak orang yang salah mengartikan hacker sebagai
penjahat internet. Padahal, hacker sendiri ada banyak macamnya.
Anselmus
Ricky, seorang praktisi TI yang memiliki nama maya “Th0r”, mengatakan,
“Di awal kemunculannya pada tahun 1960-an. Istilah hacker dipakai
untuk menyebut orang-orang jenius di bidang komputer. Mereka juga
dikenal sebagai white hat hacker, alias hacker putih.
Sedang yang jahat dan suka merusak disebut sebagai cracker atau
black hat hacker.”
Ricky menyampaikan, selain hacker
putih dan hitam, masih ada hacker biru dan abu-abu. “Istilah grey
hat hacker biasa dipakai untuk menyebut orang yang masuk ke dalam
sebuah website tanpa ijin, tapi tidak merusak. Ia hanya
meninggalkan pesan dan nama, biasanya berbunyi “hacked by X
(nama hacker)”. Kalau blue hat hacker dipakai untuk
menyebut orang yang mengajar tentang keamananan sistem,” jelasnya.
Tentang
potensi hacker di Indonesia, James Purnama, Coordinator of ICT
& IS Department Swiss German University-Asia, berpendapat, siapa
saja yang paham tentang sistem―atau administrator sistem―berpotensi
menjadi hacker. “Teman dari administrator sistem pun bisa jadi
seorang hacker,” katanya.
Hal menarik dituturkan oleh
Ketua ID-SIRTII, Richardus Eko Indrajit. Dia mengatakan, ID-SIRTII
berencana untuk mengajukan pelajaran security management untuk
masuk dalam kurikulum wajib di fakultas ilmu komputer. Jepang sudah tahu
ke mana dunia TI-nya akan dibawa, yaitu bidang robotika. Ia
berpendapat, Indonesia yang sering keluar sebagai juara hacking
bisa fokus untuk membawa TI-nya ke bidang keamananan.
“Jadi,
orang-orang yang ingin mencari ahli security, bisa mencarinya
di Indonesia. Sama seperti orang mencari bibit pecatur akan menengok
Rusia yang terkenal sebagai gudang pemain catur hebat,” katanya.
Hacker
Beretika
James menuturkan, kegiatan cracking
di Indonesia banyak dilakukan oleh anak-anak muda, kebanyakan anak SMA
dan mahasiswa. Asal Anda tahu, para hacker-wannabe, orang-orang
yang pengin menjadi hacker, yang umumnya berusia muda,
kebanyakan belum bisa berpikir secara dewasa. Mereka kerap menjajal
kemampuannya demi nama dan gengsi. Tanpa pengarahan, mereka bisa
menyalahgunakan ilmunya untuk berbuat kejahatan. Mencari untung lewat carding,
kejahatan yang memanfaatkan kartu kredit, misalnya.
Meski masih
dianggap kontroversial, ternyata banyak orang tertarik untuk tahu lebih
dalam tentang hacking. Mereka umumnya kaum muda. Hal itu juga
bisa dilihat dari penuhnya bangku penonton di ajang Hacker's Day, yang
digelar bersamaan dengan Festival Komputer Indonesia, di JCC, Kamis
(12/6). Mayoritas peserta acara tersebut adalah kaum muda.
Pertanyaannya
sekarang, apa yang harus dilakukan agar potensi anak-anak muda ini
tidak disalahgunakan? Alih-alih menggunakan kemampuan mereka untuk
berbuat jahat, bukankah lebih baik jika mereka diajak bekerja sama untuk
menjaga sistem dan server?
Jika ditanya, ada berapa
banyak hacker di Indonesia, jawabannya belum ada karena belum
pernah ada survei yang dilakukan untuk menghitung jumlah mereka. Namun,
jika ditanya, ada berapa jumlah hacker di Indonesia yang
memiliki sertifikat, Tin Tin Hadijanto, wakil dari lembaga sertifikasi hacker
EC Council, bisa menjawabnya. “Di lembaga kami, sudah ada 250 orang hacker
beretika yang certified,” katanya.
Inilah fungsi
lembaga sertifikasi hacker: membangun kesadaran orang-orang
jenius di bidang komputer tentang keamanan. Bukankah untuk menghentikan
serangan hacking, kita membutuhkan kemampuan hacker
menerobos sistem dan jaringan? Jasa hacker putih yang beretika
bisa disewa oleh perusahaan untuk mengamankan sistem dan jaringan
mereka.
Seperti dikatakan oleh Eko Indrajit, memasuki era
globalisasi, berbagai batasan akan hilang, dan kebutuhan akan keamanan
semakin tinggi. Jadi, kenapa kita tidak memandang hacker dengan
cara yang baru, sebagai partner kreatif yang bisa digandeng untuk
mengatasi masalah keamanan?
Belajar
Sains dan Teknologi di EngineeringTown Bagaimanakah cara kerja mesin diesel? Mengapa langit berwarna biru?
Apa itu efek rumah kaca? Sering kewalahan menghadapi
pertanyaan-pertanyaan semacam itu dari anak Anda? Jangan bingung,
jawaban-jawabannya dapat Anda temukan di Engineeringtown.com, sebuah
website yang menampilkan beragam konten seputar sains dan teknologi. |
“Mainan-mainan” Baru Dunia Web 2.0 Oleh:
Restituta Ajeng Arjanti Gambar: Internet/Berbagai Sumber
Oleh: Restituta Ajeng Arjanti Spammer tak mau kalah. Mereka mengeluarkan jurus baru dengan
mengirim gambar yang dipecah-pecah seperti puzzle. Tujuannya
agar lolos
dari pemindaian oleh OCR di mailserver. Begitu sampai ke
penerima,
sebuah program yang terkandung dalam spam email akan menyatukan
puzzle itu menjadi sebuah gambar utuh. Gambar: Internet/Berbagai Sumber
|
Game Edukasi, Media Belajar Kreatif dan Atraktif
Oleh: Restituta Ajeng Arjanti
Game bersifat adiktif, apalagi jika alur cerita dan tampilan visualnya menarik, bisa bikin gamer betah berlama-lama duduk dan menatap layar komputer hingga lupa makan dan minum.
Ada banyak genre game. Di antaranya game aksi petualangan, simulasi, strategi, musik, dan role playing game (RPG). Ada pula game yang dimainkan secara keroyokan lewat internet, istilahnya massive multiplayer online game (MMOG). Contohnya seperti Neverwinter Nights dan Ragnarok. Hingga kini, makin banyak game MMOG yang digandrungi oleh para gamer Tanah Air―sayangnya, mereka bukan asli buatan dalam negeri.
Game yang Mendidik
Selain memberikan hiburan, sebenarnya ada nilai positif yang diberikan oleh game. Game—baik yang bersifat hiburan atau edukasi—memaksa orang untuk kreatif, berpikir taktis, dan belajar mengatur strategi.
Ketimbang game hiburan, game edukasi terlihat lebih menonjol dalam industri game nasional. Jika Anda mampir ke toko buku yang besar, misalnya, Anda dapat melihat beragam judul game edukasi dipampang di etalasenya, bersanding dengan judul-judul game dan film edukasi impor (atau terjemahan). Sebagai contoh, sebut saja seri “Ruru: Magic Math”, “Belajar Berhitung 123”, dan seri “Belajar Mandarin Bersama Tingkat Dasar” besutan Elex Kids, salah satu pengembang game edukasi dalam negeri.
Meski game edukasi terlihat kurang mendapat perhatian pasar, fakta tersebut setidaknya sudah cukup menunjukkan bahwa game edukasi lokal sudah cukup diterima oleh masyarakat. Hal ini juga diakui oleh Andi Suryanto, Direktur PT Lyto Datarindo Fotuna (Lyto), perusahaan yang fokus mendistribusikan beberapa online game populer seperti Ragnarok Online, GetAmped-R, Seal Online, dan Perfect World.
Menurut dia, hal utama yang perlu dilakukan untuk meningkatkan perhatian masyarakat terhadap game edukasi lokal adalah dengan melakukan pemasaran dan pendekatan yang lebih umum. Misalnya dengan mengadakan pameran atau membuka showroom di mal, seperti yang dilakukan oleh Lyto.
Meski fokus dengan bisnis online game asal negeri orang, Lyto juga ikut mendukung perkembangan industri game nasional dengan mengembangkan konten buatan lokal. Contohnya bisa dibuka di situs komunitas online Akucintasekolah.com dan situs music game Idol-street.com. Saat ini, Lyto juga tengah mengusahakan kerja sama dengan pengembang game lokal untuk mengembangkan game sendiri.
FGEAI 2008: Promosi Game sebagai Sarana Belajar Efektif
Meski banyak orang lebih mengenal game sebagai hiburan, Koordinator Sinergi Kementerian/Lembaga Biro Perencanaan dan Kerjasama Luar Negeri Depdiknas, Didik Sulistyanto, mengakui game merupakan sarana belajar yang efektif dan efisien. Game dan animasi akan mempermudah siswa mengingat dan mengimplementasikan pelajarannya. Contohnya, menggunakan animasi 3D, mahasiswa Teknik Mesin bisa membuat mesin mobil tanpa perlu membongkar-pasang mobil―tak ada risiko dan kerugian apapun. Begitu juga dengan mahasiswa Kedokteran. Mereka bisa menggunakan animasi 3D untuk memelajari anatomi tubuh manusia, melakukan simulasi operasi sebelum memraktikkannya pada mayat, dan sebelum mereka akhirnya siap mempraktikkan ilmunya secara langsung untuk melayani masyarakat.
Didik menyampaikan, industri game Tanah Air sudah menunjukkan perkembangan pesat, khususnya di bidang animasi yang menunjang teknologi game. Bukan tanpa alasan ia bicara begitu. Ia bercerita, "Bibit-bibit unggul (di bidang game dan animasi) dari berbagai propinsi di Indonesia bisa dilihat dari Festival Animasi tahun 2007 hasil sinergi Depdiknas dan Depbudpar yang diadakan di 5 propinsi—Jabar, Jateng, Jatim, DIY, dan Bali.” Menurut dia, hasil animasi yang dihasilkan oleh siswa, mahasiswa, dan peserta umum yang ikut dalam festival tersebut adalah luar biasa.
Untuk mengulang sukses festival tahun 2007, tahun ini 6 departemen dalam negeri—Depdiknas, Depbudpar, Depkominfo, Depperind, Kementerian Ristek, dan Departemen Agama—bekerja sama dengan Southeast Asian Ministers of Education Organization (Seamolec) dan Asosiasi Industri Animasi & Konten Indonesia (AINAKI), menghelat Festival Game Edukasi & Animasi Indonesia (FGEAI) 2008. Lewat event yang digelar selama periode Maret-November 2008 itu, sedikit banyak kita bisa melihat perjalanan industri game edukasi dan animasi nasional.
Tantangan
Kenapa game hiburan (non-edukasi) lebih populer ketimbang game edukasi? "Itu dikarenakan game hiburan sangat mudah diserap oleh pasarnya", jawab Didik. Menurutnya, untuk memopulerkan penggunaan game edukasi, game harus dibuat menarik lebih dulu agar jumlah penggunanya bertambah, dan pasarnya akan berkembang dengan sendirinya. Festival Game Edukasi dan Animasi Indonesia 2008 sendiri diadakan sebagai salah satu cara untuk memopulerkan penggunaan game edukasi di kalangan masyarakat.
Andi juga mendukung pendapat tersebut. Katanya, “Bagi gamer, bukan faktor apakah game itu buatan dalam atau luar negeri yang paling utama, melainkan fitur apa yang ada dalam game itu.” Game yang menawarkan fitur menarik—dengan alur cerita dan animasi visual yang atraktif—tentu banyak peminatnya.
Tantangan terberat untuk mengembangkan industri game dalam negeri adalah untuk menyadarkan masyarakat untuk ikut berperan mengembangkan industri tersebut. Misalnya untuk memperkenalkan, memromosikan, dan merekomendasikan produk-produk lokal, di pasar dalam dan luar negeri. Banyak masyarakat kita sendiri belum mengapresiasi para kreator game dalam negeri, padahal Indonesia punya potensi SDM yang besar untuk mengembangkan dunia game dan animasinya.
Selain itu, kurangnya proteksi hak cipta terhadap para pengembang game ikut mengganjal kemajuan industri game nasional. “Seperti yang kita tahu, persentase pembeli CD game bajakan sungguh luar biasa. Hal seperti ini yang menyulitkan pengembang game indonesia untuk mulai membangun industri di sini,” kata Andi. Menurutnya, untuk memajukan industri game dalam negeri, kita juga harus menghargai para pencipta dan pengembang game lebih dulu.
"Potensi para pencipta, pengembang, dan pelaku industri game Indonesia sangat besar", kata Didik. Kendati demikian, pemerintah masih perlu bersinergi dan punya komitmen untuk ikut mendukung mutu SDM, khususnya di bidang game dan animasi. “Harapannya supaya industri game dalam negeri bisa menjangkau jenjang ASEAN”, tambahnya.
Robotika Indonesia: Tarik Minat Dunia Pendidikan Lewat
Kontes Robot
Oleh: Restituta Ajeng Arjanti
Apa yang
terlintas di benak Anda saat mendengar kata "robot"? Mesin dengan bentuk
menyerupai manusia seperti Robocop, android dalam film The
Terminator, atau mungkin mesin seperti yang ada di film Daryl,
atau Bicentennial Man?
Meski banyak orang membayangkan
robot sebagai mesin dengan rupa seperti manusia, pada kenyataannya
banyak sekali robot berpenampilan “datar” dan kaku—sama sekali tak mirip
manusia. Mereka umumnya dibuat untuk menjalankan tugas-tugas berisiko
tinggi yang tak mungkin dilakukan oleh manusia. Misalnya untuk
memelajari dan menjelajah Mars, mengangkat objek-objek berat, atau
mengerjakan tugas-tugas pemasangan barang yang menuntut presisi tinggi
di pabrik perakitan hardware.
Robot banyak digunakan
untuk keperluan di bidang manufaktur, militer, transportasi, kesehatan,
dan eksplorasi luar angkasa. Tak mengherankan, mereka tak kenal lelah
dan telah diprogram sedemikian rupa agar tidak melakukan kesalahan saat
mengerjakan tugas-tugas rumit dan berulang.
Untuk bidang
robotika, salah satu negara yang bisa dijadikan kiblat adalah Jepang. Di
sana, robot bahkan telah menggantikan fungsi asisten rumah tangga.
Dibandingkan dengan Jepang atau negara-negara maju lainnya, dunia
robotika Tanah Air memang masih terbatas, meski sudah dimulai sejak
sekitar tahun 1985-an. Hal tersebut diakui oleh Wahidin Wahab, Presiden
Robotic Organizing Committee Indonesia (ROCI).
Di sini,
penggunaan robot memang masih terbatas di bidang industri, yakni dalam
sistem produksinya. “Di luar itu, pemanfaatan robot masih sebatas hobi
dan kegiatan ekstrakurikuler saja,” ujar Wahidin.
Kontes
Robot dan Perhatian Sekolah
Wahidin bercerita, sejak
tahun 1999, Direktorat Pendidikan Tinggi - Departemen Pendidikan
Nasional (Dikti-Depdiknas), atas prakarsa Prof. Soemantri Brojonegoro,
telah mensponsori ajang lomba robot nasional yang diberi nama Kontes
Robot Indonesia (KRI). Kini, beberapa kontes robot sudah dilaksanakan
secara teratur setahun sekali. Contohnya KRI dan Kontes Robot Cerdas
Indonesia (KRCI) yang diadakan oleh Dikti-Depdiknas untuk mahasiswa,
Imagine 08 yang dilaksanakan untuk siswa SD, SMP dan SMU oleh Klub
Robotic bekerja sama dengan Fischer Technik Indonesia; Indonesia Robot
Olympiad (IRO) yang diadakan oleh ROCI untuk tingkatan SD, SMP, SMU,
hingga mahasiswa dan umum (perusahaan); serta Indonesia ICT award 2008
yang disponsori oleh Depkominfo.
Secara umum, kontes robot telah
berhasil menarik minat mahasiswa untuk menekuni ilmu pengetahuan dan
menerapkan teknologi dalam robot yang mereka rancang dan buat untuk
kontes. Bahkan kini beberapa universitas dan politeknik terkemuka telah
mulai melakukan penelitian mendalam di bidang aplikasi robotika.
Institut Teknologi
Sepuluh Nopember Surabaya (ITS) adalah salah satu universitas yang terkenal dengan
bidang robotikanya. Son Kuswadi, Kepala Intelligent Control and Robotics
Lab, ITS, menyampaikan, saat ini, labnya tengah mengembangkan robot
berbasis sistem biologi, robot yang dikembangkan dengan meniru mekanisme
dan kendali makhluk hidup, untuk keperluan pencarian korban tsunami dan
gempa.
Produk lain yang mereka kembangkan adalah robot berkaki
lima yang punya kemampuan seperti bintang laut, bisa bergerak fleksibel
di celah-celah sempit dan mampu menghadapi beragam halangan. Robot ini
mereka kembangkan dengan sistem kendali berbasis sifat. Kecerdasannya
dibangun berdasarkan kecerdasan-kecerdasan dasar yang dimiliki oleh
makhluk hidup yang ditirunya.
Son mengaku, ITS cukup sering
mengajak murid sekolah-sekolah di Surabaya untuk mengikuti workshop merakit
robot sederhana. Hal itu tak sulit untuk dilakukan karena kini sudah
ada banyak kit yang ditawarkan untuk memudahkan perakitan
robot. Jadi para pemula tak perlu lagi membangun robot dari nol.
Menurutnya, ini dapat menarik minat generasi muda yang potensial untuk
mengembangkan robot.
Tak hanya lewat kontes, roadshow
dan seminar tentang robotika pun kerap diadakan untuk memperkenalkan
dunia robotika pada masyarakat. Selain menambah ilmu peserta,
kegiatan-kegiatan itu juga bisa menjadi obat untuk mengatasi kejenuhan
belajar siswa di sekolah.
Dalam kurun waktu 5 tahun terakhir,
perhatian terhadap dunia robotika kian meningkat. Beberapa sekolah telah
memasukkan pelatihan robotika dalam kegiatan ekstrakurikuler mereka. Di
antaranya BPK Penabur, SD Sekolah Alam, Sekolah Ricci, SMP-SMU Petra di
Surabaya, dan Sekolah Pelita Harapan.
Masih Banyak
Kendala
Meski mulai banyak peminatnya, masih banyak
kendala yang dihadapi oleh dunia robotika Tanah Air.
“Kendalanya
dari segi waktu, biaya, dan guru”, ujar Wahidin. Dari segi waktu, ia
mengungkapkan, sebagian besar sekolah merasa sudah membebani
murid-muridnya dengan kurikulum yang begitu padat. Menambah materi
tentang robotika sama artinya dengan menambah waktu belajar-mengajar
murid dan guru. Dari segi biaya, hampir semua sekolah belum menyediakan
bujet untuk kegiatan eskul robotika, apalagi harga kit robot
cukup mahal. Dan ketiga, guru umumnya enggan ketambahan beban mengajar.
Mereka merasa telah melaksanakan kewajibannya dengan memenuhi jam
kerjanya. Lagipula, gaji mereka tak bertambah meski kegiatan mengajar
mereka bertambah.
Kendala biaya juga diakui oleh Son.
Komponen-komponen robot, apalagi jika baru, mahal harganya. Menurutnya,
satu motor DC lengkap dengan sistem kendalinya bisa berharga Rp5 juta,
padahal untuk membangun satu robot bisa dibutuhkan 10 motor, belum
termasuk komponen yang lain. Kalau mau lebih ringan, komponen-komponen
seken bisa dilirik.
Selain itu, Son juga menilai kemampuan
perguruan tinggi dalam negeri belum merata—ada yang sudah maju dan
berkali-kali jadi juara kontes robot, namun banyak juga belum mampu
mengendalikan gerakan motor. Kendati demikian, menurutnya pengadaan
kontes-kontes robot dapat meminimalkan masalah tersebut.
Masa
Depan Robotika Indonesia
Wahidin Wahab dan Son Kuswadi
sama-sama memimpikan masa depan dunia robotika Tanah Air yang cerah.
“Saya
tidak bermimpi anak-anak Indonesia kelak bisa membuat robot tercanggih
di dunia, namun saya berharap suatu hari nanti mereka akan muncul
sebagai ahli-ahli teknologi yang bisa berkarya dan menghasilkan
produk-produk inovatif dengan memanfaatkan teknologi robotika”, ucap
Wahidin. “Dengan begitu, akhirnya negara kita dapat berubah, dari negara
agraris menjadi negara yang berbasis industri dan teknologi tinggi.”
Jika
itu dapat tercapai, Wahidin percaya Indonesia tak harus mengalami
krisis terus menerus dan tak perlu lagi mempersoalkan subsidi bahan
bakar atau urusan ekonomi sejenisnya.
“Saya berharap agar 'demam'
robotika di Tanah Air itu terus dibangkitkan, demi tersedianya SDM
tangguh di Tanah Air dalam membangun bangsa”, begitu harapan Son.
Menurutnya, meski masih banyak pengangguran di dalam negeri, masyarakat
tak perlu takut untuk mengembangkan robot. Robot dapat dianalogikan
seperti komputer. Dulu, banyak orang mengkhawatirkan komputer akan
mengambil peran sekretaris. Ternyata kini, komputer justru menjadi
senjata andalan sekretaris dalam bekerja. Pun robot akan membantu
meringankan tugas manusia.
“Dengan menggembleng orang menjadi
mampu berkreasi di bidang robotika, kita akan menghasilkan orang-orang
yang siap berkarya di bidang apapun, nantinya”, tambah Son.
Robotika Bukan Sekadar Urusan Teknis |
“Untuk terjun ke
bidang robotika, seseorang
harus siap untuk mempelajari berbagai aspek—bukan hanya aspek teknis
dan pengetahuan tentang komponen-komponen elektronika, tapi juga
sosial”, Son menyampaikan. Saat ini, banyak penelitian dilakukan untuk menemukan cara bagaimana agar robot-robot dapat saling berkomunikasi dan bekerja sama dalam mengerjakan tugas yang besar. Misalnya untuk menangani masalah reruntuhan bangunan akibat gempa, robot dapat digunakan untuk menemukan korban. Akan lebih mudah jika robot memiliki kemampuan komunikasi. Jadi, dia dapat memanggil rekan-rekannya untuk membantunya menyelamatkan korban. “Tentu saja, kemampuan-kemampuan teknis dan sosial tak harus dikuasai oleh satu orang”, ujarnya lagi. Intinya, kolaborasi menjadi kunci untuk sukses membuat robot. Untuk mengembangkan robot yang hebat, yang dibutuhkan adalah teamwork yang kuat. |
Google, Mantap Masuki Bisnis Advertising
Oleh:
Restituta Ajeng Arjanti
Akusisi jawara
mesin pencari Google terhadap perusahaan iklan online
DoubleClick jadi berita terhangat dalam bisnis internet pekan ini. Harus
diakui, akuisisi tersebut dapat memperlancar jalan Google untuk
merangkul dunia periklanan digital.
Setelah melalui beberapa
tahap tawar-menawar, juga bersaing dengan Microsoft, Google berhasil
memenangkan hati DoubleClick dengan penawaran senilai 3,1 miliar dolar
AS. Pro dan kontra muncul menyusul keputusan tersebut. Ada banyak pihak
yang menyatakan keberatan dan mempermasalahkan kemungkinan Google akan
mendapatkan terlalu banyak data mengenai aktivitas online
banyak orang. Namun ada juga pendapat positif yang menyatakan bahwa
akuisisi tersebut hanya akan menjadi bagian kecil dari beragam bisnis
yang Google jalankan.
“DoubleClick membuat Google menjadi pemain
yang lebih kredibel di segmen iklan display”, begitu komentar
analis industri Greg Sterling dari Sterling Market Intelligence. Satu
hal yang pasti dari akusisi ini, DoubleClick akan menjadi aset baru
Google yang akan meragamkan bisnisnya.
Ancaman bagi Yahoo
dan Microsoft
Akuisisi ini, yang berarti bahwa Google
akan mengambil alih perusahaan yang menempatkan miliaran iklan per hari
ke ribuan situs web di seluruh dunia, tentu membuat Yahoo dan Microsoft
‘panas’. Bisnis baru Google, tandem dengan Double Click, berpotensi
untuk menggeser posisi Yahoo yang juga tercatat sebagai pemain di bisnis
advertising. Microsoft sebagai pemain nomor 3 dalam bisnis
internet juga pantas untuk merasa terancam. Pasalnya, hingga kini
niatnya untuk menguasai Yahoo pun belum mendapat restu lantaran nilai
44,6 miliar dolar AS yang ditawarkan raksasa software tersebut
dianggap masih terlalu kecil.
“Google menguasai DoubleClick
jelas akan menambah tekanan bagi Microsoft untuk menyelesaikan
tawar-menawarnya dengan Yahoo”, kata analis Rob Enderle dari Enderle
Group di Silicon Valley. Meski dominasi Google berpotensi untuk semakin
besar, European Union berpendapat bahwa hal itu sepertinya tak akan
merugikan konsumen.
Potensi dan Rencana Google
Perusahaan
investasi JPMorgan memprediksi bahwa pasar advertising akan
meningkat dari 20,8 miliar dolar AS tahun ini menjadi 28,6 miliar dolar
AS di tahun 2010 mendatang. Dengan begitu, kesempatan Google untuk
mendapatkan profit di semen bisnis barunya juga makin besar.
Selama
ini, DoubleClick menyediakan layanan yang memungkinkan para web
publisher, pemasang iklan online, dan agen periklanan
untuk mempromosikan bisnis mereka lewat iklan digital. Ada dua divisi
utama dalam perusahaan tersebut. Divisi Dart menyediakan tools
dan berbagai layanan untuk penjualan dan pembelian iklan. Sedangkan
divisi Performics bertanggung jawab terhadap pemasaran mesin pencari
berdasarkan iklan yang dibayarkan per-klik, hal yang selama ini jadi
andalan Google.
Dalam blog resmi Google, CEO Eric Schmidt
memaparkan sedikit rencananya untuk DubleClick. “Para pembuat iklan
iklan dan publisher yang bekerja dengan kami telah lama meminta
kami untuk menggabungkan layanan pencarian dan periklanan berbasis
konten”. Sepertinya, Google berencana untuk membuat semacam dashboard
iklan online bagi para publisher, pemasang, dan
agensi iklan menggunakan platform andalan milik DoubleClick.
Dengan
masuk ke bisnis advertising, diversifikasi layanan Google juga
bertambah. Saat ini, Yahoo mungkin masih menjadi memimpin dunia online
advertising, tapi jika Google dapat menyediakan layanan yang lebih
mudah untuk diakses, mereka diprediksi akan dapat memimpin bisnis ini.
Fenomena Small is Pretty Melanda Dunia Komputer
Oleh:
Restituta Ajeng Arjanti
Istilah “big is beautiful” rasanya tak berlaku di dunia teknologi masa kini. Itu bisa dilihat dari lahirnya beragam versi mungil dari perangkat komputer dan telekomunikasi. Meski begitu, jangan pandang remeh perangkat-perangkat bertubuh mungil itu. Berbanding terbalik dengan ukuran tubuhnya, mereka tak kalah pintar dari mesin-mesin pendahulunya yang berbodi bongsor.
Desktop
Berukuran Irit
Gaya minimalis rupanya ikut melanda
dunia teknologi. Kita tidak bicara soal fitur, tapi lebih pada bentuk
perangkat-perangkatnya. Contohnya sudah banyak, bisa dilihat di
mana-mana. Desktop PC tampil semakin ramping, juga notebook semakin
mungil dan ringan. Bahkan beberapa tahun belakangan ini, beberapa vendor
melahirkan beberapa kategori perangkat komputer yang baru, dengan
istilah yang baru pula. Ada Ultra Mobile PC alias UMPC, subnotebook,
hingga yang yang paling baru yang diperkenalkan oleh Intel sebagai
netbook dan nettop.
Sekarang, mari kita bicara tentang komputer
desktop alias PC. Yang sedang “in” adalah komputer-komputer bertubuh
ramping, ringkas, dan irit tempat. Kalau mau dibayangkan, bentuknya
kurang lebih seperti iMac besutan Apple yang paling gres, New iMac.
Tubuhnya tipis dengan CPU menyatu pada monitor layar datarnya.
Terinspirasi
Apple
Perlu kita akui, komputer-komputer berlogo apel
rancangan Steve Jobs memang merupakan salah satu kiblat teknologi. Kalau
Anda perhatikan, komputer Apple kerap tampil di layar film besutan
studio Hollywood, dan belakangan juga menghias beberapa film dan
sinetron Tanah Air. Dari situ, bisa dilihat bahwa komputer-komputer
cantik dan ringkas memang punya magnet, selain bisa menjawab masalah
keterbatasan ruang penggunanya. Tak hanya “pretty”, mereka juga “smart”.
Sekarang,
jumlah produk pesaing New iMac sudah banyak. Menyambut tahun baru 2008
ini contohnya, NEC meluncurkan seri Powermate P5000 berwarna putih yang
disebut-sebut terinspirasi oleh New iMac. Selain warnanya yang serupa
iMac, CPU dari P5000 juga menempel dengan layar monitornya. Yang
menarik, dalam keadaan tertutup, desktop semi-portabel ini bisa dengan
mudah dijinjing, apalagi ia dilengkapi dengan pegangan di bagian atas
belakang monitornya.
Ikut meramaikan pasar komputer berukuran
irit, di awal tahun ini HP memperkenalkan seri desktop Compaq dc7800
Ultra-slim. CPU-nya mungil, mirip Mac Mini. Meski tidak menyatu dengan
monitor LCD tipisnya, pengguna dapat mengaitkan CPU tersebut di bagian
belakang monitornya. Hasilnya tentu saja tampilan yang lebih ringkas dan
irit tempat.
Selain NEC dan HP, masih ada beberapa vendor lain
yang juga melempar komputer tipisnya ke pasaran. Sebut saja Asus yang
memperkenalkan seri Asus Nova P22 Mini PC-nya, Dell yang merilis Dell
XPS One Desktop, atau Acer yang punya Acer Aspire L3000 Series. Semua
produk tersebut punya ciri yang sama: berukuran irit.
Spesifikasi
Tinggi
Meski bentuknya irit, tak berarti harga dan
teknologi yang dibawa oleh komputer-komputer tersebut juga irit.
Buktinya, banyak dari mereka dijual di atas 1.000 dolar AS. Maklum,
spesifikasinya lumayan tinggi—prosesor baru keluaran Intel atau AMD,
kapasitas hard disk di atas 100 gigabyte (GB), memori kaliber GB, juga
kartu grafis yang terhitung high-end.
Buat orang-orang yang punya
masalah keterbatasan tempat, tapi bukan kantong, komputer-komputer
cantik dan mungil ini bisa jadi jawaban yang tepat. Tapi sekali lagi,
mahal itu relatif, bukan?
Melestarikan Bahasa Daerah Lewat Kamus Online
Indonesia kaya akan beragam suku bangsa, budaya, dan bahasa.
Sayangnya, tidak banyak orang yang berminat untuk melestarikan ragam
budaya tersebut. Hal itu jadi alasan bagi seorang siswa SLTA 39, Fauzan
Helmi Sudaryanto, untuk mengembangkan kamus bahasa tradisional online
berjuluk Kardinal. Yang menarik, Fauzan mengembangkan kamus ini
menggunakan teknologi open source.
“Minat kita warga Indonesia,
terutama kaum muda dan remaja, untuk terus melestarikan budaya masih
kurang. Padahal budaya itu aset yang sangat berharga buat identitas
bangsa kita,” ujar Fauzan kritis. Daripada berteriak atau mencaci negara
lain yang berusaha “mencaplok” budaya Indonesia, dia memilih untuk
membuat karya yang inovatif untuk menunjukkan keberagaman budaya yang
memang asli Indonesia. “Jangan mau dikontrol oleh panasnya situasi, tapi
balas dengan karya,” katanya.
Memilih Open Source
Kardinal
dikembangkan menggunakan engine Glossword yang berbasis open source.
Aplikasi ini dia kembangkan selama sekitar tiga bulan. “Mulai dari ide
sampai website-nya online,” imbuh Fauzan. Kalau penasaran dengan
Kardinal, Anda bisa singgah ke www.kamus-tradisional.web.id.
Fauzan
sengaja memilih teknologi open source untuk mengembangkan Kardinal.
Alasannya, “Open source memungkinkan kita untuk berkolaborasi dengan
banyak orang di luar sana. Kita bisa berbagi tanpa batas.” Pengembangan
kamus tradisional ini merupakan proyek terbuka. Kontributor dari
berbagai daerah dapat ikut berkontribusi dalam mengembangkan database
bahasanya. Karena itu, Fauzan tidak membatasi jumlah bahasa yang dapat
dimasukkan ke dalam Kardinal. Dia mengaku akan mustahil bagi dia jika
harus mengembangkan kamus ini sendirian.
Asal Anda tahu,
Kardinal menjadi jawara dalam ajang Indonesia ICT Award (INAICTA) 2009
untuk kategori Student Project SMA. Aplikasi ini pun akan mewakili
Indonesia dalam ajang Asia Pasific ICT Award (APICTA) 2009 di Melbourne,
Australia pada bulan Desember mendatang.
Cara Kerja
Cara
kerja Kardinal sama dengan cara kerja kamus online pada umumnya. “Kita
bisa memasukkan kata dalam bahasa Indonesia, bahasa Inggris, atau bahasa
daerah dalam kotak pencarian, tanpa harus memilih bahasa asal dan
bahasa tujuan yang dituju,” Fauzan menjelaskan. Hasil pencarian akan
menampilkan kata dalam bahasa daerah, bahasa Indonesia, atau bahasa
Inggris yang memiliki arti sama dengan kata yang dimasukkan dalam kotak
pencarian.
Diakui oleh Fauzan, tantangan terberat dalam
mengembangkan kamus tradisional ini terletak dalam proses validasinya.
Pasalnya, entry yang dimasukkan ke dalam database Kardinal hanya
dimengerti oleh kontributor yang bersangkutan. “Ada kalanya pengunjung
yang masuk ke situs Kamus Tradisional Online melaporkan kesalahan arti
yang ada dalam kamus,” kata Fauzan.
Saat ini, baru ada delapan
orang yang menjadi kontributor Kardinal. Jika tertarik untuk ikut
mengembangkan kamus online ini, Anda juga bisa mendaftarkan diri melalui
website Kardinal. Syaratnya sangat mudah. Anda cukup merupakan warga
negara Indonesia, peduli terhadap kelestarian aset bangsa, punya
kompetensi yang dibutuhkan, dan mau bertanggung jawab terhadap apa yang
sudah ditulis dalam website. (Restituta Ajeng Arjanti)
Alat Deteksi Mahasiswa Tukang Contek
Oleh: Restituta Ajeng Arjanti
Banyak
orang salah mengartikan kebebasan yang disediakan oleh gudang informasi
online, internet, untuk melakukan plagiarisme. Yang memprihatinkan,
tindakan pencontekan itu banyak juga dilakukan oleh mahasiswa dan
pelajar. Berangkat dari keprihatinan itu, beberapa dosen di Universitas
Gadjah Mada (UGM) menciptakan aplikasi anticontek. Namanya Test of Texts
Similarity, atau disingkat TESSY.
Internet, Positif dan
Negatif
Di dunia pendidikan, ada dua pendapat tentang
internet. Hal itu diakui oleh Didi Achjari, salah satu dosen dari
Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) UGM yang ikut mengembangkan TESSY.
Internet mempermudah pencarian data dan referensi yang
diperlukan secara online. Namun, di sisi lain, internet pun bisa jadi
media yang memudahkan orang menjiplak hasil karya orang lain. Lewat
Google misalnya, mahasiswa bisa leluasa mencari bahan-bahan tugas karya
tulis mereka, bisa dengan cepat menemukan literatur yang sesuai, lalu
bisa juga menyimpan dan menyalinnya. Cepat dan mudah, tapi tidak sportif
dan kreatif.
Untuk mengurangi maraknya kasus penjiplakan paper,
thesis, atau karya tulis mahasiswa, beberapa kebijakan ditempuh oleh
pihak civitas akademis. Antara lain membatasi mahasiswa untuk membaca
skripsi, thesis, dan disertasi; serta melarang karya-karya tulis
tersebut untuk di-online-kan lewat perpustakaan digital. Untuk
mengoptimalkan kebijakan itu, Didi bersama rekan-rekannya―Dimas Muklas
(FEB UGM & FMIPA UGM), Aman Rohiman (FMIPA UGM), dan Ajeng
Nurhidayati―juga mengembangkan TESSY.
TESSY dibuat untuk
mendeteksi kemiripan karya tulis mahasiswa. Dengan aplikasi itu, para
dosen atau civitas akademis bisa dengan mudah membandingkan dan
mendeteksi tingkat kemiripan karya tulis buatan para mahasiswa―antara
yang satu dengan yang lain, atau yang tersimpan dalam basis data.
Fitur
TESSY
TESSY dikembangkan sebagai program desktop, bukan
aplikasi berbasis web. Menurut Didi, aplikasi ini mungkin untuk
dilengkapi dengan fasilitas upload dokumen, agar hasilnya bisa dilihat
di mana saja lewat web. “Namun, tentu saja proses komparasi tetap
dilakukan di server dan berbasis desktop,” jelas Didi.
Syarat
utama agar TESSY bisa bekerja adalah tersedianya versi digital, atau
softcopy, dari karya tulis. File itu nantinya akan dibandingkan dengan
karya-karya tulis yang tersimpan dalam basis data dan perpustakaan
digital kampus. Karena setiap lembaga pendidikan umumnya punya standar
kemiripan yang bereda untuk dimasukkan dalam kategori penjiplakan,
tingkat kemiripan yang ingin dideteksi lewat TESSY sengaja dibuat agar
dapat diatur secara bebas.
Aplikasi ini hanya mengecek kata-kata.
Jadi, bisa membandingkan hasil karya tulis dengan dokumen yang berasal
dari mana dan tahun kapanpun. Selain itu, TESSY juga dilengkapi dengan
fitur untuk mencetak laporan formal. Jika tak ada masalah dengan karya
tulis buatan mahasiswa, laporan ini bisa dijadikan syarat untuk
mengikuti wisuda. Tapi, jika karya tulisnya bermasalah, laporan ini akan
digunakan untuk bahan dalam proses penyelidikan lebih lanjut.
Untuk
mendeteksi kemiripan teks dalam dokumen, Didi menjelaskan, ada dua
metoda pengujian yang diterapkan dalam aplikasi ini, yaitu uji kemiripan
teks dan uji kemiripan frase.
Untuk uji kemiripan teks, TESSY
menggunakan algoritma perbandingan huruf yang sudah baku, yaitu
difference algorithm. Algoritma ini―antara lain digunakan oleh Adobe dan
Microsoft―dan dikembangkan oleh Didi untuk membandingkan kata. Uji
kemiripan teks ini dipakai untuk menghitung prosentase kemiripan dokumen
yang diuji dengan dokumen yang sudah ada. Nilai prosentase tinggi
menunjukkan tingkat kemiripan yang sangat tinggi.
“Hasilnya cukup
valid, namun TESSY belum mengecek sampai level kutipan, dasar teori,
dan sejenisnya. TESSY murni hanya membandingkan kata,” papar Didi.
“Dengan demikian, hasil kemiripan belum bisa dijadikan keputusan
plagiarisme. Perlu dosen ahli untuk mengecek dokumen yang dinyatakan
suspect plagiat.”
Sementara, untuk metode kesamaan frase, TESSY
akan mencari dan menghitung kemunculan frase dan kombinasinya dalam
dokumen. Dalam metode ini, karakter-karakter selain teks dan separator
dihilangkan dari dokumen. Lalu, aplikasi akan mencari frase dalam
dokumen, dan menghitung jumlah kemunculannya. Fitur dalam TESSY juga
memungkinkan penguji untuk memasukkan frase yang populer dalam bidang
ilmu tertentu.
Implementasi di UGM
Saat
ini, aplikasi TESSY hanya bisa berjalan di sistem operasi Windows.
“Aplikasi ini baru diujicobakan di FEB UGM,” kata Didi. Karena baru
tahap uji coba, penggunaannya pun baru bersifat random―khususnya jika
ada karya tulis yang dicurigai. “Setelah aplikasi ini disempurnakan,
bisa saja dipakai fakultas atau universitas lain yang berminat,”
tambahnya.
Di UGM, dokumen yang dimasukkan ke dalam TESSY adalah
yang berformat PDF. Alasannya, saat ini mahasiswa FEB memang diminta
untuk menyerahkan skripsi dalam bentuk PDF. Didi mengatakan, “Kalau
diperlukan, dalam pengembangan aplikasi TESSY nantinya bisa
mengakomodasi file bentuk lain atau file teks biasa.”
Menurut
Didi, implementasi TESSY untuk kalangan pendidikan sangat adil.
Pasalnya, keputusan bahwa mahasiswa melakukan praktik plagiarisme atau
tidak tetap ada pada dosen pembimbing, atau lembaga lain yang
menginvestigasi para suspect plagiat itu. “Sistem ini sangat fair bagi
kami, di mana ada kombinasi yang baik antara tools (TESSY) dan decision
maker (investigator atau pakar),” katanya.
TESSY sempat
diikutsertakan dalam ajang Acer Intel E-Learning Competition, September
2008. Aplikasi inovatif ini sukses meraih penghargaan terbaik untuk
kategori dosen kelompok.
Anda pasti sudah membaca eBook gratis saya 20 Milyuner Muda bukan??
Jika sudah apa saja yang bisa anda ambil hikmahnya untuk kemajuan bisnis
anda? Atau jika anda sedang merintis sebuah usaha apa saja yang perlu
anda lakukan?
Saya membaca ada banyak hikmah yang bisa kita ambil dari eBook tersebut
beberapa diantaranya adalah:
- Tekad dan mindset yang kuat untuk berdikari, menurut saya itu adalah modal utama kita, jika kita mau menjadi orang yang sukses.
- Mimpi, mimpi merupakan blueprint dari kesuksesan kita, jadi selagi mimpi itu gratis jangan pernah malu untuk mimpi setinggi-tingginya. Masih ingat kan waktu kita SD sering mendengar peribahasa, gantungkan cita-citamu setinggi langit. Ya, kalau setinggi-tingginya saja gratis kenapa mesti takut untuk bermimpi.
- Tidak cepat puas, semua tokoh diatas adalah orang-orang yang tidak cepat puas dengan hasil yang telah dicapainya. Sifat inilah yang akan melahirkan ide-ide cerdas dan kreatif untuk bisnis anda.
> from Starting-Up1
>>
>> Budi Rahardjo2
>> PT INDO CISC
>> e-mail: budi@…
>> Juni 2003
>>
>> Akhir-akhir ini banyak orang berbicara tentang entrepreneurship.
> Mahasiswa digiring untuk menidirikan usaha sendiri dengan iming-
> iming menjadi Bill Gates kedua. Apakah semudah itu? Jika memang
> semudah itu, mengapa kita belum mendengar cerita sukesnya? Tulisan
> ini mencoba menceritakan suka dukanya membuat usaha sendiri, atau
> yang dikenal dengan istilah mendirikan start-up. Tulisan ini
> berdasarkan kepada pengalaman penulis yang mungkin tidak dapat
> digeneralisir menjadi kaidah umum dalam perjalanan mendirikan
> perusahan. Paling tidak, tulisan ini mencoba menceritakan pelajaran
> yang penulis peroleh. Untuk itu tulisan ini tidak terlalu formal.
>>
>>
>> Daftar Isi
>>
>>
>> Awal Perjalanan
>>
>>
>> Bagian ini akan menceritakan awal perjalanan saya dalam
> mengembangkan start-up, yaitu ketika di Kanada.
>>
>>
>> Software & hardware house: Iqra Biomedical
>>
>>
>> Keinginan saya untuk mendirikan perusahaan dimulai ketika saya
> mengambil pendidikan S2 dan S3 di Kanada. Kala itu saya memiliki
> beberapa teman dari berbagai jurusan; electrical engineering,
> computer science, dan dari kedokteran. Salah seorang dari mereka
> pernah ditugasi dosennya untuk membuat program untuk melakukan
> diagnosa pasien. Program tersebut mengimplementasikan sebuah expert
> system dan mencoba menganalisa penyakit yang diderita oleh pasien
> berdasarkan data-data yang diberikan oleh pasien tersebut. Kami
> pikir program ini bisa diteruskan menjadi sebuah program komersial.
> Selain itu rekan-rekan di kedokteran juga telah menggunakan alat-
> alat elektronik untuk melakukan operasi. Mereka adalah dokter-dokter
> muda yang terbiasa menggunakan komputer (e-mail dan sejenisnya).
> Kemudian timbul ide untuk mengkomputerkan perangkat laparoscopy.
> Dengan modal dua ide ini kami sepakat untuk membuat sebuah usaha
> bersama dengan nama Iqra Biomedical. Modal kami tidak banyak karena
> sebagian besar kami adalah mahasiswa, apalagi saya mahasiswa asing
> yang notabene keuangannya pas-pasan.
>>
>> Langkah pertama yang kami lakukan adalah mendokumentasikan semua
> yang kami miliki dan melakukan pencarian informasi (riset) awal.
> Setelah itu kami menghubungi sebuah institusi yang bernama IRAP,
> Industrial Research Assistance Programme yang merupakan bagian atau
> program dari National Research Council. Misi dari IRAP ini adalah
> membantu industri kecil dan menengah dalam mengembangkan
> kemampuannya di bidang teknologi dan inovasi. Saya lupa berapa yang
> harus kami bayar kepada IRAP waktu itu, mungkin CAN$ 500? (ataukah
> CAN $100?). Yang saya ingat adalah biayanya terjangkau. Kami
> berkonsultasi dengan IRAP tentang kemungkinan teknologi dan bisnis
> kami itu. IRAP kemudian melakukan risetnya dan memberikan hasilnya
> dalam bentuk sebuah dokumen. Dalam dokumen tersebut ditunjukkan
> potensi dari bisnis, kelemahan dari bisnis kami, kompetitor kami,
> pakar-pakar di Kanada yang dapat dihubungi untuk melakukan
> konsultasi teknologi, dan hal-hal lain yang sangat membantu kami
> dalam memfokuskan diri. Kami juga diberi kesempatan untuk banyak
> melakukan konsultasi. Berdasarkan masukan ini, kami meneruskan untuk
> melakukan usaha tersebut. Sebagai catatan, inisiatif seperti IRAP
> ini belum ada di Indonesia. Ataupun kalau ada, saya belum pernah
> mengetahui.
>>
>> Sayangnya dalam perjalanannya usaha kami ini tidak berhasil karena
> beberapa hal, antara lain:
>>
>> * Kami kehabisan dana (untuk menggaji seorang programmer untuk
> melakukan dokumentasi requirement engineering dan menyewat tempat di
> basement rumah). Dugaan kami bahwa pekerjaan dapat selesai dalam
> waktunya ternyata molor.;
>> * Komitmen dari calon pembeli alat (laparoscopy) masih belum
> ada karena alat tersebut terlalu advanced waktu itu (sekarang sudah
> ada yang mencobanya di Itali). Kami mempresentasikannya di depan
> dokter-dokter di sebuah rumah sakit umum di kota kami. Mereka masih
> belum dapat menangkap konsepnya. We were ahead of its time;
>> * Biaya untuk melakukan pengujian di bidang medical sangat
> mahal (karena menyangkut manusia sehingga harus hati-hati); Kami
> harus mendatangkan pakar dari beberapa kota untuk mengevaluasi
> produk jika sudah jadi. Ini terlalu mahal.
>>
>> Akibatnya usaha tersebut berhenti di tengah jalan. Namun kami akan
> mencobanya kembali. Sampai sekarang belum terlaksana.
>>
>>
>> ISP: Canada Overdrive Online
>>
>>
>> Tahun 1995 Internet mulai boleh digunakan untuk keperluan
> komersial. Akses ke Internet mulai dibuka untuk masyarakat umum.
> Mulailah muncul industri akses Internet yang dikenal dengan nama
> Internet Service Provider (ISP). Akhirnya kami pun mendirikan
> perusahaan ISP dengan nama Canada Overdrive Online (COOL) yang
> dimulai dari basement rumah dengan modal sebuah komputer, sebuah
> modem, dan sebuah koneksi ISDN. Sebagai catatan, waktu itu belum ada
> satu ISP yang sangat dominan seperti AOL saat ini. AOL masih kecil
> akan tetapi tumbuh dengan cepat. Waktu itu kami berharap dapat
> menjadi AOL-nya Kanada. Itulah sebabnya nama usahanya agak nyerempet
> AOL.
>>
>> Semenjak Netscape sukses besar dengan IPO (Initial Public
> Offering) di bursa saham, banyak orang yang ingin mendirikan
> perusahaan high-tech dan kemudian melaju ke IPO. Inilah awal dari
> munculnya “dotcom”. Usaha kami pun mulai diminati oleh beberapa
> orang di komunitas. Mulailah kami membuat dokumen bisnis, meresmikan
> bisnis (incorporated), dan menjual saham diantara “friends and
> family”. Terus terang kami tidak mengetahui teori-teori bisnis
> (khususnya start-up) yang kemudian mulai muncul. Bisnis kemudian
> meningkat sehingga kami harus pindah ke sebuah ruko dengan menyewa
> saluran telepon yang lebih banyak.
>>
>> Namun nampaknya bisnis ISP tidak semudah yang disangka. Persaingan
> sangat ketat dan diperlukan investasi terus menerus karena kemajuan
> teknologi. Modem yang tadinya hanya 9600 bps, harus diganti ke 33,6
> kbps. Baru selesai pergantian (investasi), harus diganti lagi dengan
> 56 kbps. Implikasinya adalah keuntungan tak kunjung datang karena
> keuntungan harus diinvestasikan kembali. Bahkan untuk menjaga agar
> kompetitif dan break even, kami harus meningkatkan jumlah saluran
> telepon.
>>
>> Pada akhirnya bisnis kami ini harus kami jual kepada orang lain
> karena kami tidak mampu mengurusi sisi bisnisnya. Kami kebetulan
> adalah orang-orang teknis yang melihat kesempatan (opportunity),
> akan tetapi tidak memiliki latar belakang bisnis yang cukup kuat
> untuk menghadapi tantangan bisnis.
>>
>> Pelajaran yang saya peroleh dari bisnis ini:
>>
>> * Bisnis ISP merupakan bisnis yang tidak terlalu
> menguntungkan. Itulah sebabnya saya cukup heran ketika kembali ke
> Indonesia dan banyak orang ingin mendirikan ISP. Saya berikan saran-
> saran berdasarkan pengalaman saya. Namun iming-iming untuk menjadi
> sukses lebih dominan.
>> * Bisnis yang sangat ditentukan oleh teknologi seperti ini
> harus selalu merencanakan perkembangan teknologi agar tidak
> melakukan investasi terus menerus dan tidak kunjung break-even.
>> * Sebaiknya bisnis dijalankan oleh orang yang mengerti bisnis,
> bukan oleh techie (orang teknis). Atau, jika sang techie ingin
> menjalankannya, maka dia harus mengerti bisnis. Atau, mungkin
> pelajaran bisnis dimasukkan sebagai bagian dari kurikulum pendidikan
> teknis.
>>
>>
>> Web hosting: Iscom
>>
>>
>> Model bisnis berikutnya yang mulai berkembang waktu itu adalah web
> hosting. Maka saya pun tidak ketinggalan. Beserta kawan-kawan
> (sesama mahasiswa Indonesia yang besekolah di luar negeri) yang
> tersebar di berbagai penjuru dunia mulai berkeinginan untuk terjun
> ke usaha web hosting lengkap dengan programmingnya dengan nama
> Iscom. Lagi-lagi dimulai dari mengumpulkan dana sesama mahasiswa
> Indonesia.
>>
>> Sayangnya bisnis ini juga gagal. Bagi saya sangat berat untuk
> mempertanggung-jawabkan hilangnya uang rekan-rekan yang dititipkan
> di bisnis ini. Kali ini kegagalan disebabkan oleh:
>>
>> * Tidak adanya yang mau menekuni sisi bisnis. Kala itu saya
> sendirian menjalankan hampir semuanya, mulai dari setup sistem
> sampai ke marketing;
>> * Waktu itu belum banyak orang Indonesia yang mengenal
> Internet, apalagi web hosting. Lagi-lagi, kami terlalu advanced;
>> * Model bisnis dari web hosting ternyata juga masih belum
> jelas.
>>
>>
>> Perjalanan Berikutnya
>>
>>
>> Akhir tahun 1997, saya kembali ke Indonesia di tengah badai krisis
> moneter. Kegagalan membuat bisnis di Kanada tersebut tidak membuat
> saya jera. Saya coba kembali membuat beberapa usaha di Indonesia.
>>
>>
>> Konsultan: Insan Komunikasi, Insan Infonesia
>>
>>
>> Sebelum pulang ke Indonesia, kami sempat mendirikan sebuah
> perusahaan yang memfokuskan diri ke jasa konsultasi teknologi
> informasi dengan nama Insan Komunikasi (dimana ada kemiripan nama
> dengan Iscom) yang kemudian akhirnya berganti nama menjadi Insan
> Infonesia. Kali ini kami memulai dari keluarga sendiri dengan
> langkah yang perlahan-lahan. Perusahaan ini sampai sekarang masih
> bertahan, meski masih kecil. Mudah-mudahan perusahaan ini bisa
> menjadi contoh sukses.
>>
>>
>> Venture Capital: INDOCISC
>>
>>
>> Bisnis dotcom mulai meledak di tahun 1999 dan 2000. Muncullah
> entity yang bernama venture capital di dalam peta bisnis Information
> Technology (IT) di Indonesia. Venture capital sendiri sebetulnya
> bukan sesuatu yang baru di dunia IT. Namun di Indonesia, ini masih
> sesuatu yang baru. Saya pun kemudian terbujuk untuk mencoba usaha
> dengan bantuan venture capital dari Korea. Tadinya saya tidak
> berkeinginan untuk membuat usaha ini karena toh sudah ada perusahaan
> (Insan Komunikasi, lihat bagian sebelumnya). Namun akhirnya saya
> tertarik juga untuk mencoba bekerja-sama dengan venture capital.
> Mulailah kami membuat badan usaha yang bernama INDOCISC dengan
> bidang: community system development dan security. (Pada akhirnya
> kami memfokuskan pada bidang security.)
>>
>> Dari INDOCISC ini kami juga mengembangkan badan usaha lain yang
> bergerak dalam bidang pengembangan komunitas dan SDM, serta
> penempatan SDM IT di luar negeri. Sayangnya badan usaha lain ini
> tidak berjalan dengan semestinya. Hal ini disebabkan karena:
>>
>> * Kurangnya orang yang fokus dalam penjalankan bisnis
> tersebut. Kesulitan mendapatkan SDM yang dapat menjalankan bisnis
> merupakan salah satu kendala besar. SDM yang berkutat di bidang
> teknis tidak terlalu masalah (meskipun masih kekurangan juga);
>> * Jatuhnya bisnis dotcom (bubble bust) di seluruh dunia
> sehingga membuat banyak perusahaan IT tutup;
>> * Ketidak-cocokan antar pendiri dan pemegang saham. Ketika
> masalah muncul, maka mulai nampak karakter dari masing-masing.
> Kecocokan pada tahap awal belum menjadi jaminan akan cocok terus.
> Hal ini sudah berulang kali terjadi.
>>
>> INDOCISC sendiri akhirnya memfokuskan diri dalam bidang security
> dan tidak menangani lain-lainnya (meskipun kami bisa). Adanya fokus
> ini ternyata membawa berkah karena dia menjadi dikenal dalam bidang
> security. Untuk pekerjaan yang non-security, INDOCISC bekerjasama
> dengan perusahaan-perusahaan lain yang lebih fokus dan kompeten di
> bidangnya. Misalnya, jika ada yang menawarkan pekerjaan untuk
> melakukan desain web, kami sarankan untuk menghubungi partner kami
> yang memang fokus kepada usaha tersebut. Pelajaran baik yang dapat
> dipetik:
>>
>> * Fokuskan pada satu bidang atau kompetensi tertentu. Jangan
> mau semua (meskipun bisa). Dalam bahasa Inggris dikenal
> peribahasa: “Jack of all trades, master of none”.
>> * Giat dalam bidang Research & Development (R&D). Kami tahu
> bahwa kekuatan dari kami adalah pada sisi R&D nya.
>> * Dekat dengan perguruan tinggi merupakan salah satu
> keuntungan untuk mendapatkan SDM (untuk melakukan R&D), teknologi,
> dan ide-ide. Perguruan tinggi merupakan tempat yang relatif aman dan
> murah untuk menguji dan mengeksplorasi ide. Mahasiswa merupakan
> tenaga murah yang dapat dilibatkan dalam pengembangan. Sementara itu
> mahasiswa senang dilibatkan karena dia mendapatkan pengalaman
> industri yang nantinya bisa menjadi track record dia ketika dia
> selesai.
>>
>>
>> Pengamatan lain dalam perjalanan ini
>>
>>
>> Selain mendirikan perusahaan, saya masih aktif mengajar dan
> meneliti di perguruan tinggi. Dalam pergaulan di kampus dan dengan
> industri ada beberapa komentar yang dapat saya tangkap:
>>
>> * Kadang-kadang perguruan tinggi menjadi pesaing bagi industri
> kecil dan menengah. Ini dianggap kurang fair bagi entrepreneur.
> Bukannya mereka dibantu, mereka malah disaingi oleh perguruan
> tinggi. Ada istilah entrepreneur university yang menurut saya agak
> keliru. Ternyata yang dimaksud dengan entrepreneur university adalah
> sang perguruan tinggi-nya lah yang menjadi entrepreneur. Padahal
> seharusnya mahasiswanya, lulusannya, dan mungkin dosennya yang
> didorong dan didukung untuk menjadi entrepreneur, bukannya malah
> ditandingi. Situasi ini tidak kondusif.
>> * Beberapa perguruan tinggi mengungkapkan ingin mendorong
> mahasiswanya untuk menjadi entrepreneur. Namun pada kenyataannya
> belum ada laboratorium atau kurikulum yang mendukung ke arah sana.
> Jadi pernyataan atau keinginan tersebut masih terbatas pada lip
> service. Hal ini perlu diubah jika memang perguruan tinggi serius
> ingin menciptakan entrepreneurs.
>> * Perguruan tinggi masih belum serius dalam mengijinkan
> stafnya (dosen) untuk terjun membuat usaha (menjadi entrepreneur).
> Perlu dibedakan antara dosen yang mengerjakan proyek (mroyek) dan
> dosen yang ingin mengembangkan industri dimana dia merupakan salah
> satu pemain di industri tersebut. Keduanya masih dianggap sama.
> Padahal yang terakhir ini bisa menciptakan lapangan pekerjaan dan
> menjadi contoh nyata (riil) bagi mahasiswa. Kesuksesan seorang dosen
> masih diukur dengan ukuran konvensional (seperti jumlah makalah).
>> * Belum adanya insentif dan program dari Pemerintah. Yang ada
> baru program-program yang sekedar “wah” (sehingga nama pejabat yang
> bersangkutan dikenal) namun tidak memiliki visi dan langkah yang
> jelas dan nyata bagi pelaku bisnis.
>> * Kebanyakan mahasiswa masih berjiwa “ingin kerja ke
> perusahaan orang lain”. Opsi mengembangan usaha sendiri baru muncul
> belakangan ini dan masih belum populer.
>>
>>
>> Pelajaran Yang Diperoleh
>>
>>
>> Pada bagian ini saya ingin merangkumkan pelajaran yang kami
> peroleh dalam mendirikan menjalankan start-up. Beberapa sebab
> kegagalan, antara lain:
>>
>> * Teknologi dan produk yang dihasilkan terlalu advanced
> sehingga belum diminati. Biasanya produk ini di-drive oleh para
> insinyur (techie, engineers).
>> * Belum ada inisiatif dari Pemerintah Indonesia untuk membantu
> industri kecil seperti ini. Bahkan, ada “gangguan” seperti
> perpajakan untuk perusahaan yang baru tumbuh. Seharusnya ada
> inisiatif untuk membantu industri kecil dengan menangguhkan
> perpajakan sampai perusahaan yang bersangkutan benar-benar stabil
> (misalnya dengan membebaskan dari pajak sampai 10 tahun seperti
> dilakukan di Malaysia atau Taiwan). Adanya insentif ini membuat
> pelaku bisnis semangat untuk melakukan investasi dan membuka
> lapangan kerja. Topik ini merupakan hal yang penting dan perlu
> dibahas secara terpisah.
>> * Belum ada bantuan dari Pemerintah Indonesia, seperti halnya
> adanya program IRAP (Industrial Research Assitance Program) di
> Kanada. Program bantuan yang ada masih bersifat proyek yang selesai
> setelah dana berhenti. Industri kecil terpaksa belajar sendiri dari
> kegagalannya. Jika digabungkan kegagalan-kegagalan yang dialami oleh
> semua industri kecil, jumlahnya akan besar. Ini merupakan pelajaran
> yang sangat mahal.
>> * Kurangnya SDM yang dapat menjalankan bisnis (bukan sisi
> teknis) yang mengerti teknologi. (Kemana saja lulusan ekonomi dan
> management?)
>> * Keharmonisan antara pendiri, pemegang saham, dan yang
> menjalankan bisnis belum tentu langgeng. Perlu dibuatkan aturan main
> (sistem) yang disepakati bersama pada awalnya sehingga tidak terjadi
> perpecahan di tengah jalan.
>> * Kehebatan teknis bukan menjadi jaminan kesuksesan sebuah
> bisnis.
>>
>> Sementara itu pelajaran lain yang diperoleh dari usaha mendirikan
> start-ups antara lain:
>>
>> * Pendirian usaha biasanya dimulai dari beberapa orang yang
> memiliki ide. Kemudian pendanaan dimulai dari beberapa orang ini
> ditambah dari kawan-kawan. Istilah yang umum adalah dari “friends
> and family”. Nampaknya ini adalah rule of thumb dalam mendirikan
> start-up. (Banyak buku yang membahas hal ini dan teori yang ada di
> buku tersebut memang benar karena telah saya alami.)
>> * Fokus kepada satu bidang atau kompetensi merupakan salah
> satu kunci kesuksesan. Jangan rakus dan mau semua.
>> * Orang teknis sebaiknya diberi bekal atau pengetahuan
> (wawasan) tentang bisnis. Pendidikan di perguruan tinggi yang
> memiliki jurusan teknis perlu diubah untuk mengakomodasi hal ini.
>>
>>
>> Kesimpulan
>>
>>
>> Mendirikan sebuah usaha start-up ternyata tidak mudah. Banyak hal
> yang tidak diketahui pada saat mendirikan perusahaan. Banyak
> perusahaan start-up yang mati di tengah jalan dikarenakan berbagai
> alasan yang telah diuraikan pada tulisan ini.
>>
>> Saya pribadi masih terus belajar (dan siap jatuh bangun)
> mengembangkan bisnis yang bernuansa teknologi. Mudah-mudahan apa
> yang saya jalankan dapat menghasilkan sesuatu yang sukses besar
> sehingga dapat dijadikan contoh untuk memotivasi calon-calon
> entrepreneur baru.
Di antara banyak faktor yang berperan membuat Jepang menjadi raksasa ekonomi di paruh kedua abad XX adalah etika kerja dari karyawan yang stereotip.
Orang-orang yang biasa berbaju biru tua inilah yang merupakan mesin penggerak salah satu sukses ekonomi terbesar dalam sejarah modern. Beginilah bunyi cerita yang telah melegenda, sebelum datang kesaksian dari Tony Dickensheets. Dia adalah seorang pendidik Amerika di Charlottesville, Virginia.
Peran ibu
Pada tahun 1996 dia berkesempatan beberapa bulan menetap di Jepang.
Selama itu, ia berpindah-pindah tinggal di beberapa rumah keluarga
karyawan. Berdasar pengamatannya, dia berkesimpulan, unsur kunci dari
economic miracle Negeri Sakura ini ternyata telah diabaikan atau paling
sedikit amat dianggap enteng, yaitu peran kyoiku mama atau education
mama.
Dengan kataan lain, pertumbuhan ekonomi Jepang yang luar biasa sejak
1960, bukanlah hasil kebijakan pemerintah melalui pekerja yang bersedia
bekerja 16 jam per hari. Sementara para suami bekerja, para istri
bertanggung jawab atas pendidikan anak-anak. Dalam kapasitas sebagai ibu
inilah para istri membaktikan hidupnya demi kepastian keturunan mampu
memasuki sekolah-sekolah bermutu.
Maka di balik karyawan Jepang yang beretika kerja terpuji itu ada
perempuan umumnya, kyoiku mama atau education mama khususnya. Mereka
inilah yang merupakan pilar-pilar kukuh yang menyangga para karyawan
itu. Merekalah yang membantu perkembangan ekonomi yang luar biasa dari
bangsanya sesudah Perang Dunia. Kerja dan pengaruh perempuan Jepang
dapat dilihat dalam jalannya pendidikan nasional dan stabilitas sosial,
yaitu dua hal yang sangat krusial bagi keberhasilan ekonomi sesuatu
bangsa.
Jadi, perempuan Jepang ternyata berperan positif dalam membina dan
mempertahankan kekukuhan fondasi pendidikan dan sosial yang begitu vital
bagi kinerja kebangkitan ekonomi bangsanya. Ketika saya sebagai menteri
pendidikan dan kebudayaan diundang untuk meninjau berbagai lembaga
pendidikan dasar, menengah, dan tinggi negeri ini, saya kagum melihat
kebersihan ruang laboratorium di sekolah umum dan bengkel praktik di
sekolah kejuruan teknik.
Semua murid membuka sepatu sebelum memasuki ruangan dan menggantinya
dengan sandal jepit yang sudah tersedia di rak dekat pintu, jadi lantai
tetap bersih bagai kamar tidur. Ketika saya tanyakan kepada guru yang
mengajar di situ bagaimana cara mendisiplinkan murid hingga bisa tertib,
dia menjawab, “Yang mulia, saya hampir tidak berbuat apa-apa dalam hal
ini. Ibu-ibu merekalah yang telah mengajar anak-anak berbuat begitu.”
Saya teringat sebuah kebiasaan di rumah tradisional Jepang, alih-alih
menyapu debu di lantai, mereka masuk rumah tanpa bersepatu/bersandal
agar debu tidak masuk rumah. Bagi mereka, kebersihan adalah suatu
kebajikan.
Di toko buku, saya melihat seorang ibu sedang memilih-milih buku untuk
anaknya, seorang murid SD. Ketika saya sapa, dia menyadari saya orang
asing, dia tegak kaku dengan tersenyum malu-malu. Ibunya datang
mendekati dan menekan kepala anaknya agar membungkuk berkali-kali,
sebagaimana layaknya orang Jepang memberi hormat, sambil mengucapkan
sesuatu yang lalu ditiru anaknya. Setelah mengetahui saya seorang
menteri pendidikan dan kebudayaan, entah atas bisikan siapa, banyak anak
menghampiri saya, antre, memberi hormat dengan cara nyaris merukuk,
meminta saya menandatangani buku yang baru mereka beli.
Perempuan dan pendidikan
Lebih daripada di negeri-negeri lain, kelihatannya sistem pendidikan dan
kebudayaan Jepang mengandalkan sepenuhnya peran perempuan dalam
membesarkan anak. Karena itu dipegang teguh kebijakan ryosai kentro
(istri yang baik dan ibu yang arif), yang menetapkan posisi perempuan
selaku manajer urusan rumah tangga dan perawat anak-anak bangsa. Sejak
dulu filosofi ini merupakan bagian dari mindset Jepang dan menjadi kunci
pendidikan dari generasi ke generasi. Pada paruh kedua abad XX peran
kerumahtanggaan perempuan Jepang kian dimantapkan selaku kyoiku mama
atau education mama. Menurut Tony Dickensheets, hal ini merupakan “a
purely Japanese phenomenon”.
Yang memantapkan itu adalah kesadaran para ibu Jepang sendiri. Mereka
menilai diri sendiri dan, karena itu, dinilai oleh masyarakat berdasar
keberhasilan anak-anaknya, baik sebagai warga, pemimpin, maupun pekerja.
Banyak perempuan Jepang menganggap anak sebagai ikigai mereka,
rasionale esensial dari hidup mereka. Setelah menempuh sekolah menengah,
kebanyakan perempuan Jepang melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi.
Jika di Barat ada anggapan perempuan berpendidikan akademis yang melulu
tinggal di rumah membesarkan anak sebagai wasting her talents, di Jepang
orang percaya, seorang ibu seharusnya berpendidikan baik dan
berpengetahuan cukup untuk bisa memenuhi tugasnya sebagai pendidik
anak-anaknya. Kalaupun ada ibu yang mencari nafkah, biasanya bekerja
part time agar bisa berada di rumah saat anak-anak pulang sekolah. Tidak
hanya untuk memberi makan, tetapi lebih-lebih membantu mereka
menyelesaikan dan menguasai PR dan atau menemani mengikuti pelajaran
privat demi penyempurnaan pendidikannya.
Membantu ekonomi bangsa
Perempuan Jepang membantu kemajuan ekonomi bangsa dengan dua cara, yaitu
melalui proses akademis dan proses sosialisasi. Bagi orang Jepang,
aspek sosialisasi pendidikan sama penting dengan aspek akademis, sebab
hal itu membiasakan anak-anak menghayati nilai-nilai yang terus membina
konformitas sikap dan perilaku yang menjamin stabilitas sosial.
Mengingat kyoiku mama mampu membina kehidupan keluarga yang relatif
stabil, sekolah tidak perlu terlalu berkonsentrasi pada masalah
pendisiplinan. Lalu, para guru punya ketenangan dan waktu cukup untuk
membelajarkan pengetahuan, keterampilan, kesahajaan, pengorbanan, kerja
sama, tradisi, dan lain-lain atribut dari sistem nilai Jepang.
Menurut Tony Dickensheets, sejak dini para pelajar Jepang menghabiskan
lebih banyak waktu untuk kegiatan sekolah daripada pelajar-pelajar
Amerika. Lama rata-rata tahun sekolah anak Jepang adalah 243 hari,
sedangkan anak Amerika 178 hari. Selain menambah kira-kira dua bulan
dalam setahun untuk sekolah, sebagian besar waktu libur anak- anak
Jepang diisi dengan kegiatan bersama teman sekelas dan guru. Bila
pekerja/karyawan berdedikasi pada perusahaan, anak-anak berdedikasi pada
sekolah. Mengingat tujuan sekolah meliputi persiapan untuk hidup
bekerja, anak didik Jepang bisa disebut pekerja/karyawan yang sedang
dalam proses training.
Walaupun pemerintah yang menetapkan tujuan sistem pendidikan Jepang,
keberhasilannya ditentukan oleh orang-orang yang merasa terpanggil untuk
menangani pendidikan. Jika bukan guru, sebagian terbesar dari mereka
ini, paling sedikit di tingkat pendidikan dasar, adalah perempuan,
ibu-ibu Jepang, kyoiku mama. Mereka inilah yang membentuk masa depan
Jepang, melalui jasanya dalam pendidikan anak-anak.
Maka sungguh menarik saat di tengah gempita perayaan keberhasilan gadis
Jepang menjadi Miss Universe 2007 di Meksiko, ada berita ibu-ibu Jepang
mencela peristiwa itu sebagai penghargaan terhadap kesekian perempuan
belaka, bukan penghormatan terhadap kelembutan dan prestasi
keperempuanan Jepang.
Celaan itu pasti merupakan cetusan nurani kyoiku mama. Berita ini bisa
dianggap kecil karena segera menghilang. Namun di tengah pekatnya
kegelapan, sekecil apa pun cahaya nurani tetap bermakna besar.
Daoed Joesoef Mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan; Penulis Buku “Emak”
Orang Jepang sangat identik dengan pekerja keras. Meskipun Jepang pernah terpuruk karena bom yang terjadi di Nagasaki dan Hirosima, ini tak menyurutkan Jepang untuk menjadi negara yang disegani dunia. Jepang saat ini berhasil membuktikan diri sebagai negara yang luar biasa. Bagaimana tidak? Anda dapat lihat perkembangan teknologi yang pesat di negara ini. Banyak inovasi besar bermula di Jepang. Belum lagi ditambah merek-merek asal Jepang yang merambah pasar dunia. Sebut saja, Honda, Toyota, Sony yang menguasai pasar dunia. Perusahaan-perusahaan Jepang memiliki visi menjadi perusahaan global yang terbaik di bidangnya masing-masing.
Di industri otomotif, Amerika agaknya perlu berhati-hati dengan langkah Jepang yang sangat ekspansif dan inovatif. Data terakhir menunjukkan bahwa Toyota saat ini memiliki dominasi pasar yang lebih besar di bandingkan dengan General Motor atau Ford Company. Belajar dari kisah suksesnya perusahaan global dari Jepang, paling tidak kita akan melihat beberapa persamaan diantaranya adalah fokus menciptakan produk unggulan yang berkualitas tinggi, kreativitas, keunikan dan inovasi, serta merek yang mengglobal.
Selain dikenal karena karakter pekerja kerasnya, perusahaan Jepang juga memiliki kerjasama yang erat dengan sesamanya perusahaan Jepang. Sedapat mungkin mereka akan menggunakan produk hasil kerjasama dengan perusahaan Jepang lainnya. Bila Anda mengamati mobil buatan Jepang, Anda akan menemukan bahwa suku cadang dalam mobil tersebut juga berasal dari perusahaan Jepang lainnya. Sebuah mobil produksi Toyota misalnya akan menggunakan sukucadang dari Denso, Yuasa, Bridgestone. Beberapa perusahaan Jepang saling memiliki saham di perusahaan Jepang lainnya. Model ini yang banyak dikenal dengan istilah cross shareholding. Sungguh sebuah kerjasama yang hebat. Ikatan antar sesama perusahaan Jepang memang dikenal sangat kuat. Sampai-sampai beberapa rekan pernah mengatakan bahwa bila Anda berhasil menjalin kerjasama yang baik dengan salah satu perusahaan Jepang, maka biasanya ini akan menjadi referensi bisnis yang efektif bagi Anda untuk dapat menjalin kerjasama yang lebih luas ke perusahaan Jepang lainnya.
Pola berkembangnya perusahaan-perusahaan Jepang menjadi inspirasi bagi banyak organisasi dunia. Prof. Jeffrey K. Liker dalam bukunya The Toyota Way mengulas secara lengkap bagaimana kinerja Toyota dalam membangun sebuah korporasi kelas dunia. Toyota adalah salah satu perusahaan Jepang yang menarik untuk dipelajari selain Honda, Sony, Matsushita. Mulai dari proses produksi, pembangunan standard kerja yang kokoh, sumber daya manusia yang berkualitas, inovasi sampai dengan continuous improvement, perusahaan Jepang memang ahlinya.
Bagaimana dengan organisasi kita yang ada di Indonesia? Siapkah kita mengglobal? Dengan kerja keras serta didukung SDM yang berkualitas, perusahaan lokal juga sejatinya memiliki kesempatan yang sama dengan perusahaan asal Jepang untuk mengglobal. Tentu SDM kita menjadi ujung tombak dalam menggerakkan inovasi dalam organisasi. Dengan mengadopsi dan mengadaptasikan nilai-nilai yang menjadi kunci keberhasilan dari perusahaan Jepang ke perusahaan lokal, niscaya kitapun dapat mengelola organisasi dengan lebih baik dan membawanya ke tingkat yang lebih tinggi agar dapat berkompetisi dengan perusahaan kelas dunia lainnya. Ketika organisasi di negara seperti Jepang dapat melakukannya, tertinggallah sebuah pertanyaan besar bagi kita semua. Apakah kita sebagai individu merupakan bagian dari SDM yang berkualitas atau malah sebaliknya? Apakah etos kerja kita sudah selevel dengan Jepang? Apakah kita berorientasi pada inovasi? Apakah kita concern untuk membangun merek yang mengglobal? (MJ)
Salam Transformasi!
Tanpa bermaksud promosi, saya sangat
menyarankan teman-teman untuk membaca wawancara TP Rahmat (mantan CEO
Astra International & Founder ADIRA Finance)
di Majalah SWA edisi 15-28 Maret 2007.
Saya sangat kagum pada beliau, walaupun sudah berusia 63 tahun, sudah sangat sukses bertransformasi dari professional mjd entrepreneur dan memiliki puluhan perusahaan-perusahaan besar, beliau tetap BELAJAR TERUS dengan menyediakan waktu 2 jam sehari untuk membaca buku dan majalah. Sangat mengagumkan!
Banyak yang bisa kita pelajari dari beliau:
“Jangan wishful thinking tapi juga jangan pernah putus asa.
Jangan sampai ikutan euforia tanpa menghitung secara cermat.
Perjalanan bisnis itu panjang….
Pesan untuk kita semua dari beliau yang ingin mendirikan bisnis baru:
Pertama, model bisnisnya itu benar atau tidak.
Kalau mendirikan bisnis yang melawan produk dari Cina itu sulit.
Kalau memilih yang compliment dengan produk dari Cina itu relatif mudah.
Terkadang Indonesia ini memang negara yang banyak berisi orang jenius
tapi terlalu “lugu”.
Menyedihkan sekali melihat TEMPE kita yang patenkan malah orang Jepang,
dan BATIK kita juga sudah dipatenkan oleh orang Malaysia,
Baru tahu kan, Mas?
Yah itulah karma nya karena kita sering bajak produk orang lain…
Dunia ini adil, Mas..
Apa yang kita tabur, itulah yang tuai…
Klo kita nipu orang suatu saat kita juga akan ditipu orang…
Kalau kita bantu orang, suatu saat kebaikan itu juga akan berbalik ke
kita…
Saya percaya dengan Ilmu Fisika,
Menurut hukum kekekalan energi, energi itu tidak dapat diciptakan &
tidak dapat dimusnahkan. Kalau kita pernah dijahati orang, maka kita pun
merekam perberbuatan jahat tsb dalam otak Anda, yah energi jahat itu
tidak akan pernah hilang dari muka bumi dan suatu saat akan berbalik
kepada Anda sendiri, entah itu pada saat Anda masih hidup atau pada saat
Anda di akherat…
Demikian pula sebaliknya, bila Anda mengeluarkan energi positif, memuji secara tulus orang lain atas prestasinya, hal tersebut akan membuat orang tersebut senang dan ia akan berbunga-bunga terus sepanjang hari, ia akan menebarkan energi positif pula ke Anda dan orang lain…
Masih banyak lagi produk-produk yang diciptakan oleh orang ndesa tapi justru paten nya milik orang asing, pantas saja negara ini tidak maju-maju…
Kalau sudah tidak maju, terus menyalahkan pemerintahnya tidak mau bantu, padahal dirinya sendiri toh yang ngga mikir untuk maju, terlalu lugu, dikira semua orang di dunia ini baik…
Lha di Cina & India saja dulu pemerintahnya tidak pernah mikirin
SMB-nya kok, kenapa kita pengusaha malah jadi manja yah? Entrepreneur
kan sudah terbiasa tahan banting, Mas..
Apalagi Cina yang tahun 1980-an masih komunis, boro2 mikirin SMB,
enterprise yang segede2 gajah aja ditindas habis karena semua bisnis
pelayanan publik harus dikuasai/dimonopoli oleh negara…
Pemerintah Cina baru terbuka matanya ketika banyak entrepreneur2
berbondong2 berkumpul datang menemui PM Cina pada saat itu…
Sejak saat itu Cina membuka pintu ekonominya.
Kehidupan ekonomi berubah seperti langit dan bumi,
investor asing diundang untuk membangun infrastruktur hingga ke
pedesaan…
Pemerintah kita sudah bagus mau bantu, masih sering bikin pameran
produk-produk daerah di Semanggi Expo, JCC, dan PRJ, booth nya gratis
kok,
Anda saja yang tidak pernah mau cari tahu…
Saya liat pemerintah kita bisa bikin pameran minimal sekali per bulan di
tempat yang berbeda2…
Lah klo urusan follow-up masa masih minta di-closing-in pemerintah juga
toh, Mas??
Mereka kan juga masih punya banyak kerjaan yg lain nya, seperti
penggangguran yg 46 juta, 90 juta penduduk Indonesia yang hiidup di
bawah garis kemiskinan, 2,6 juta bayi kurang gizi, 10 anak putus sekolah
setiap menit serta bencana alam, illegal logging sebesar 200 kali
lapangan bola setiap menit, tingkat pembajakan software yang sudah masuk
Watch List, kerusuhan, & serangan teroris yang datang silih
berganti, piye toh…
Buktinya, pertumbuhan ekonomi kita sudah jauh lebih tinggi lho
daripada Malaysia, Vietnam, Jepang, Thailand, dan Singapura…
Bukankah wajar kalau kita bisa terus meningkatkan ekonomi mikro, kita
pantas untuk memiliki sikap OPTIMIS karena dalam waktu 10-20 tahun kita
pasti bisa mengejar tingkat kesejahteraan seperti negara-negara maju di
Asia Tenggara lainnya??
Pemerintah kita sudah jauh lebih bagus daripada jaman Orde Baru, Mas, sekarang media bebas terbit, akhirnya banyak sekali majalah-majalah baru yang bermunculan mulai dari majalah bisnis, peluang usaha, franchisem IT sampai marketing, informasi semakin mudah didapatkan, akses internet sudah semakin murah, kurang apalagi toh?
Yang kurang dari kita yah tinggal berpikir POSITIF, saya senang pada tulisan Bapak Faisal Basri di Kompas, akhirnya setelah begitu banyak pakar2 ekonomi bisanya hanya menjelek-jelekkan pemerintah, Faisal Basri malah berani tampil sebagai satu-satunya pengamat ekonomi makro yang bilang pertumbuhan ekonomi kita meningkat, industri telekomunikasi meningkat 20%, walaupun di sisi lain manufaktur kita memang hancur2an, banyak pemilik pabrik memindahkan pabriknya ke Cina atau ke Vietnam karena biaya produksi di sana jauh lebih murah.
Yah itu kan karena mental orang Indonesia yang egois & hanya
berpikir jangka pendek,
lihat saja buruh kita kualitas kerja nya bagaimana, tapi tiap tahun
malah minta naik gaji terus, lihat saja lulusan-lulusan S1 kita
bagaimana, yang ditanyakan selalu gaji dulu padahal ketika diberi
kerjaan kerjanya tidak becus & cenderung asal2an…
Dikasih 6 hari kerja, pada demo minta 5 hari kerja, bila perlu ngga
kerja tapi gaji jalan terus…
benar-benar tidak punya etos kerja bangsa ini.
Bandingkan dengan tenaga kerja di Jepang, Cina, Vietnam & Korsel yg
sangat workaholic, pemerintahnya mau menerbitkan aturan 5 hari kerja,
karyawannya malah demo minta mereka bisa tetap bekerja 5 hari.
Pemerintahnya ingin menaikkan standar gaji, mereka malah demo agar gaji
tetap supaya investor asing betah berinvestasi di negaranya…
Mereka mengganggap bekerja adalah bentuk perjuangan mereka untuk
bangsanya, bahkan mereka rela mati menjadi prajurit kamikaze demi
negaranya, suatu nilai patriotik yang tidak kita punya di negeri BBM
ini…
Pantaslah, kalau Korsel yang paling terpuruk pada krisis moneter 1998 sekarang bisa menjadi negara yang sangat diperhitungkan di Asia, Samsung & LG bahkan begitu menggurita melalap habis pasar elektronik dunia yang sebelumnya dikuasai Sony & Matsushita…
Pantaslah, bila Cina sebuah negara miskin pada 1995, hanya dalam waktu 10 tahun bisa menjadi macan Asia yang menjadi negara ketiga yang bisa meluncurkan satelit sendiri & satu-satunya negara di dunia dengan reaktor nuklir terbanyak yang tidak berani diganggu gugat oleh Amerika…
Pantaslah, bila Vietnam diguyur investasi milyaran dollar US oleh Google, SUN, Apple, & Microsoft menggantikan investasi head office mereka di Cina & India yang harga tanahnya sudah terlalu tinggi…
Pantaslah, bila ratusan konglomerat2 Indonesia yang punya kekayaan total sebesar 341 triliun lebih memilih tinggal di Singapura. Pantas pula bila konglomerat2 Indonesia berbondong2 mendirikan pabrik milyaran dollar US di Cina, Vietnam, bahkan Nigeria!!!
Kalau mau mengeluh ke pemerintah, lebih baik lewat jalur Asosiasi
karena mereka punya bargaining position yang lumayan kuat di government,
lihat saja bagaimana sebuah asosiasi retail bisa mendikte pemerintah
kita untuk mencabut regulasi yg menghambat pertumbuhan retail2 besar,
akhirnya yah retail2 kecil pada keteran kan?
Asosiasi pengusaha open source juga terbukti sukses besar memaksa
pemerintah kita untuk membatalkan sepihak MoU Microsoft-Indonesia,
betapa kuatnya kan pengusaha2 kita bila mau bersatu?
Warmest Regards,
Wilson Partogi Hutadjulu
Microsoft Student Ambassador
HP Youth Ambassador
CEO LADOVA IT Solutions
1st Prize Business Start-Up Award 2006*
(Young Entrepreneur Start-Up Award 2006)
*from Indonesia Business Links & Shell Livewire
Web 2.0, Ajang Aktualisasi Diri dan Pengembangan Bisnis
Oleh: Restituta Ajeng Arjanti
Jangan remehkan kekuatan internet. Bayangkan, sudah
berapa banyak orang menjadi “besar” karenanya. Selain CEO Google Eric
Schmidt dan CEO Yahoo Jerry Yang, sebut saja nama Linus Torvalds si
penemu Linux dan pencipta Wikipedia Larry Sanger. Mereka memanfaatkan
forum diskusi dan milis di internet untuk memperkenalkan ciptaan mereka,
dan mengajak orang lain untuk ikut berkontribusi dalam
mengembangkannya. Kini, siapa yang tak kenal Linux dan Wikipedia?
Wajah
world wide web terus berevolusi, dan prosesnya berlangsung
terus-menerus. Saat ini, kita tengah berada dalam era Web 2.0, era yang
menampilkan web sebagai perangkat sosial. Di sini, peran serta para
pengguna internet—baik dalam komunitas maupun forum—makin tak bisa lepas
dari internet, juga perkembangan bisnisnya. Di sini, semua pengguna
internet bisa melihat, berkontribusi terhadap isi internet, dan merasa
menjadi bagian dari internet itu sendiri.
Bisnis Jejaring
Sosial
Web 2.0 mengandalkan konsep social
networking. Bagi para pengguna internet, situs-situs Web 2.0 sangat
menarik karena dapat dijadikan ajang aktualisasi diri. Lewat situs
layanan blog macam Blogger, Wordpress, dan Multiply misalnya, para
pemilik blog (blogger) dapat mencurahkan pikiran dan isi hati
mereka. Situs lain, seperti Flickr dan Picassa, menawarkan layanan sharing
foto bagi para penggunanya. Sementara YouTube dikenal sebagai situs
penyedia layanan sharing video.
Model bisnis yang
ditawarkan oleh situs-situs berbasis Web 2.0 terbilang menarik, meski
dianggap tak lazim layaknya bisnis tradisional. Kita ambil Facebook
sebagai contoh. Situs hangout itu kelihatannya hanya
mengumpulkan orang-orang muda yang gemar berbagi foto dan sekadar
bergaul di internet. Tapi, coba bayangkan, dengan jumlah pengguna online
yang berjumlah puluhan juta—termasuk di dalamnya adalah orang-orang
kreatif dan pebisnis yang ingin menjalin relasi—berapa besar potensi
yang dimiliki Facebook?
Situs ini mengundang para pengembang
aplikasi untuk menawarkan “mainan” buatan mereka—berupa
aplikasi-aplikasi kecil yang disebut widgets. Ini, selain
mengundang lebih banyak orang untuk bergabung sebagai pengguna, juga
menarik para pengembang aplikasi untuk terus berkreasi dan memanfaatkan
Facebook sebagai media promosi produk mereka. Potensi Facebook tak
berhenti sampai di situ. Aplikasi-aplikasi itu kemudian menjadi magnet
bagi para pemasang iklan untuk menyelipkan iklan produk buatannya ke
sana. Bisa dilihat, pada akhirnya, inovasi yang dilakukan Facebook di
situs Web 2.0-nya tak hanya memengaruhi dunia sosial, tapi juga
industri.
Beragam inovasi lain juga dilakukan oleh penyedia
layanan situs social networking dan blog untuk tetap eksis di
jagat online. Blogger, misalnya, kini sudah melengkapi situsnya
dengan dukungan video. Flickr, situs layanan sharing foto
milik Yahoo baru saja memperkenalkan layanan video online—bersaing
dengan YouTube. MySpace merilis situs bilingual sesuai dengan lokasi
akses penggunanya. Contohnya MySpace versi Latin yang dibuat untuk para
pengguna MySpace di kawasan Amerika Latin. Selain tampil dalam bahasa
Latin, MySpace Latin juga menawarkan konten khas komunitas di wilayah
tersebut, seputar sepakbola, artis, dan budaya di sana. Jadi, isinya tak
sekadar terjemahan dari versi Inggrisnya.
Populer di
Dalam Negeri
Situs-situs social networking luar
negeri cukup populer si Tanah Air. Shana Fatina,
mahasiswa perempuan pertama yang terpilih sebagai Presiden Keluarga
Mahasiswa (KM) ITB periode 2008/2009, bisa mewakili para pengguna
layanan blog dan situs social networking untuk memberi
testimoni. Saat ini, Mahasiswa jurusan Teknik Industri angkatan 2004 ini
terdaftar sebagai pengguna layanan situs Friendster, Flickr, dan
Blogger.
“Saya ikutan Friendster supaya bisa ketemu teman-teman
lama dan baru, supaya bisa update info dari teman-teman lebih
cepat, dan supaya bisa berhubungan dengan teman-teman yang sudah jauh,
di luar negeri misalnya”, ujarnya.
Shana mengaku, meski tidak
selalu meng-update blognya, tiap hari dia pasti membuka akun
Friendster-nya dan singgah ke blog-blog orang (blogwalking).
Selain memanfaatkan blog sebagai sarana mencurahkan pikiran, dia pun
kerap mencari referensi dan opini dari blog-blog orang. “Asyiknya di
blog, kita bisa menuliskan pendapat dan dikomentari orang. Apalagi
sekarang, layanan blog juga sudah ditambahi banyak aplikasi.”
Saat
mengampanyekan diri sebagai Presiden KM ITB, Shana mengaku juga
memanfaatkan Friendster dan blognya. Ia mengganti foto di akun
Friendster-nya dengan logo ITB dan menambahkan link situs kampanyenya
bersama rekannya, Bagus Yuliantok, ke Friendster dan blognya. Mungkin
promosi via Friendster dan blog ini jugalah yang juga membuat mereka
meraup 2.182 suara, mengalahkan dua pasangan lainnya.
Bapak
Blogger Indonesia, Enda Nasution, juga merasakan manfaat menggunakan
layanan dari situs-situs social networking. Dia mengaku,
situs-situs tersebut memudahkannya untuk meng-update informasi
tentang teman-temannya. Karena itu dia mendaftarkan diri di banyak
layanan social networking. Di antaranya Facebook, Friendster,
Del.icio.us, Flickr, YouTube, Blogger, Twitter, dan Digg.
Web
2.0 Asli Indonesia
Bagaimana dengan perkembangan Web
2.0 di Tanah Air? Menurut Enda, di dalam negeri, sudah cukup banyak
situs berkonsep Web 2.0. Contohnya Moodmills.com, Kronologger.com,
Blog.detik.com, Dagdigdug.com. Semua asli Indonesia. Namun, tidak
semuanya menggunakan engine buatan sendiri.
Menurutnya,
situs-situs itu sudah cukup bagus. Moodmills contohnya, mengangkat ide
yang baru, lumayan orisinal, memadukan microblogging dan social
networking, serta fokus pada mood pengguna. Meski
pembuatnya adalah orang Indonesia, situs itu tak hanya menyasar orang
Indonesia. Sedangkan Kronologger, menurut Enda, adalah Twitter versi
Indonesia. Yang disediakannya adalah layanan microblogging.
Ditanya
tentang situs berita dalam negeri, apakah sudah ada yang mengusung
konsep Web 2.0, dia menjawab, “Media sosial belum ada yang serius
(dengan Web 2.0), paling yang sudah mulai ada itu fasilitas komen
saja—seperti di Detik dan KCM, misalnya. Ada juga beberapa situs yang
ingin mencoba-coba membuat Digg ala Indonesia, tapi tidak ramai. Wikimu
juga bisa dibilang mewakili Web 2.0, modelnya citizen journalism.”
Web
2.0 memang menawarkan potensi bisnis yang besar. Sayangnya, di
Indonesia, belum banyak yang secara serius memanfaatkan situs social
networking untuk berbisnis. Hal tersebut disampaikan oleh Enda.
“Minimal sebatas untuk mengiklankan produk yang mereka jual, contohnya
jualan barang di Multiply.”
Menurut Enda, potensi internet di
Indonesia masih terbentur oleh masalah infrastruktur online.
“Sistem pembayaran dan sistem pengiriman barang yang terintegrasi masih
minim, padahal potensinya ekonominya besar. Tambah lagi, Indonesia
merupakan negara kepulauan. Kadang, banyak barang yang tidak masuk ke
daerah, padahal barang tersebut justru banyak peminatnya di daerah.
Makanya banyak orang daerah yang mampu memilih untuk pergi ke Jakarta
atau kota besar lain sekadar untuk belanja”, paparnya.
Web 3.0, Seperti Apa? |
CEO Google Eric
Schmidt pernah
memprediksikan Web 3.0 sebagai sebuah cara baru untuk membangun
aplikasi. Aplikasi-aplikasi tersebut punya beberapa
karakteristik—ukuran mereka relatif kecil dan dapat berjalan di beragam
perangkat, bisa PC atau ponsel. Aplikasi-aplikasi tersebut berkembang
dengan cepat dan bisa dikostumasi. Mereka didistribusikan secara viral,
terutama lewat jaringan sosial atau email. Konsep Web 3.0 begitu dekat
dengan Web 2.0, yakni sebagai sebuah istilah baru di dunia marketing. |
“Business Unusual”, Membangun Bisnis dengan Passion dan
Inovasi
Oleh: Restituta Ajeng Arjanti
Arvino Mudjiarto percaya pada kekuatan bisnis sebagai
inti dari terciptanya kehidupan yang lebih baik. Ia suka dengan ide
tentang “business unusual” yang mengombinasikan bisnis dengan
ide, hasrat, brand, kepercayaan, imajinasi, teknologi, dan
tanggung jawab sosial untuk menciptakan sebuah produk yang mengagumkan,
berbeda, dan inovatif.
Sosok Arvino berdiri di balik
penghargaan-perhargaan yang diperoleh PT Worxcode Imagineering
Indonesia, sebuah perusahaan pengembang solusi TI di Jakarta yang
dibangunnya sejak tahun 2002. Dalam kancah internasional, Worxcode
pernah menerima penghargaan sebagai juara 1 CTO Innovation Excellence
Award di Asia Pasifik tahun 2006, dan juara 1 Best Consultant &
System Solutions di Asia Pasifik tahun 2007. Keduanya diadakan oleh IBM
Worldwide. Worxcode juga merupakan perusahaan Indonesia pertama (dan di
wilayah ASEAN) yang pernah memenangkan “Oscar” IBM tersebut sebanyak dua
kali berturut-turut.
Dalam asuhan Arvino, banyak perusahaan
besar yang memercayakan pengerjaan sistem dan integrasinya ke Worxcode.
Contohnya adalah Telkom Indonesia, Astra International, Hyundai (Korea),
Surveyor Indonesia, Bank Indonesia, Bank Danamon Indonesia, dan Bank
Negara Indonesia. Worxcode merancang dan mengembangkan software
Knowledge Management, sistem Electronic Document, dan
sistem Knowledge Delivery untuk klien-kliennya.
Arvino
bukanlah sosok tanpa visi. Ia bercita-cita untuk membawa Worxcode ke
dunia yang berbeda dan mempertajam fokus perusahaannya itu dengan cara
yang unik. Di rubrik Innovation minggu ini, pada QB Headlines (QB),
Arvino (AM) berbagi cerita tentang Worxcode dan mimpi-mimpinya.
QB:
Apa core business Worxcode?
AM:
Kami menjual “inovasi praktis”. Tujuan kami mendirikan Worxcode
sebenarnya adalah untuk menyediakan “new code of working”—cara
kerja yang praktis, inovatif, dan penuh passion bagi dunia dan
masyarakat global. Nah, dari sinilah nama “worxcode” berasal, dari kata “work's
code”.
Saya dan tim mengerjakan projek perancangan dan
pengembangan software otomasi untuk industri. Kami pernah
mengimplentasikan sistem intranet terluas di wilayah Asia, merancang dan
mengembangkan software Knowledge Management, sistem Electronic
Document, dan sistem Knowledge Delivery untuk klien-klien
kami.
QB: Bagaimana model bisnisnya?
AM:
Di awal berdirinya, Worxcode mulai dengan menjalankan bisnis kontruksi
dan desain software otomasi. Keduanya menuntut kemampuan para
staf dan personil Worxcode—intinya perusahaan secara keseluruhan—untuk
terus bersaing dan berkontribusi.
Dalam prosesnya, kami
merancang solusi-solusi software yang benar-benar baru, yang
kompleks dan belum pernah ada sebelumnya. Kami membangun sistem otomasi,
merancang arsitektur sistem, dan mengintegrasikannya bagi klien-klien
kami.
QB: Solusi-solusi seperti apa yang ditawarkan bagi
klien-klien Worxcode?
AM: Kami selalu
berusaha memberikan solusi paling inovatif, menggemparkan, dan punya
daya tarik—solusi yang “tiada duanya”, yang menawarkan kemudahan. Meski
simpel, solusinya sebisa mungkin harus menarik, cerdas, dan punya nilai
kesempurnaan.
QB: Apa hal yang menurut Anda menarik dari
pekerjaan dan bisnis Anda?
AM: Ada dua
hal yang menurut saya menarik. Pertama, kami menjalankan bisnis kami
dengan passion. Kami melakukan hal-hal yang berbeda. Dan, kami
tidak menjalankan bisnis yang “biasa” seperti yang orang lain tahu
sebagai “ini nih cara menjalankan bisnis sejak jaman dulu”.
Sejak hari pertama Worxcode berdiri, kami memilih inovasi, daya khayal
dan imajinasi, dan penerapannya ke masyarakat luas sebagai lahan kerja
dan misi kami.
Kami—mungkin, meminjam ungkapan dari founder Body
Shop, Anita Roddick—adalah sebuah “business unusual”. Kami
cukup tahu kapasitas kami adalah untuk bersaing, kami tahu hasrat kami
adalah untuk berinovasi, dan kami menjalankan itu sebagai sebuah bisnis.
Seperti kata Alan Kay, “The best way to predict the future is to
invent it”. Nah, kami benar-benar memasukkan kata-kata itu ke dalam
hati. Bisnis kami adalah bisnis yang penuh hasrat, “passionate
business”.
Hal menarik yang kedua, kami menjalankan bisnis
untuk memajukan masyarakat secara luas. Saya selalu ingat hari itu, 20
Februari 2002, pukul 20.02, saat di mana kami meluncurkan dan mulai
menjalankan perusahaan ini. Sambil makan malam, saya bertanya pada diri
saya sendiri, apa sih tujuan dan alasan sebuah bisnis (baru)
diciptakan? Kenapa saya membangun Worxcode sebagai sebuah perusahaan?
Perjalanan yang akan saya lalui bersama Worxcode tentunya akan menjadi
perjalanan panjang yang penuh passion. Dan jawaban ini
terlintas di benak saya, “Satu-satunya alasan tepat mengapa sebuah
perusahaan dilahirkan adalah agar satu saat nanti perusahaan itu dapat
berkontribusi bagi kebaikan masyarakat luas”.
Saya sampaikan
pendapat tersebut ke teman saya, dan sejak saat itu, pemikiran tersebut
menjadi panduan kami untuk menjalankan bisnis.
QB: Di
blog, Anda banyak berkomentar mengenai desain. Menurut Anda, seberapa
besar kekuatan desain terhadap sebuah produk? Lalu, bagaimana efek
desain terhadap nilai perusahaan penciptanya?
AM:
Kami percaya, pada dasarnya ada hanya ada 2 jenis produk: produk yang
diciptakan dengan passion dan produk yang membosankan.
Produk
yang dirancang dengan apik, tanpa dapat dijelaskan, memiliki aura magis
yang merefleksikan bahwa produk tersebut dibuat sebagai inovasi,
sebagai sesuatu yang dibuat dengan passion, keahlian, dan kesungguhan
penciptanya. Makanya hasilnya sempurna. Sebaliknya, produk dengan desain
yang payah akan terlihat membosankan dan biasa saja. Mungkin orang yang
melihatnya akan berpikir, kenapa sih ada orang yang mau
membuatnya lalu menjualnya.
Menurut saya, desain yang menarik
merefleksikan hasrat si pencipta produk, keinginannya untuk berinovasi,
dan daya khayalnya. Detail yang rumit dan cermat akan membuatnya tampak
bagus. Yang jelas, produk dengan desain hebat akan memancarkan aura
mengagumkan yang menyentuh hati orang.
QB: Bisa
menyebutkan contoh produk yang menurut Anda bagus dan inovatif?
AM:
Menurut saya, produk-produk Sony—terutama saat perusahaan itu masih
dipimpin oleh sang founder Akio Morita—termasuk yang hebat, yang bisa
jadi kesayangan industri elektronik dunia. Contohnya Walkman, handycam,
dan desain Sony compo. Semuanya membuat orang kagum dan takjub, makanya
produk-produk itu akan terus dikenang.
Contoh produk inovatif
berdesain bagus yang bisa kita lihat saat ini adalah produk-produk
Apple—bisa bikin kita “panas-dingin” dan penasaran untuk memilikinya.
Lihat saja—iPod Touch dan software yang ditanam di dalamnya,
MacBook Air yang super tipis dan super ringan, dan desain Mac OS yang
terbaru—semua menarik perhatian. Kita menyukainya!
Kembali ke
pertanyaan sebelumnya, mengenai efek desain terhadap perusahaan
pembuatnya, menurut saya, produk dengan desain hebat akan memenangkan
pasar. Produk-produk ini—kita sadari atau tidak—seharusnya membuat
masyarakat hidup dengan lebih baik, dan merasa gembira dan bangga karena
memilikinya. Pada akhirnya, itu akan membuat perusahaan yang
memroduksinya menjadi hebat dan bernilai tinggi pula.
QB:
Menurut pendapat Anda, bagaimana persaingan di industri software
saat ini? Apa yang dibutuhkan oleh perusahaan untuk tetap bertahan?
AM:
Persaingan bisnis saat ini demikian ketat. Untuk tetap bertahan,
perusahaan harus memiliki daya inovasi, imajinasi, dan kesempurnaan
sebagai inti bisnisnya. Kontribusi ke masyarakat juga perlu selalu
dilakukan. Cobalah untuk selalu menjalankan bisnis yang jujur dan dengan
passion. Apapun yang terjadi, jangan pernah berbuat curang.
QB:
Bisa tidak bercerita tentang projek yang sedang Anda tangani, dan
inovasi seperti apa yang Anda masukkan ke dalamnya untuk menghasilkan
sesuatu yang “tak biasa”?
AM: Kami
masih terus menjalankan bisnis perancangan dan pengembangan software
otomasi. Tahun ini kami ingin mencapai penetrasi pasar. Sayangnya, kami
belum bisa bercerita tentang projek yang kami tangani sekarang—sama
seperti kita tidak boleh mengumbar rencana kita, kan? Yang
pasti, kami masih menjalankan hal yang kami sukai, yang membuat kami
bangga menjadi bagian di dalamnya.
QB: Apa mimpi masa
depan Anda—untuk diri sendiri, dan bisnis Anda?
AM:
Saya, juga Worxcode, ingin sekali melihat lebih banyak kontribusi
bisnis di Indonesia bagi masyakarat. Pasti hebat sekali jika kita bisa
melihat bisnis-bisnis di dalam negeri mampu menjadi jantung bagi
pengembangan industri global, bukan melihatnya tertinggal dari negara
lain.
Kami ingin sekali melihat inovasi, imajinasi, dan
kesempurnaan menjadi trademark perusahaan-perusahaan Indonesia.
Kami juga ingin sekali satu saat nanti perusahaan Indonesia bisa
menjadi “truly Asia Global company” yang punya ciri khas
Indonesia, dan terdiri dari orang-orang bisnis yang cerdas, bijaksana,
dan jujur. Dengan begitu, kita bisa menciptakan dunia yang lebih baik,
memberikan hal-hal positif dalam kehidupan banyak orang, dan melaju ke
dunia global.
Untuk diri kita sendiri, kita bisa bekerja keras
sambil menikmati pekerjaan kita. Siapa tahu, satu saat nanti, kita bisa
melahirkan “Sony” dan “Apple” Asia, perusahaan software Asia
yang dihargai dan dicintai, juga brand yang mendapatkan tempat
di hati banyak orang.
Sekilas Arvino Mudjiarto |
Founder & President Director Worxcode, perusahaan perancang dan pengembang software otomasi yang berbasis di Jakarta. Sejak 2002, Arvino menjalankan bisnis Worxcode yang dibangunnya bersama ibundanya. Saat ini, Arvino tinggal di Bandung dan Jakarta. Baginya, internet juga sudah jadi tempat tinggalnya. Untuk melihat salah satu “rumah” Arvino, Anda dapat berkunjung ke arvino.typepad.com. |